Tenaga Kerja Langka, Jerman Targetkan Mahasiswa dari India
26 April 2024Jerman sedang bergulat dengan kekurangan tenaga kerja terampil dan populasi yang makin menua, dengan proyeksi yang menunjukkan defisit 7 juta pekerja terampil pada tahun 2035.
Dengan sekitar 700.000 lowongan kerja yang belum terisi, potensi pertumbuhan ekonomi negara ini kini turun menjadi sekitar 0,7% dari sekitar 2% pada tahun 1980an. "Angka ini akan turun lagi menjadi 0,5% jika negara gagal menyelesaikan masalah ini," kata Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck, seraya menekankan pentingnya migrasi dalam menjembatani kesenjangan yang semakin besar ini.
Melibatkan populasi mahasiswaIndia dalam angkatan kerja Jerman mungkin merupakan bagian dari solusi. Menurut Kantor Statistik Federal, ada sekitar 43.000 mahasiswa India yang terdaftar di universitas-universitas Jerman.
"Mahasiswa internasional berjumlah sekitar 14% dari seluruh mahasiswa di Jerman," kata Michael Flacke, juru bicara Layanan Pertukaran Akademik Jerman, DAAD. Mahasiswa internasional sering kali disebut sebagai "imigran ideal” karena mereka pernah tinggal di Jerman dan mempelajari bahasa Jerman, tambah Michael Flacke kepada DW.
"Pada saat yang sama, kita tahu bahwa mempelajari bahasa Jerman, menemukan jalan dalam sistem universitas Jerman, yang sangat diarahkan pada kemandirian, dan transisi ke pasar tenaga kerja menimbulkan tantangan khusus bagi mahasiswa internasional,” katanya.
Enzo Weber, pakar penelitian ketenagakerjaan di Universitas Regensburg mengatakan, memanfaatkan sumber daya manusia internasional menjadi hal yang penting karena Jerman menghadapi populasi yang makin menua dan kekurangan pekerja terampil.
"Dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa internasional, negara ini tidak hanya bertujuan untuk menarik individu-individu yang terampil, tetapi juga untuk menumbuhkan banyak talenta untuk angkatan kerja,” kata Weber.
Bekerja sambil kuliah
Undang-Undang Imigrasi Terampil yang baru-baru dikeluarkan di Jerman juga mengizinkan mahasiswa internasional untuk bekerja 20 jam per minggu – dua kali lipat dari batas sebelumnya.
Suryansh mahasiswa asal India berusia 35 tahun yang sedang mengejar gelar Ph.D. dalam ilmu material komputasi dan nanofisika teoretis di Universitas Teknologi Dresden kepada DW mengatakan, undang-undang baru ini menguntungkan mahasiswa yang bekerja.
"Jika Anda memiliki keterampilan dan sertifikasi yang tepat, dengan gaji yang layak, hidup menjadi lebih mudah. Selain itu, ada pilihan untuk tinggal permanen,” katanya, seraya menambahkan bahwa peluang dapat ditemukan di berbagai bidang, termasuk sektor teknologi tinggi seperti semikonduktor dan komputasi kuantum.
"Dari apa yang saya lihat, tingkat penempatannya cukup bagus,” katanya dan menambahkan banyak orang di laboratoriumnya menerima tawaran pekerjaan.
Meskipun Undang-Undang Imigrasi Terampil di Jerman memprioritaskan kualifikasi, menurut Enzo Weber, masih terdapat tantangan karena kompleksitas sistem pendidikan Jerman.
"Efektivitas undang-undang ini bergantung pada faktor-faktor seperti digitalisasi dan dukungan integrasi praktis,” katanya.
Michael Flacke mengatakan kekurangan tenaga kerja terampil sangat parah tidak hanya terjadi di sektor perawatan dan layanan kesehatan, tetapi juga di profesi IT dan teknik. Pelajar India di Jerman terdaftar dalam kursus IT dan teknik dengan tingkat di atas rata-rata, menjadikan mereka kelompok yang penting bagi pasar tenaga kerja dan untuk mengatasi kekurangan pekerja terampil, jelasnya.
Masih banyak rintangan kebijakan dan birokrasi
Enzo Weber dari Universitas Regensburg mengatakan, sektor teknik Jerman mengalami permintaan yang tinggi akan tenaga profesional yang terampil, terutama di tengah transformasi yang didorong oleh digitalisasi di berbagai bidang seperti permesinan dan energi.
"Dengan meningkatnya kelangkaan tenaga kerja dan menyusutnya jumlah angkatan kerja di Jerman karena angka kelahiran hanya sebesar 1,4, masuknya talenta internasional menjadi faktor penting untuk mempertahankan daya saing,” jelasnya. Dia menekankan pentingnya menarik dan mempertahankan individu-individu terampil di sektor teknis untuk memenuhi permintaan tenaga kerja di industri Jerman.
Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Langkah-langkah proaktif perlu diterapkan oleh universitas dan perusahaan untuk memastikan kelancaran transisi mahasiswa memasuki dunia kerja. Mahasiswa masih membutuhkan kejelasan hukum untuk dapat tinggal di Jerman setelah menyelesaikan studinya dan mendapatkan kontrak kerja.
Menurut Weber, "hal ini melibatkan pembelajaran dari negara-negara seperti Kanada, membangun saluran komunikasi yang jelas, menangani formalitas hukum secara efektif, dan memberikan kejelasan untuk tetap tinggal (di Jerman) setelah studi."
Selain itu, dengan mempertimbangkan tren global seperti angkatan kerja yang menua di AS, Jerman harus "membuat undang-undang imigrasi yang kompetitif dan mudah diakses, menyederhanakan proses, menawarkan pilihan visa yang beragam, dan mendorong integrasi yang lancar bagi mahasiswa dan pekerja internasional,” pungkas Weber.
(hp/as)