Wawancara Dengan Nicholas Burns
6 September 2013Nicholas Burns bekerja sebagai pejabat tinggi di Kementerian Luar Negeri AS dari tahun 2005 sampai 2008. Sebelumnya ia menjadi wakil AS di NATO tahun 2001 sampai 2005. Saat ini ia menjadi Guru Besar Bidang Politik Internasional di Universitas Harvard.
DW: Sekarang ada debat tentang aksi militer terhadap rejim Assad yang dituduh menggunakan senjata kimia di Suriah. Apa Anda melihat ada upaya mencari posisi bersama di kalangan Uni Eropa?
Nicholas Burns: Saya mendapat kesan bahwa ada satu posisi bersama, yaitu melarang penggunaan senjata kimia. Eropa memainkan peran penting dalam perjanjian anti senjata kimia setelah Perang Dunia II dan selama era perang dingin. Jadi mayoritas negara-negara di Eropa menentang tindakan Assad menyerang penduduk sipil dengan senjata kimia. Perancis sudah menyatakan akan berpartisipasi dalam aksi militer Amerika Serikat. Ini semua merupakan dukungan kuat dari Eropa.
Tapi Eropa tidak sepakat tentang aksi militer dan dampaknya nanti, apakah baik atau tidak.
Memang tidak ada kesepakatan. Ini pola yang kita lihat selama 15 sampai 20 tahun terakhir di negara-negara NATO. Antara Eropa, Amerika dan Kanada sering terjadi perbedaan pandangan tentang pengerahan militer. Dalam kasus Irak, dan pada awal perang di Afghanistan, juga tidak ada kesepakatan. Tapi kita lihat bahwa Perancis dan Inggris biasanya siap bertindak. Dalam kasus aktual di Suriah, parlemen Inggris menolak partisipasi dalam serangan militer. Ini mengecewakan, sebab apa yang ingin dilakukan oleh Amerika dan Perancis adalah menegakkan aturan internasional tentang larangan senjata kimia.
Uni Eropa memang jarang mencapai kesepakatan dalam politik luar negeri, terutama kalau berkaitan dengan pengerahan militer. Menurut Anda, mengapa Inggris tiba-tiba berubah sikap dan tidak mau mendukung aksi militer?
Saya kira, ini mencerminkan realita pandangan publik di banyak negara, termasuk di Amerika. Publik sudah lelah dengan perang lebih dari satu dekade, setelah serangan teror 11 September 2001. Kita juga lihat dalam debat di Senat AS, banyak orang berpendapat, Amerika tidak punya kapasitas politik dan finansial lagi untuk terus menerus mengerahkan militer di Timur Tengah. Tapi dalam kasus Suriah, Presiden Obama tidak merencanakan perang, dia mengusulkan serangan udara terbatas untuk menegakkan hukum internasional, dengan harapan, ini akan mencegah Assad menggunakan lagi senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri.
Presiden Perancis Francois Hollande tetap mendukung serangan ke Suriah, sekalipun langkah ini tidak populer di kalangan masyarakat Perancis. Menurut Anda, apa motivasinya?
Banyak orang, termasuk di Amerika, yang lupa bahwa Perancis adalah sahabat tertua kami. Perancis membantu kami menghadapi Inggris selama perang kemerdekaan akhir abad ke-18. Dalam beberapa tahun terakhir, Perancis mengambil langkah tegas menentang ambisi nuklir Iran. Mereka sangat keras menentang senjata kimia di Suriah. Jadi, dalam pandangan saya, Perancis benar-benar ingin menegakkan prinsip non-proliferasi untuk senjata nuklir dan kimia. Ini posisi yang sangat bertanggungjawab.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam akan ada konsekuensi kalau dilakukan aksi militer ke Suriah. Apa maksudnya?
Pernyataan Putin dan pemerintah Rusia memang sering bernada sinis. Pemerintah Rusia tentu punya pandangan lain. Mereka memberi senjata kepada pemerintah Suriah. Jadi mereka tidak peduli bahwa pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia. Posisi ini sangat tidak membantu dan bertentangan dengan hukum internasional.
Jerman mengeluarkan pernyataan keras menentang penggunaan senjata kimia di Suriah, pada saat yang sama Jerman menyatakan tidak akan berpartisipasi dalam sebuah aksi militer. Bagaimana pandangan Anda terhadap posisi Berlin?
Jerman adalah negara yang sangat penting, salah satu pemimpin global dan pemimpin Eropa. Dukungan Jerman bagi Amerika dan Perancis akan sangat membantu dan sangat diharapkan. Menurut saya, Jerman harus memberi dukungan politik pada rencana Amerika dan Perancis. Apakah Jerman akan berpartisipasi secara langsung atau tidak, itu akan mereka putuskan sendiri. Kanselir Merkel menyatakan tidak akan berpartisipasi dalam aksi militer. Jadi paling sedikit, Jerman sebagai mitra harus mendukung apa yang akan dilaksanakan oleh Amerika dan Perancis.