Aparat Suriah Tembaki Demonstran Lagi
19 April 2011Tak ada hari tanpa aksi protes di Suriah. Beberapa hari terakhir, kota ketiga terbesar Horms menjadi pusat unjuk rasa. Situasi meruncing sejak Senin, saat 17 demonstran dimakamkan di kota itu. Sekitar 20 ribu orang melakukan aksi duduk massal di lapangan utama Al-Saa, menuntut rejim mundur.
Selasa (19/04) dini hari, aparat keamanan melepaskan tembakan terhadap para pemrotes. Sedikitnya dua orang cedera, kata stasiun televisi Al Jazeera. Pemerintah juga dilaporkan menggunakan gas air mata untuk menguasai kembali lapangan Al-Saa. Rentetan tembakan terdengar bergema ke seluruh kota, kata seorang perempuan yang tinggal dekat lapangan itu, kepada koran New York Times. Mesjid-mesjid menyerukan permintaan tolong, tambah perempuan itu.
Aparat keamanan beraksi hanya beberapa jam setelah pemerintah pada Senin (18/04)malam mengeluarkan peringatan akan menindas perlawanan bersenjata yang menggerogoti stabilitas negara itu. Kementrian Dalam Negeri menuduh kelompok Salafi bersenjata membunuh tentara, polisi dan warga sipil, serta menyerang properti publik dan pribadi. Pemerintah memperingatkan, aktivitas teroris mereka tak akan ditolerir.
Reaksi keras aparat keamanan malah menambah provokasi, kata para pengamat. Bassma Kodmani, peneliti Suriah pada Institut Reformasi Arab mengatakan, gerakan protes menyebar dalam skala luas maupun intensitasnya. Secara geografis, demonstrasi pro-demokrasi meluas ke hampir seluruh negeri, sementara sikap para pemrotes terlihat mengeras, dengan meningkatnya seruan agar rejim mundur.
Pakar Suriah Ousama Mujajed mengatakan, "Banyak orang yang awalnya mengira Assad adalah pendukung reformasi. Dan walaupun ia berhasil mengelabui dunia internasional bahwa ia mendukung reformasi, tapi dari apa yang kita lihat, reformasi bagi Assad adalah peluru dan senapan mesin. Akibat dari kekerasan terus meningkat, kini semakin banyak yang menuntut agar seluruh rejim mundur."
Apa yang dimulai dengan aksi protes relatif kecil oleh puluhan orang, yang muncul akibat keberhasilan perlawanan rakyat di Mesir dan Tunisia, kini menjamur menjadi gerakan yang merangkul puluhan ribu orang. Berbagai upaya dilakukan Presiden Bashar Al-Assad untuk meredam gelombang protes, termasuk dengan represi, bantuan ekonomi, dan janji reformasi.
Akhir pekan lalu, ia mengumumkan bahwa UU darurat akan dicabut dalam kurun waktu sepekan. Sebuah langkah yang dinilai merupakan konsesi terbesar dengan pemrotes. Namun, kerusuhan, yang oleh kelompok HAM disebut telah memakan korban 200 orang, termasuk 17 orang pada hari Senin (18/04), tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda.
Ketua Komisi HAM Suriah, Walid Saffour, menilai janji-janji Bashar tentang reformasi kosong belaka."3.000 orang ditangkap dalam 4 minggu terakhir. 5.000 orang dipenjara selama 11 tahun ia memerintah. Orang-orang dihilangkan secara paksa. 1/4 juta orang terpaksa menjadi eksil. Bashar Al Assad tidak memenuhi tuntutan minimum sekalipun dari rakyat Suriah," kata Saffour.
Renata Permadi/ap,afp,rtr
Editor: Hendra pasuhuk