1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Bencana

Pelajaran tentang Pentingnya Siaga Bencana dari Pembuat Film

22 Juli 2021

Johan Nijenhuis memproduksi sebuah film dan serial yang berfokus pada risiko badai dan banjir di negara asalnya, Belanda. Dia bercerita kepada DW mengapa siaga bencana menjadi titik fokusnya.

https://p.dw.com/p/3xmVV
Banjir di Schuld, Jerman
Potensi luapan sungai untuk menjadi banjir yang menyebabkan kerusakan seringya tidak dianggap serius. Gambar: banjir di kota Schuld, JermanFoto: Wolfgang Rattay/REUTERS

Produser film Belanda, Johan Nijenhuis, masih pelajar pertukaran berusia 16 tahun ketika ia pertama kali menjalanilatihan gempa di Los Angeles, California.

"Semua orang diinstruksikan tentang apa yang harus mereka lakukan ketika gempa bumi melanda Los Angeles. Semua siswa harus berlindung di bawah meja. Kami diberi tahu bagaimana cara merasakan gempa susulan, apa yang harus dilakukan ketika gedung runtuh, dan di mana harus berkumpul untuk bertemu dengan petugas penyelamat," jelasnya kepada DW.

Pada saat itu, dia bertanya-tanya dalam hati bagaimana teman-temannya di California dapat menjalani seluruh hidup mereka di daerah yang rawan gempa. Mereka menjawab bahwa dia adalah orang yang tepat untuk diajak bicara, karena dia sendiri berasal dari negara yang sebagian besar daratannya berada di bawah permukaan laut.

"Dari sudut pandang mereka, justru kami yang konyol. Anehnya, kami tidak pernah berlatih untuk itu. Saya kira ini juga terjadi di kota-kota di Jerman yang terkena dampak saat ini," kata Nijenhuis, merujuk pada banjir mematikan baru-baru ini yang menghancurkan sebagian besar wilayah barat Jerman. "Tidak pernah ada di pikiran kita apa yang harus dilakukan ketika air melanda," tambahnya.

Siagalah, selalu!

Realitas inilah yang telah menginspirasinya untuk membuat dan memproduksi film dan miniseri yang berfokus pada kerusakan akibat badai dan banjir.

Kesiapsiagaan, atau tidak adanya kesiapan, adalah titik fokus dari enam bagian miniseri Belanda berjudul The Swell ini. Produksi 2016 menggambarkan apa yang terjadi ketika badai paling kuat dalam sejarah menghantam Belanda dan negara tetangga Belgia. Drama ini menampilkan beberapa alur cerita: Seorang perdana menteri yang tengah mempertimbangkan evakuasi massal, sipir penjara menghadapi narapidana yang gelisah di penjara yang terletak di bawah permukaan laut, dan sebuah keluarga yang berduka karena kehilangan seorang anak yang hanyut tersapu banjir.

Saat tengah melakukan riset untuk miniseri tersebut, Nijenhuis menemukan beberapa laporan menarik. Salah satunya adalah latihan darurat yang pernah dilakukan oleh pemadam kebakaran dan layanan darurat Belanda yang melibatkan evakuasi 60 penghuni panti jompo, termasuk para penghuninya yang harus dievakuasi bersama tempat tidur mereka.

"Dan mereka (layanan darurat) melakukan pekerjaan yang luar biasa. Mereka mengeluarkan orang pertama dalam waktu dua jam! Jadi bayangkan: Apa yang akan terjadi jika Anda harus mengevakuasi 60 orang lanjut usia? ... Anda harus mengeluarkan orang-orang ini dengan cara yang tepat."

Hasil latihan itu kontras dengan apa yang terjadi minggu lalu saat banjir melanda Sinzig, sebuah kota di distrik Ahrweiler yang dilanda banjir parah. Di sana, 12 orang penyandang disabilitas tenggelam karena tidak bisa dievakuasi tepat waktu. 

Johan Nijenhuis, pembuat film asal Belanda
Johan Nijenhuis, pembuat film asal BelandaFoto: Piroschka van de Wouw/ANP/picture alliance

Meskipun secara pribadi Nijenhuis tidak pernah mengalami peristiwa banjir apa pun, ia meneliti risiko banjir di Amsterdam setelah mantan istrinya, yang selalu bersiap untuk kemungkinan bencana, menyarankan agar mereka pindah dari rumah mereka ke suatu tempat di dataran tinggi.

Korban banjir di Jerman sebagian besar tidak siap menghadapi besarnya skala kehancuran, dan sekarang banyak yang bertanya mengapa pihak berwenang tidak bertindak atas peringatan banjir ekstrem yang dikeluarkan awal pekan lalu oleh Sistem Kesadaran Banjir Eropa (EFAS). Profesor Hannah Cloke, ahli hidrologi yang mendirikan dan menjadi penasihat EFAS, mengatakan kepada laman Politico bahwa jumlah korban tewas di Jerman adalah "kegagalan monumental sebuah sistem."

Tunjukkan realitas bencana lewat seni

Nijenhuis juga memproduksi film berjudul The Storm pada tahun 2009. Film ini berlatar belakang banjir Laut Utara tahun 1953 yang melanda Belanda, barat laut Belgia, Inggris, dan Skotlandia. Kombinasi angin, pasang naik, dan tekanan rendah menyebabkan laut menembus sebagian besar tembok yang dibuat untuk menahan air dan mengakibatkan banjir hingga ketinggian 5,6 meter di atas permukaan laut.

Hal ini kemudian menyebabkan pembangunan Delta Works di barat daya Belanda yaitu serangkaian perangkat ekstensif di mulut sebagian besar muara. Perangkat ini dapat ditutup dalam keadaan darurat untuk mencegah gelombang banjir.

"Film (The Storm) tentu saja terinspirasi oleh peristiwa bersejarah, tetapi serial (The Swell) sangat terinspirasi oleh seberapa baik kita melindungi diri. Ketika saya melakukan penelitian untuk serial tersebut, saya menemukan bahwa kebanyakan orang di Belanda memang khawatir tentang laut yang membanjiri daratan. Namun kenyataannya, sungai yang membanjiri daratan adalah bahaya yang jauh lebih realistis," kata Nijenhuis.

Kesadaran iklim atau ketakutan yang berlebihan?

Dapatkah serial seperti The Swell, atau film dan buku dengan sudut pandang yang sama, dapat membantu meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim, atau malah memicu ketakutan yang tidak perlu? 

Nijenhuis mengatakan bahwa melalui reaksi yang dia lihat di Twitter terhadap miniseri tersebut, "Bahayanya menjadi nyata bagi banyak orang, dan orang-orang yang khawatir telah melakukan penelitian mereka." Namun, dia mengatakan bahwa banjir baru-baru ini di Eropa barat telah menciptakan kesadaran yang jauh lebih besar. 

"Fakta bahwa perubahan iklim telah tiba adalah sesuatu yang saya pikir 99% dari orang-orang di kedua negara (Jerman dan Belanda) setuju. Perubahan iklim telah tiba ... hampir terlambat untuk menghentikannya. hal yang harus kita pelajari sekarang adalah bagaimana kita bisa melindungi diri kita sendiri."

Selalu perhatikan wilayah sekitar

Nijenhuis mengatakan dia bukanlah orang yang pesimistis. Namun mengatakan bahwa perubahan akan terjadi setiap 50 atau 100 tahun sekali, "Dan hal yang sama berlaku untuk cara kita melindungi diri dari air."

Ini berarti memikirkan kembali di mana harus membangun area perumahan. Nijenhuis menjelaskan bagaimana di Belanda, peringatan yang datang dari para petani agar tidak membangun rumah terlalu dekat dengan badan air terkadang tidak diindahkan. Ini pada akhirnya akan merugikan pemilik rumah.

"Kita harus perhatikan baik-baik di mana kita membangun rumah. Dari serial itu, saya mengetahui bahwa daerah-daerah tertentu akan terkena banjir dan genangan. Kalau lantai rumah sesekali basah, itu tidak bisa dicegah, tapi kita harus memastikan bahwa tidak ada kematian yang tragis pada saat yang sama."

ae/hp