Perdagangan Manusia di Vietnam Meningkat di Tengah COVID-19
12 Juni 2021Lonjakan kasus COVID-19 dan kesulitan finansial yang menjadi imbasnya telah mendorong peningkatan perdagangan orang dan penyelundupan manusia di Vietnam, organisasi hak asasi manusia telah memperingatkan. Meski Vietnam telah menutup perbatasannya di tengah pandemi, para penyelundup dan pedagang manusia menemukan cara baru untuk mengangkut orang tidak hanya di dalam negeri tetapi juga melintasi perbatasan.
Michael Brosowski, salah satu pendiri Blue Dragon Foundation, sebuah organisasi di Hanoi, Vietnam, yang bergerak di bidang penyelamatan anak-anak korban perdagangan manusia, mengatakan sebagian besar kasus perdagangan manusia yang dia tangani melibatkan anak perempuan dan perempuan dari berbagai etnis minoritas.
Klaster infeksi COVID-19 telah bermunculan di provinsi yang hidup dari sektor industri yakni Bac Giang di utara Vietnam. Brosowski mengatakan ada laporan tentang gadis remaja yang diperdagangkan ke bar karaoke, yang diduga merupakan tempat pelacuran terselubung.
"Bar-bar karaoke ini melayani pekerja di kawasan industri itu dan di sanalah COVID-19 merebak, jadi saya pikir ada hubungan antara dua krisis tersebut dan ini menunjukkan perlunya regulasi yang lebih baik di lokasi industri besar seperti ini," kata Brosowski kepada DW.
Rute perdagangan ke Cina dan Myanmar
Brosowski mengatakan bahwa meskipun perbatasan Vietnam telah ditutup, perdagangan dan penyelundupan manusia masih terjadi ke negara tetangga di Cina.
Pada tahun lalu, lebih dari 70 orang telah diselamatkan oleh organisasi Blue Dragon dari dalam wilayah Cina. Hingga bulan Januari lalu, Blue Dragon telah menyelamatkan 1.000 orang yang menjadi korban sindikat perdagangan dan penyelundupan manusia. Pihak berwenang Cina dan Vietnam telah bekerja sama untuk menyelamatkan dan mengembalikan para penyintas perdagangan manusia ke kampung halaman masing-masing.
Menurut laporan media lokal Vietnam, terdapat sejumlah perempuan hamil yang tengah dihimpit kesulitan ekonomi telah menyeberang secara ilegal ke Cina dengan bantuan jaringan penyelundupan. Bayi mereka kemudian dijual.
Brosowski mengatakan bahwa Cina telah meningkatkan sistem pengawasan komunitasnya dalam beberapa tahun terakhir, karena itu pihak berwenang berhasil menemukan orang-orang yang diperdagangkan antara 10 dan 30 tahun yang lalu.
"Kami menangani situasi baru-baru ini di mana seseorang telah diperdagangkan 20 tahun yang lalu dan saat itu mungkin masih berusia remaja, dan dalam kasus-kasus tersebut, orang yang selamat itu akan membutuhkan perawatan yang cukup intensif dalam waktu lama," kata Brosowski, menambahkan bahwa gadis dan perempuan dari Vietnam terus diperdagangkan ke Cina sebagai calon pengantin.
Menurut Brosowski, kudeta militer di Myanmar telah menjadikan negara itu sebagai titik panas bagi para penyelundup karena lemahnya penegakan hukum. "Para penyelundup secara langsung mengeksploitasi kekacauan pengambilalihan militer, jadi itu adalah perkembangan baru yang tengah kita hadapi."
Mencegah perdagangan manusia
Diane Truong adalah direktur komunikasi di Pacific Links Foundation, sebuah organisasi yang bergerak melawan perdagangan manusia dan menangani reintegrasi dan pemberdayaan para penyintas.
"Kami sangat berpusat pada pemberdayaan perempuan dan pemuda dan kami memandang perdagangan manusia sebagai masalah pembangunan," kata Truong di California, Amerika Serikat, kepada DW.
Truong mengatakan peran komunitas paling rentan di Vietnam sangat penting untuk mencegah perdagangan manusia. Yayasan ini menyediakan pelajaran bahasa Inggris online, perkemahan musim panas, dan beasiswa bagi kaum muda yang kurang beruntung dari komunitas miskin.
"Kami mengadakan pelatihan dengan sekolah, pekerja pabrik, dan manajer mereka, dan kami juga memiliki aplikasi yang kami luncurkan secara khusus berfokus pada pekerja migran yang membantu mereka membuat keputusan untuk hidup yang lebih baik," kata Truong.
Jaringan penyelundupan orang Vietnam di Eropa
Truong mengatakan yayasan itu juga menangani orang Vietnam yang diperdagangkan atau diselundupkan ke seluruh Eropa. Ibu kota Jerman, Berlin, telah menjadi pusat penting bagi jaringan perdagangan dan penyelundupan manusia.
Pada bulan Maret tahun lalu, polisi Jerman melakukan serangkaian penggerebekan di seluruh negeri untuk menumpas jaringan tersangka penyelundupan orang dari Vietnam.
Selama razia tersebut, polisi mengeluarkan 13 surat perintah penangkapan dan menahan enam tersangka. Mereka diburu atas tuduhan terkait dengan penyelundupan sedikitnya 155 orang Vietnam ke Jerman sejak tahun 2018.
Pertama-tama, orang-orang yang akan diperdagangkan ini diterbangkan dari Vietnam ke Eropa Timur. Dari sana mereka diangkut melalui rute yang berbeda ke Berlin, melintasi Jerman dan menuju negara lain, termasuk Prancis, Belgia, dan Inggris.
Penyelundup manusia diperkirakan menerima bayaran antara 5.000 dolar AS (sekitar 71 juta rupiah) hingga dan $20.000 (Rp280 juta) untuk tiap-tiap operasi penyelundupan. Para penyelundup menahan orang-orang ini di jaringan rumah persembunyian sampai mereka bisa melunasi harga untuk biaya penerbangan dan visa.
"Tentu saja, hal lain yang sedang kami kerjakan adalah pelatihan peningkatan kapasitas kami di Eropa, jadi melakukan pelatihan untuk para responden garis depan, termasuk penegak hukum dan pekerja sosial, dan berkolaborasi dalam mendukung (orang yang rentan menjadi) calon korban," kata Truong.
ae/yp