Pelapor Mesir di Jaringan Sosial
12 Juli 2013Sami Magdy, redaktur portal berita Mesir, Masrawy, mengatakan, mereka setiap hari menerima puluhan email dari biro pers militer dan Ikhwanul Muslimin, lengkap dengan foto dan video. Menurutnya, kedua pihak berusaha mempengaruhi laporan Masrawy. Pasalnya, setelah militer menggeser Presiden Mohammed Mursi yang merupakan tokoh Ikhwanul Muslimin, pendukung kedua kubu saling serang lewat jaringan sosial, terutama facebook dan twitter.
Facebook dan Twitter bagi Politisi
Anna Antonakis-Nashif, pakar ilmu Politik dan peneliti media sosial di dunia Arab pada Yayasan Ilmu Pengetahuan dan Politik di Berlin mengatakan, "Sejak revolusi 2011, diskusi-diskusi di internet semakin dikendalikan oleh kepentingan partai politik, sebab politisi menyadari, facebook dan twitter adalah sarana yang sangat berpengaruh." Baik militer maupun Ikhwanul Muslimin membuat akun facebook dan twitternya sendiri saat revolusi 2011. Menurut Internetworldstats, jumlah pengguna facebook di Mesir meningkat dari sekitar 6,5 juta pada April 2011 menjadi lebih dari 12 juta pada Desember 2012.
Persaingan Material Video
Video menayangkan demonstran yang berlumuran darah, penembakan. Pertikaian antara aparat keamanan dan Islamis dapat diakses di jaringan sosial. Di antaranya, video dari Ahmed Samir Assem yang memperlihatkan seorang penembak jitu di atas atap yang sedang melepaskan tembakan. Kemudian rekaman video itu tiba-tiba terputus. Ahmed Samir Assem yang membuatnya memang tewas saat itu. Jurnalis (26 tahun) itu bekerja bagi sebuah harian milik Ikhwanul Muslimin. Video tersebut ditayangkan untuk memperlihatkan bahwa seorang penembak jitu militer, Senin 8 Juli 2013 telah menembak mati Ahmed Samir Assem. Menurut keterangan resmi, setidaknya 51 orang tewas dan 435 orang cedera dalam bentrokan antara Islamis dan militer di Kairo hanya pada hari itu.
Tidak lama setelah video itu dapat diakses di internet, militer mengeluarkan sejumlah video tandingan lewat facebook dan twitter. Salah satunya berisikan ancaman akan menangkap orang yang menghasut rakyat. Di video lainnya terlihat seorang pria berpakaian hitam dengan masker hitam yang mengarahkan tembakan kepada seorang aparat keamanan. Pesannya adalah, militer membela diri dan tidak sembarangan melepaskan tembakan. Namun pada video ini tidak terlihat siapa yang memulai konflik.
Pengecekan Video dan Foto
Masalahnya, video dan gambar-gambar digunakan untuk memobilisasi pendukung. Aktualisasinya demikian cepat sehingga pengguna tidak sempat memeriksa kebenaran informasi, ujar Anna Antonakis-Nashif. Sami Magdy juga berpendapat sama sembari mengatakan, banyak informasi palsu yang memuat propaganda. Misalnya, baru-baru ini Ikhwanul Muslimin menayangkan foto dari anak-anak yang tewas untuk membuktikan kesadisan militer. Ternyata dengan cepat terbukti, itu adalah foto-foto anak Suriah.
Moderat kurang diminati
Suara moderat di jaringan sosial tidak begitu diminati di saat kritis semacam ini. Misalnya yang dialami operator situs internet "We are all Khaled Said" yang setelah lengsernya Mursi, mengumumkan untuk bersikap netral. Pengumuman ini menimbulkan keberangan banyak pengguna. Sebenarnya perdebatan di internet itu beragam, papar Antonakis-Nashif, namun orang tidak selalu mengikutinya. Sering pengguna hanya ingin pro dan kontra saja. Dan ini yang membuat perpecahan, tukasnya.