Sektor Pariwisata Afrika Mulai Bangkit
28 Mei 2022Grand Daddy Hotel di pusat Cape Town, Afrika Selatan, terlihat ramai. Para tamu berkerumun di meja resepsionis. Manajer Dane van Heteren hanya mengucap satu kata untuk menggambarkan perasaannya:: "Akhirnya…."
Selama pandemi, hotel kecil itu harus ditutup sementara, sebagian karyawan diberhentikan atau gaji dipotong. Sekarang, kata Dane van Heteren, semua sudah kembali. Sebelum pandemi corona, tingkat okupansi hotel ini rata-rata di atas 80 persen. Pada bulan Februari tahun ini, tingkat okupansi mulai mencapai angka 50 persen.
Selama berbulan-bulan, pusat kota Cape Town terasa seperti kota hantu — tetapi sekarang tidak lagi. Pariwisata mulai bangkit, dan turis kembali terlihat berjalan-jalan di jalanan, restoran baru telah dibuka. Kemacetan lalu lintas pada jam-jam sibuk juga kembali. Pada April 2022, menurut otoritas Pariwisata Cape Town, 74 persen lebih banyak turis internasional tiba di kota dibanding April 2019 sebelum pandemi dimulai. Banyak maskapai penerbangan yang sekarang menambahkan penawaran rute.
Elcia Grandcourt, Direktur Regional Afrika dari Organisasi Pariwisata Dunia PBB, UNWTO, baru-baru ini menghadiri pameran dagang pariwisata terbesar Afrika di Durban, dan menerima banyak tanggapan positif dari para operator tur. Banyak negara mendapat manfaat dari kampanye promosi yang berlangsung selama pandemi, kata Elcia Grandcourt. Destinasi-destinasi seperti Kenya, Maroko, Tunisia, Tanjung Verde dan Mauritius berhasil tetap menjadi destinasi yang dicari. Selain itu, makin banyak orang Afrika yang berlibur di benua itu.
Sektor pariwisata berjuang menyesuaikan diri
"Tetapi ada kekhawatiran baru. Serangan militer Rusia di Ukraina dan dampak ekonomi selanjutnya juga akan berdampak pada sektor perjalanan," kata Elcia Grandcourt. Sektor ini tidak akan pulih secepat yang diharapkan banyak orang, tambahnya. Pembatasan perjalanan juga masih ada di beberapa negara, dan aturannya terus berubah.
Jane Berky, turis dari AS, merasakan kekacauan karena beberapa perubahan terkait pandemi selama perjalanan baru-baru ini ke Republik Kongo. Dia awalnya berencana untuk melakukan perjalanan melihat gorila di utara negara itu dua tahun lalu, tetapi harus ditunda karena pandemi. Ketika tur akhirnya dimungkinkan lagi, tur itu gagal pada menit terakhir. Dia tidak bisa mengambil penerbangan yang dia pesan, karena aturan transit telah berubah secara spontan di Kenya, tempat persinggahan dalam perjalanannya. Dia akhirnya harus memesan ulang penerbangannya. Tapi dia menerima semuanya dengan santai.
"Inilah dunia yang kita tinggali sekarang," kata Jane Berky. "Anda bisa duduk di rumah dan membiarkan semuanya berlalu begitu saja, atau Anda bisa bepergian dan memanfaatkannya sebaik mungkin. Apakah akan lebih baik tanpa pembatasan itu? Tentu saja. Tapi apakah saya tidak akan bepergian karena itu? Tentu saja tidak."
Mulai bangkit setelah dihantam gelombang pandemi
Berky senang dia bisa mengamati sekelompok gorila di hutan — dari kejauhan dan sambil mengenakan topeng FFP2. Raphael de Laage de Meux juga senang akhirnya bisa mendapat tamu seperti Berky lagi. Dia bekerja untuk Congo Conservation Company, yang mendanai proyek konservasinya dengan ekowisata untuk pelancong berkantong tebal. Para tamu membayar lebih dari 10.000 dolar AS untuk berkunjung. "Wisatawan membawa pendapatan bagi masyarakat di sini," katanya. "Sembilan puluh sembilan persen karyawan kami berasal dari desa. Jadi taman nasional juga memberikan nilai bagi mereka. Mereka melihat bahwa melindungi alam juga memberi mereka penghasilan." Selama lebih dari setahun, tidak ada turis di wilayah tersebut.
Kembali di Cape Town. Meskipun jumlah tamu meningkat, manajer hotel Dane van Heteren tetap harus menawarkan potongan harga untuk menarik cukup banyak tamu ke hotel. "Sayangnya, orang tidak memesan jauh-jauh hari seperti sebelum COVID," katanya. "Kami mendapatkan makin banyak pemesanan di menit-menit terakhir. Itu adalah kutukan dan berkah pada saat yang sama."
Dia berharap, keadaan akan kembali normal ketika musim puncak liburan berikutnya dimulai akhir tahun ini. Tapi angka infeksi COVID saat ini meningkat lagi, dengan gelombang kelima telah dimulai di Afrika Selatan. Bahkan jika para ahli virologi mengatakan angka pasiendi rumah sakit rendah, Dane van Heteren telah belajar dalam beberapa bulan terakhir untuk hati-hati. "Pada gelombang pertama, kami mengatakan: ini tidak akan pernah terjadi lagi. Kemudian dating gelombang dua, dan gelombang ketiga… dan kami mendapat pelajaran."
(hp/yf)