Investasi Pengendalian Banjir Janjikan Keuntungan Finansial
5 Oktober 2021Asia menghadapi peningkatan risiko banjir di kawasan pesisir dan bantaran sungai menyusul krisis iklim yang membawa curah hujan yang lebih intensif dan kenaikan permukaan air laut.
Namun sebuah penelitian membuktikan, investasi secara dini untuk memitigasi bencana banjir bisa menghasilkan keuntungan finansial yang besar.
India misalnya diprediksi akan mampu menghemat 250 dolar AS per 1 dolar yang digunakan untuk meminimalisir potensi banjir yang selalu tiba setiap 11 tahun sekali, menjadi 25 tahun sekali pada 2050, kata Betsy Otto, Direktur Program Air Global di World Resources Institute.
Serupa dengan Bangladesh yang mampu menghemat biaya kerugian material sebesar 125 dolar AS untuk setiap 1 USD yang dihabiskan untuk tanggul pengendali banjir atau meminimalisir risiko banjir dari yang tiga tahun sekali menjadi sepuluh tahun sekali pada pertengahan abad.
Jika semua negara di dunia mengadopsi kebijakan serupa, maka biaya kerugian bencana banjir global yang mencapai 46 miliar dolar AS tahun lalu, akan berkurang drastis, menurut prediksi organisasi bantuan Christian Aid.
“Keuntungannya besar, dan prosesnya menciptakan lapangan kerja dan ikut menyumbang pada ekonomi lokal,” kata Betsy Otto yang mengepalai pengembangan Aquaduct, sebuah piranti pemetaan dan manajemen risiko banjir.
Keuntungan finansial berlipatganda
Piranti tersebut nantinya diperluas agar memungkinkan pemerintah, perusahaan, organisasi bantuan dan Lembaga lain mengevaluasi risiko gabungan dari kawasan banjir di seluruh dunia, dan menyusun langkah intervensi yang bisa dilakukan.
Sejak 1980, bencana banjir telah menciptakan kerugian senilai lebih dari satu triliun dolar AS di seluruh dunia, menurut perusahaan asuransi Munich Re yang setiap tahun menerbitkan laporan risiko bencana global.
Menurut perusahaan asal Jerman itu, potensi bencana banjir berlipatganda lantaran populasi penduduk yang bertambah cepat, migrasi dan gelombang pembangunan yang mengancam masyarakat dan aset-aset perekonomian.
Data banjir yang dihimpun Aqueduct menunjukkan pada 2030 sebanyak 132 juta penduduk dan properti di kawasan urban senilai 535 miliar dolar AS akan terkena dampak banjir tahunan.
Penduduk di India, Bangladesh dan Pakistan diprediksi akan menjadi yang terdampak paling parah, sementara kawasan Republik Demokratik Kongo, India dan Cina akan mencatat kerguian materiil terbesar pada infrastruktur urban
Studi tersebut juga memperkirakan sebanyak 15 juta penduduk yang hidup di kawasan pesisir dan infrastruktur urban senilai 177 miliar dolar AS bakal dilanda banjir setiap tahun mulai 2030.
Indonesia bersama Vietnam, Bangladesh dan India diprediksi bakal mencatat kerugian terbesar pada penduduk di pesisir akibat banjir. India juga akan mengalami kerusakan terbesar pada properti di kota, serupa di Cina dan Amerika Serikat.
Tidak ada beda antara miskin atau kaya
Data Aqueduct menempatkan ibu kota Jakarta, serta Mumbai dan Chennai di India dalam daftar kota yang paling terancam banjir. “Angkanya membuat kita sadar, terutama jika Anda melihat dampak seperti apa yang akan terjadi,” kata Betsy Otto kepada Thomson Reuters Foundation.
Fenomena banjir, katanya, “bukan cuma menyangkut negara miskin. Negara kaya dengan jaringan infrastrutur yang memadai juga harus ikut beraksi,” imbuhnya lagi.
Marc Bierkens, Professor Hidrologi di Unveristas Utrecht di Belanda mengatakan piranti baru seperti Aqueduct membantu memprediksi bagaimana perubahan iklim mempengaruhi kehidupan manusia.
“Dengan kondisi iklim seperti sekarang ini saja kerusakan ekonomi akibat banjir sudah sangat besar, dan akan terus membesar di masa depan sebagai dampak dari pemanasan global dan pertumbuhan sosial dan ekonomi,” kata dia.
“Banjir menambah daftar tantangan yang harus kita hadai,” tutur Betsy Otto. “Perlindungan banjir harus mendapat prioritas untuk investasi.”
rzn/vlz (Reuters)