Saking Kepanasan, Qatar Pasang Pendingin Udara di Luar
26 Oktober 2019Negara di mana suhu musim panas sekarang mencapai 46 derajat Celsius ini telah memulai pemasangan AC stadion sepak bola guna persiapan penyelenggaraan Piala Dunia pada 2022. Hajatan sepak bola terbesar sedunia ini sendiri sendiri tertunda karena udara panas yang ekstrem.
Pendingin udara berukuran raksasa juga telah dipasang di sepanjang trotoar dan bahkan di pusat perbelanjaan luar ruangan sehingga angin sejuk memungkinkan orang-orang untuk dapat terus beraktivitas.
Tetapi pendingin udara luar adalah bagian dari lingkaran setan yang berputar kian cepat. Ini karena listrik di Qatar berasal dari bahan bakar fosil yang melepaskan sejumlah besar karbon dioksida ke atmosfer dan menyebabkan darurat iklim.
Menurut Bank Dunia, Qatar adalah negara penghasil emisi gas rumah kaca per kapita terbesar, hampir tiga kali lebih banyak dari Amerika Serikat dan hampir enam kali lebih banyak dari Cina. Negara Timur Tengah ini menggunakan sekitar 60 persen listriknya untuk mendinginkan udara. Sementara di Cina dan India, penggunaan penyejuk udara menyumbang kurang dari 10 persen dari keseluruhan penggunaan listrik.
Konferensi Pendinginan dan Pemanasan Distrik Internasional memperkirakan total kapasitas pendinginan di Qatar, beserta emisi yang dihasilkannya, pada tahun 2030 akan mencapai nyaris dua kali lipat daripada tahun 2016.
"Jika pendingin udara dimatikan, keadaannya akan sangat tak tertahankan. Anda tidak dapat berfungsi secara efektif,” ujar Yousef al-Horr, pendiri Organisasi Teluk untuk Penelitian dan Pengembangan, mengatakan kepada The Washington Post.
Di daerah perkotaan yang berkembang pesat di seluruh Timur Tengah, beberapa kota diramalkan tidak bisa lagi dihuni, ujar Mohammed Ayoub, direktur peneliti senior di Institut Penelitian Lingkungan dan Energi Qatar.
Panas yang mematikan
"Kita berbicara tentang kenaikan suhu 4 hingga 6 derajat Celsius di daerah yang suhunya sudah tinggi," kata Ayoub. Bahaya akutnya lebih disebabkan oleh kelembaban. Ketika kelembaban sangat tinggi, penguapan dari kulit melambat atau berhenti.
"Jika udara panas dan lembab, dan kelembaban relatif mendekati 100 persen, Anda bisa mati karena panas yang Anda hasilkan sendiri," kata Jos Lelieveld, dari Institut Kimia Max Planck di Jerman.
Temperatur udara di Qatar telah meningkat lebih dari 2 derajat Celsius dibandingkan masa pra-industri. Ini karena sifat perubahan iklim yang tidak merata dan lonjakan konstruksi yang turut mempengaruhi iklim di ibu kota Doha, kata para ilmuwan.
Sebuah televisi Jerman melaporkan adanya ratusan kematian di kalangan pekerja asing di Qatar dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini mendorong penerapan aturan baru terhadap pekerjaan di luar ruangan.
Pemerintah Qatar mengatakan bahwa Piala Dunia akan diselenggarakan dengan jejak karbon netral, dan baru-baru ini meluncurkan rencana untuk menanam sejuta pohon. Ide ini dikecam oleh seorang pakar dan dianggap "tidak realistis.”
Kekhawatiran jika penggemar sepak bola yang berkunjung ke negara itu pingsan atau bahkan mati akibat udara panas mendorong Qatar menunda penyelenggaraan Piala Dunia selama lima bulan.
ae/yp (independent)