Pilih Ubah Nasib di Eropa Ketimbang Timur Tengah atau Asia?
21 Agustus 2024Narendra Bhattarai yang berasal dari Distrik Panchthar, Nepal, adalah seorang penulis, penyair, dan calon pembuat film di negara asalnya, sebelum kemudian pindah ke Qatar guna mencari peluang yang lebih baik pada tahun 2007.
Bhattarai merencanakan kepindahannya dengan hati-hati. Seniman itu membayar seorang agen sejumlah besar uang untuk memastikan dia akan mendapatkan pekerjaan sebagai pengemudi dengan gaji yang relatif tinggi.
Namun setibanya di Qatar, dia dipaksa bekerja sebagai pekerja konstruksi. Dia dijamin mendapat 900 riyal Qatar (sekitar 3,8 juta rupiah) per bulan tetapi akhirnya hanya menerima 600 riyal (sekitar 2,6 juta rupiah).
"Saya bermimpi memberikan kehidupan yang berkualitas bagi keluarga saya tetapi saya akhirnya menjadi korban eksploitasi tenaga kerja," papar Bhattarai kepada DW.
Bhattarai harus bekerja sangat keras di Qatar untuk membayar utangnya selama beberapa tahun. Dia kemudian kembali ke Nepal, membuat puisi-puisi lagi seperti sebelumnya dan membuat film, sambil terus berjuang untuk mencari nafkah.
Pada tahun 2019, seniman tersebut bepergian ke Portugal untuk menonton film, dan mengetahui bahwa ia dapat mengajukan permohonan izin tinggal dan bekerja secara legal di negara-negara Uni Eropa. Ia memutuskan untuk tetap tinggal.
"Izin tinggal jangka panjang di Eropa berarti memberikan kepastian di masa depan bagi saya dan keluarga saya," ujarnya kepada DW.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Portugal membuka gerbang pada akhir tahun 2010-an
Bhattarai adalah salah satu dari beberapa ratus orang Nepal yang mendapatkan pekerjaan di Portugal pada tahun 2019.
Data resmi dari pemerintah Nepal menunjukkan bahwa hanya 25 orang yang menerima izin kerja di Portugal pada tahun 2018, tetapi jumlahnya melonjak menjadi 461 orang pada tahun berikutnya.
Portugal membutuhkan pekerja dengan tingkat keterampilan yang lebih rendah, dan mengizinkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan "terutama di bidang pertanian dan pariwisata," demikian menurut sebuah riset di Eropa yang bertajuk: "Memikirkan Kembali Pendekatan terhadap Migrasi Tenaga Kerja - Studi Lengkap Kasus Portugal."
Antara tahun 2019 dan 2024, banyak negara Eropa melaporkan jumlah pekerja Nepal mereka meningkat lebih dari dua kali lipat, dengan Rumania memimpin dengan peningkatan sebesar 640%.
Mengapa Eropa menjadi lebih populer?
Sementara negara-negara seperti Kuwait juga mengalami lonjakan pekerja migran Nepal pada periode yang sama, para pakar meyakini pola migrasi tenaga kerja Nepal sedang bergeser.
Alih-alih mencari penghidupan yang layak di Asia dan di kawasan Teluk, banyak pekerja memilih negara-negara Uni Eropa seperti Polandia, Rumania, Portugal, Malta, Hungaria, Kroasia, dan lainnya sebagai rumah baru mereka.
Sebagian dapat dijelaskan secara sederhana dengan peluang penghasilan yang lebih baik dan akses yang lebih mudah ke pekerjaan di luar negeri.
"Struktur sosial budaya kami telah membentuk psikologi kami untuk menabung demi masa depan," kata sosiolog Tikaram Gautam kepada DW.
"Karena globalisasi menawarkan banyak alternatif bagi para pekerja migran, mereka memilih destinasi yang dapat menghasilkan lebih banyak."
Namun, ada juga masalah gengsi dan tekanan dari teman.
Dipak Gautam, warga negara Nepal, telah bekerja sebagai penjaga keamanan di Dubai selama satu dekade dengan penghasilan yang cukup untuk dapat mengirim sebagian gajinya kembali ke negaranya, tetapi ia mengatakan bahwa ia masih dipandang rendah karena tidak bekerja di Eropa.
"Masyarakat Nepal menganggap bekerja di Eropa sebagai hal yang bergengsi, sementara kami yang bekerja di Teluk dianggap sebagai pecundang," katanya.
Masyarakat Nepal melihat negara-negara Eropa mampu menyediakan kondisi kerja yang lebih baik, upah yang lebih tinggi, dan lebih banyak peluang. Dipak mengatakan bahwa ia juga mencoba mengajukan visa kerja ke Polandia, tetapi ditolak dua kali.
Mengapa pekerja muda tinggalkan Nepal?
Menurut Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian, IFAD, kiriman uang dari pekerja migran menyumbang hingga 26,6% PDB Nepal, yang nilainya diperkirakan mencapai 11 miliar dolar AS, pada tahun 2023.
Pasar tenaga kerja di negara Himalaya tersebut terbebani oleh kekacauan politik, kurangnya rencana ketenagakerjaan berskala besar, dan manajemen sumber daya manusia yang tidak memadai.
Pada saat yang bersamaan, negara ini cukup liberal dalam hal sistem politik, pendidikan, dan akses ke teknologi.
Faktor-faktor ini, menurut pakar ketenagakerjaan Meena Poudel, telah membuat warga negara Nepal lebih mendapat akses informasi dan meningkatkan harapan mereka terhadap pemerintah.
"Mereka menyadari perkembangan global, tetapi mereka tidak dapat membandingkan pengalaman ini dengan apa yang mereka dapatkan di Nepal," jelasnya.
Lebih sedikit pekerjaan untuk pekerja tidak terampil
Dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara seperti Malaysia atau negara-negara Timur Tengah telah meningkatkan standar untuk tenaga kerja migran.
"Pengusaha juga mulai mencari tenaga kerja terampil, yang memaksa orang-orang yang setengah terampil dan tidak terampil untuk mencari alternatif lain," kata Poudel.
Pada saat yang bersamaan, beberapa negara Eropa telah melonggarkan undang-undang imigrasi mereka, sehingga memudahkan pekerja asing untuk mendapatkan visa, khususnya di sektor-sektor seperti pertanian, tata graha, perhotelan, dan konstruksi.
Negara-negara Eropa juga dipandang memberikan lebih banyak kebebasan dengan risiko eksploitasi tenaga kerja yang lebih rendah.
Mewujudkan impian kehidupan yang lebih baik di Eropa
Sejak tahun lalu, Jerman telah membuat perubahan pada Undang-Undang Imigrasi Terampilnya, dengan memperkenalkan konsep "kartu peluang" bagi warga negara ketiga yang mencari pekerjaan.
Bijay Limbu pernah bekerja di Qatar sebelum pindah ke Malta enam bulan lalu dengan impian mencari pekerjaan di Jerman.
"Saya meningkatkan keterampilan dan mempelajari bahasanya agar dapat memenuhi persyaratan izin tinggal," katanya kepada DW.
Namun ia memperingatkan bahwa pekerjaan migran ada risiko akan ketidakpastian.
Portugal, rumah baru penulis Nepal Narendra Bhattarai, adalah lokasi ideal baginya untuk mengubah nasib. Namun perubahan hukum baru-baru ini telah menimbulkan lebih banyak hambatan bagi imigran baru yang ingin bekerja dan menetap di negara tersebut.
Bhattarai mengatakan bahwa ia "puas secara mental dan finansial" dengan kehidupannya di Portugal, yang memungkinkannya untuk kembali membangkitkan minatnya dalam menulis.
"Saya yakin saya datang ke Eropa pada waktu yang tepat," katanya. (ap/hp)