Misi Suriah di Pundak Brahimi
17 Agustus 2012Lakhdar Brahimi berada di Irak, Sudan, Haiti, tempat-tempat krisis selama sepuluh tahun terakhir ini. Ia adalah juru damai, mediator PBB atau kadang-kadang bagi Liga Arab. Dia dianggap sebagai salah satu diplomat paling berpengalaman untuk urusan krisis. Kali ini ia ditugaskan sebagai utusan khusus PBB bagi Suriah dan Liga Arab. Brahimi diharapkan berhasil menciptakan perdamaian di Suriah.
Kondisi awal yang buruk
"Kofi Annan gagal karena pemegang kekuasaan terkait tidak ingin berkontribusi untuk penyelesaian damai di Suriah", kata Thorsten Benner dari "Global Public Policy Institute" (GPPI) di Berlin. Baik pemerintah Suriah di bawah Presiden Bashar al Assad maupun pihak perlawanan tidak meminati penyelesaian damai dalam konflik Suriah. "Dan tentunya juga pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB, terutama Rusia dan Cina yang menghambat penyelesaian."
Benner berpendapat, kondisi ini merupakan awal yang buruk bagi seorang mediator baru. "Tetapi utusan khusus baru ini juga dapat berkata: salah seorang diplomat yang paling berpengalaman dan pemenang Nobel Perdamaian, Kofi Annan, telah gagal. Saya melaksanakan mandat ini tanpa ilusi dan nantinya hanya dapat mengambil segi positif." Dengan usia 78 tahun, Brahimi tampaknya tidak harus mempertaruhkan apa pun juga.
Sementara pakar Timur Tengah Michael Lüders berpendapat lain dan mengutip seorang jurnalis Libanon: Brahimi selalu ditunjuk bila secara politik tidak ada lagi jalan keluar. Lüders juga yakin bahwa misi Brahimi bukanlah kompromi perdamaian: "Terutama negara-negara barat, tetapi juga Arab Saudi, Qatar dan Turki ingin Bashar al Assad dijatuhkan." Untuk itu Brahimi merupakan petugas ideal, karena ia tidak akan menentang hal ini. Sedangkan Kofi Annan secara serius hendak melakukan mediasi antara pemerintah dan oposisi.
"Figur yang ramah dan analitis"
"Brahimi adalah seorang figur yang sangat jujur, ramah, terbuka dan analitis", kata Lüders, "tapi ia tahu dengan pasti bahwa peluang-peluang terbatas bila yang diinginkan adalah perubahan politik." Tidak boleh dilupakan bahwa Brahimi berkarir di Aljazair, sebuah negara yang ditandai oleh diktator militer dan perang saudara.
Yang pasti, sifat-sifat baik yang diperlukan dalam misi rumit Suriah, dikatakan dimiliki Brahimi. Seperti yang dikemukakan Thorsten Benner, diplomat ini dianggap sebagai pakar yang sangat berpengalaman dalam hubungan internasional. Rekan-rekannya menyebut pria beranak tiga itu sebagai komunikatif dan sopan, namun mampu bersikap tegas. Brahimi menguasai bahasa Inggris, Perancis dan Arab serta dihormati semua pihak. Tetapi hampir semua hal ini juga dimiliki Kofi Annan yang meskipun demikian telah angkat tangan.
Jaringan Brahimi
Tanah air Brahimi adalah negara Arab. Ia juga memiliki hubungan yang sangat baik dengan pemerintah dan kerajaan. Menantu Brahimi adalah pangeran Yordania, saudara tiri Raja Abdullah II. "Ini merupakan berkat tetapi juga kutukan," ujar Thorsten Benner dari GPPI di Berlin. "Di satu sisi, tentu menolong jika bisa berbicara bahasa Arab dan punya jaringan kontak yang sangat baik di wilayah itu." "Di sisi lain sepanjang karirnya Brahimi tentu telah menjengkelkan pihak tertentu."
Namun, misi-misi Brahimi sesungguhnya jarang benar-benar berhasil. Demikian menurut pengkritiknya. Misalnya, pada tahun 2001 ia mengundang pihak yang bertikai di Afghanistan pada konferensi di Petersberg, Bonn, tetapi ia tidak mengundang Taliban yang punya pengaruh besar. Benner mengatakan: "Orang tidak dapat mengatakan bahwa Brahimi berhasil atau gagal dalam menjalankan mandatnya, karena Afghanistan bukan negara yang makmur dan sejahtera. Ini bukan kesalahan Brahimi."
"Waktu untuk penyelesaian diplomatik sudah berlalu"
Di PBB Brahimi dihormati sebagai otoritas terkait "peacekeeping". Yang dinamakan Brahimi Report dari tahun 2000 masih dianggap sebagai dokumen kunci bagi misi-misi pasukan helm biru PBB. Namun, kesimpulan saat itu: Upaya-upaya PBB dinilai sebagai sangat mulia, tetapi dampaknya sering sangat kecil.
Pakar Timur Tengah Lüders menganggap bahwa Brahimi tidak dapat lagi menggerakkan pihak terkait. "Waktu untuk penyelesaian damai sudah berlalu. Keputusan-keputusan di Suriah kini diambil secara militer, dan Brahimi mengetahui hal itu. Di sana ia sudah pasti tidak akan menggerakkan apa pun juga."
Hendrik Heinze / Christa Saloh-Foerster
Editor : Vidi Legowo-Zipperer