Warga Menuntut Korsel Kembali Fokus pada Stabilitas Ekonomi
10 Januari 2025Program berita malam Korea Selatan telah didominasi oleh kondisi kekacauan politik yang melanda sejak Presiden Yoon Suk-yeol mengumumkan pemberlakuan darurat militer awal bulan lalu, dengan siaran pada Rabu (08/01) yang berfokus pada protes pro-Yoon dan anti-Yoon di luar kediaman resminya di Seoul.
Yoon saat ini terkurung di kediamannya yang dilindungi dengan ketat oleh pasukan pengawal presiden, dan sejauh ini, ia berhasil menghindari penahanan untuk diperiksa oleh pihak berwenang. Yoon sedang diselidiki secara kriminal atas tuduhan pemberontakan setelah pengumuman darurat militernya yang gagal. Surat perintah penahanan baru terhadap presiden yang terjerat masalah itu dikeluarkan pada Selasa (07/01), dan penyidik anti-korupsi berjanji akan menggunakan metode yang lebih keras untuk menahannya.
Namun, bagi sebagian besar warga Korea Selatan, sedikit yang berubah setelah pengumuman mengejutkan Yoon pada bulan Desember. Sejak saat itu, Yoon telah dimakzulkan dan kasusnya sedang dipertimbangkan oleh Mahkamah Konstitusi. Sementara itu, oposisi Partai Demokrat telah mengajukan mosi pemakzulan terhadap beberapa politisi senior yang mengambil alih pemerintahan sejak Yoon mundur ke kediaman resminya.
Sementara Kantor Investigasi Korupsi masih berusaha melaksanakan penahanan Yoon, sebagian warga Korea Selatan ingin krisis politik ini segera berakhir dan agar pemerintah kembali fokus menangani masalah-masalah sehari-hari, seperti ekonomi yang lemah dan nilai tukar yang terus merosot terhadap dolar.
Tapi banyak warga yang merasa bangga bahwa negara yang pernah mengalami rangkaian kediktatoran militer yang berlangsung hingga akhir 1980-an ini telah cukup tangguh mempertahankan institusi demokratisnya di tengah ujian yang begitu berat.
Lahir di era kediktatoran
"Saya lahir pada masa kediktatoran Park Chung-hee. Saya lahir pada tahun 1979, tahun di mana dia dibunuh, dan kami dibesarkan dengan diajarkan tentang masa-masa itu," kata Lee Eunkoo, pendiri bersama sebuah LSM yang membantu para pembelot Korea Utara untuk menetap di Selatan. "Pada situasi saat ini, saya tidak merasa Korea Selatan kembali ke kediktatoran atau bahwa kami kehilangan kontrol terhadap militer."
"Tentu saja saya khawatir, seperti yang lain yang saya kenal, tapi saya percaya pada sistem yang telah dibangun Korea Selatan, saya percaya pada demokrasi dan kekuatan rakyat biasa," ujarnya kepada DW. "Dan mungkin butuh waktu untuk semuanya diselesaikan, tetapi saya tahu sistem kita tangguh, tidak akan runtuh, dan kita tidak akan kembali ke kediktatoran," tambahnya. "Bagi saya, hasil terbesar adalah bahwa demokrasi telah berhasil."
Beberapa orang memang mengakui lebih khawatir dengan kejadian pada 3 Desember, tetapi setuju bahwa bangsa ini telah menunjukkan ketangguhan.
"Ketika pertama kali mendengar bahwa Yoon mengumumkan darurat militer, saya takut," kata Kim Hyun-jung, seorang pengembang konten berusia 46 tahun yang tinggal di Provinsi Gangwon, sebelah timur Seoul. "Korea memiliki sejarah panjang pemerintahan militer dan reaksi langsung saya adalah bahwa kami akan mengalami apa yang telah dilalui orang-orang di masa lalu," katanya kepada DW.
Kim tinggal bersama keluarganya di dekat pangkalan militer penting dan, pada malam pengumuman darurat militer, dia mengatakan ada banyak aktivitas yang melibatkan helikopter.
Masyarakat menginginkan 'stabilitas'
"Situasi itu belum terselesaikan ketika saya tidur, tetapi saat saya bangun di pagi hari, keputusan hukum militer telah dibatalkan dan situasi telah stabil," kata Kim. "Saya lega mendengar itu, meskipun saya khawatir dengan apa yang dipikirkan orang-orang di negara lain tentang kejadian di sini."
Selama minggu-minggu berikutnya, kehidupan sepenuhnya kembali normal, tambahnya, meskipun semua orang kini lebih memperhatikan berita daripada sebelumnya. "Saya rasa orang-orang sedikit tidak nyaman dan banyak pembicaraan tentang pemakzulan, kasus pengadilan, dan pemilu, tetapi orang-orang tidak takut," katanya.
"Kami hanya ingin situasi ini diselesaikan," kata Kim. "Orang-orang khawatir tentang ekonomi, nilai tukar yang buruk yang membuat sulit untuk bepergian ke luar negeri, tetapi di sini tidak tidak aman."
Pendapat terbagi tentang Yoon. Menurut jajak pendapat terbaru, sekitar 70% ingin proses pemakzulan dilanjutkan, pengadilan diadakan, dan seluruh negara bisa melanjutkan kehidupan mereka.
Dukungan untuk Yoon
Segmen besar masyarakat tetap teguh mendukung Yoon. Kerumunan orang muncul setiap hari di luar kediamannya untuk membentuk barikade manusia di sekitar properti dan membantu menggagalkan upaya penangkapan terhadap presiden yang telah dimakzulkan tersebut.
Mereka setuju dengan klaim Yoon bahwa oposisi Partai Demokrat yang berhaluan kiri sedang melaksanakan agenda Pyongyang dan mengancam keamanan negara.
Jajak pendapat yang dilakukan beberapa hari setelah pengumuman darurat militer Yoon menunjukkan bahwa setelah turun menjadi 11% sebelumnya, dukungan terhadap Yoon kembali bangkit menjadi 40%. Para analis menghubungkan angka ini dengan ketidakpercayaan terhadap Partai Demokrat dan pemimpinnya, Lee Jae-myung.
"Saya sedang berada di luar negeri saat Yoon mengumumkan darurat militer, tetapi istri saya dan teman-temannya segera pergi berunjuk rasa untuk mendukung visinya bagi negara ini," kata Song Young-Chae, seorang akademisi dari Seoul. "Saya baru saja kembali ke Korea Selatan, dan karena saya khawatir dengan apa yang akan terjadi jika oposisi mengambil alih, saya juga berencana untuk bergabung dengan unjuk rasa untuk melindungi kebebasan negara ini," katanya kepada DW.
"Hidup dan rutinitas sehari-hari kami tidak terpengaruh oleh apa yang telah terjadi, tetapi saya merasa semakin banyak orang yang benar-benar ingin mengungkapkan perasaan mereka dan itulah sebabnya mereka turun ke jalan dan berdemonstrasi mendukung presiden kami," katanya.
Ia menambahkan, "ya, Yoon melakukan kesalahan, tetapi ada banyak orang seperti saya yang merasa bahwa dia perlu memimpin negara ke arah yang benar untuk masa depan kita."
Artikel ini diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris.