Turki: "Surga"-nya Operasi Plastik
20 Februari 2024"Sejak masih berusia 13 tahun, saya sudah ingin operasi hidung agar tambah mancung. Saya mendengar bahwa para dokter Turki sangat ahli dalam hal itu. Beberapa teman saya menjalani operasi serupa dan mereka sangat puas (dengan hasilnya)."
Karena alasan ini pula, ditambah iming-iming biayanya lebih murah untuk operasi hidung di Turki, warga Amerika Serikat, Benita Paloja, memutuskan untuk menjalani operasi hidung di Turki. Dia membayar 5.000 dolar AS atau sekitar 78 juta Rupiah untuk itu. Perempuan berusia 28 tahun itu sudah diizinkan terbang pulang ke negaranya, hanya satu minggu setelah hidungnya dirombak.
Pekerja penuh waktu di sektor keuangan dan juga berprofesi sebagai model ini puas dengan hidung barunya. Kini rasa percaya dirinya lebih besar dan mendapat lebih banyak pesanan sebagai model dibandingkan sebelumnya.
Perempuan muda ini juga antusias bercerita tentang perawatan menyeluruh di klinik tempatnya dioperasi. Dia masih berhubungan dengan tim medis di sana. "Saya bisa saja menjalani operasi di AS dan membayar $30.000 atau (sekitar 470 juta Rupiah) untuk itu, tapi saya pasti tidak akan mendapatkan perawatan dan bantuan seperti yang saya terima di Turki,” ujarnya.
Sejak pandemi COVID-19, Turki benar-benar mengalami lonjakan pariwisata kesehatan. Menurut badan negara yang bertanggung jawab USHAS, lebih dari 670.000 pasien dari luar negeri pergi ke Turki pada tahun 2021 dan menerima layanan kesehatan. Setahun kemudian, jumlahnya meningkat menjadi lebih dari 1,25 juta pasien, meningkat sebesar 88 persen. Dalam enam bulan pertama tahun lalu, angkanya tetap pada tingkat yang sebanding.
Pendapatan institusi kesehatan Turki dari bisnis ini juga tinggi, yakni mencapai lebih dari dua miliar dolar AS pada tahun 2022. Meskipun angkanya sedikit turun pada paruh pertama tahun 2023, para ahli mengatakan hal ini terutama disebabkan oleh gempa bumi dahsyat pada bulan Februari 2023, yang menewaskan lebih dari 50.000 orang.
Orang Jerman di Turki didahulukan
Menurut International Society for Aesthetic and Plastic Surgery (ISAPS), sebagian besar tamu asing pada tahun 2022 berasal dari Jerman, disusul Inggris Raya dan Swiss. Prosedur nonbedah yang paling populer adalah perawatan botoks dan asam hialuronat untuk mengatasi kerutan. Di bidang bedah, sedot lemak, operasi hidung, dan pembesaran payudara menempati tiga posisi teratas.
Turki juga menjadi semakin menarik untuk pemanjangan kaki. Pria Barat khususnya yang tidak puas dengan ukuran tubuhnya, beberapa dari mereka menjalani operasi bedah di Bosporus. Seperti misalnya Ash* yang berusia 31 tahun dari Amerika Serikat. Dia selalu tidak puas dengan proporsi tubuhnya. Dia sekarang memiliki tinggi badan 1,84 meter - dua belas sentimeter lebih tinggi dari sebelumnya. Dan dia merasa lebih percaya diri.
"Operasinya sangat menyakitkan dan masa pemulihannya memakan waktu yang sangat lama,” kenangnya, namun baginya hal itu tidak sia-sia. Operasi tersebut, kata Ash, telah meningkatkan peluangnya untuk dilirik lawan jenis dan merasa lebih dihargai.
Ahli ortopedi berpengalaman Yunus Öc dari Istanbul mengatakan dia telah melakukan lebih dari 200 operasi pemanjangan kaki dalam dua tahun terakhir saja. "Dulu, saya cenderung melakukan prosedur ini karena keperluan medis, setelah kecelakaan, atau karena pertumbuhan yang terhambat atau perawakan pendek,” katanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak orang datang kepadanya karena alasan estetika. Ia memperkirakan jumlah prosedur tersebut akan terus meningkat dalam tiga hingga lima tahun ke depan. Pada saat yang bersamaan dia memperingatkan agar tidak melakukan hal itu. Karena tidak seperti operasi hidung atau payudara, pemanjangan kaki lebih banyak konsekuensinya, jika hasil yang diinginkan tidak tercapai pada akhirnya.
Kasus keracunan akibat botoks perut
Faktanya, laporan komplikasi akibat bedah kosmetik di Turki belakangan ini semakin meningkat. Setahun lalu, Robert Koch Institut melaporkan sekitar 27 kasus keracunan setelah perawatan perut dengan botoks. Cairan disuntikkan ke dinding perut untuk menciptakan rasa kenyang lebih lama. Namun, metode ini menimbulkan efek samping yang serius pada beberapa pasien. Dalam kasus ini terjadi kelemahan otot, penglihatan kabur, kesulitan bernapas dan gejala kelumpuhan.
Operasi pengencangan pantat atau "Brazilian Butt Lift” di Istanbul juga berakhir fatal pada pertengahan Januari. Seorang ibu dari tiga anak dari Inggris menderita serangan jantung empat hari setelah operasi - yang disebabkan oleh emboli lemak, demikian laporan media Inggris. Dalam apa yang disebut "Brazilian Butt Lift", bokong menjadi empuk dan membesar karena lemaknya sendiri, yang menyebabkan kematian ibu muda tersebut.
Operasi di Turki jauh lebih murah
Mengapa kasus seperti ini terus terjadi? Apakah dokter atau klinik di Turki tidak cukup kompeten? Dr. Susanne Punsmann, seorang pakar dari pusat saran konsumen di Negara Bagian Nordrhein Westfallen menyarankan agar tidak melakukan generalisasi. "Di Turki, seperti di tempat lain, ada klinik yang baik dan buruk,” tegasnya, seraya menunjukkan bahwa istilah "ahli bedah kosmetik” tidak dilindungi undang-undang.
Oleh sebab itu ia merekomendasikan agar pihak-pihak yang ingin dioperasi menanyakan secara menyeluruh sebelum prosedur yang direncanakan mengenai kualifikasi apa yang dipunyai oleh sang dokter yang merawat atau seberapa sering mereka telah melaksanakan prosedur yang direncanakan. Ia juga menekankan bahwa dokter dengan kualifikasi yang sesuai disebut "spesialis bedah plastik dan estetika”. "Tetapi dokter lain – seringkali ahli bedah, dokter kulit atau ginekolog – juga diperbolehkan melakukan operasi kosmetik,” tambahnya.
Penting juga untuk melihat apakah dokter atau klinik tersebut memiliki sertifikasi sesuai standar Eropa, seperti misalnya simbol ISO, yang antara lain menunjukkan bahwa praktik tersebut diperiksa secara berkala. Namun pasien juga harus mencari tahu tentang bahan atau laboratorium yang digunakan.
Hati-hati terhadap praktik ilegal
Ali Ihsan Ökten dari Asosiasi Medis Turki TTB juga mendesak agar berhati-hati jika menyangkut praktik atau klinik yang tidak bersertifikat. Menurutnya, pesatnya pertumbuhan pariwisata kesehatan menyebabkan meningkatnya komersialisasi praktik semacam ini.
Faktanya, pasarnya sangat kompetitif. Dengan iklan yang agresif, pesan SMS dan WhatsApp serta harga yang murah, klinik-klinik itu berusaha menarik lebih banyak pelanggan di seluruh dunia. "Kriteria pengambilan keputusan untuk menjalani operasi kosmetika di Turki sering kali karena harganya yang murah. Ongkosnya bisa 70 persen lebih murah," kata pakar perlindungan konsumen Punsmann. Pembesaran payudara membutuhkan biaya setidaknya 4.500 Euro di Jerman, namun di Turki bisa dilakukan dengan biaya sekitar 2.500 Euro. Di Düsseldorf, Jerman, biaya pengecilan perut harganya sekitar 12.500 Euro, namun di Turki biayanya hanya sepertiga dari jumlah tersebut.
Apalagi dengan prosedur yang sangat mahal, banyak uang yang bisa dihemat di Turki, namun di lain pihak meningkatkan kesediaan banyak pihak yang berkepentingan dalam mengambil risiko. (ap/hp)
*Nama narasumber telah diubah oleh editor.
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!