Menlu Jerman ke Asia Tenggara Demi Tingkatkan Perdagangan
17 Januari 2024Selama kunjungan Menteri Luar Negeri Annalena Baerbock inggu yang lalu ke Filipina dan Malaysia, yang dibahas terutama kepentingan ekonomi, bukan politik atau koflik di Ukraina atau di Gaza.
Annalena Baerbock berkunjung ke Malaysia 12 Januari lalu dalam rangka kunjungan enam hari ke Timur Tengah dan Asia Tenggara. Setelah berbicara dengan berbagai pihak di Timur Tengah, Baerbock mengatakan dia ingin lebih memahami perspektif negara-negara di Asia Tenggara.
Kepada pers Jerman Baerbock mengatakan bahwa sebagian besar warga Malaysia tidak menyadari bahwa kelompok militan Islam Hamas masih menyandera sekitar 130 orang yang diculik selama serangan teror brutal 7 Oktober lalu. "Sandera termuda baru saja berusia satu tahun,” kata Baerbock kepada wartawan usai bertemu dengan Menlu Malaysia Mohamad Hasan. Baerbock menggarisbawahi bahwa Jerman juga ingin penderitaan di Gaza berhenti, dan mendesak Israel untuk lebih menahan diri dan berusaha melindungi warga sipil Palestina.
Malaysia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, dan mendukung gugatan genosida Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional Den Haag. Pemerintah di Kuala Lumpur menganggap Hamas, yang oleh Amerika Serikat, Jerman, Uni Eropa, dan beberapa negara lain dinyatakan sebagai kelompok teroris, sebagai gerakan perlawanan yang legitim.
Naik-turun hubungan Jerman dengan Asia Tenggara
Baerbock adalah menteri luar negeri Jerman pertama yang mengunjungi Malaysia sejak Joschka Fischer, juga dari Partai Hijau, pada 2005. Malaysia sudah lama menjadi salah satu mitra dagang utama Jerman di Asia Tenggara.
Negara-negara Asia, bahkan negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Malaysia, tidak melihat perang Israel-Hama akan menghambat hubungan mereka dengan Jerman, kataFelix Heiduk, pakar Asia di Yayasan Politik dan Keamanan SWP di Berlin.
"Kawasan Indo-Pasifik adalah pusat pertumbuhan ekonomi global di abad ke-21, dan kawasan di mana persaingan AS-Cina terutama terjadi,” kata Heiduk kepada DW. Sementara Jerman sedang berusaha melepaskan diri dari ketergantungan bisnis dengan Cina dan mulai berpaling ke Asia Tenggara.
Selama kunjungannya ke Manila, yang merupakan kunjungan pertama Menteri Luar Negeri Jerman selama lebih dari satu dekade, Annalena Baerbock mengumumkan bantuan baru kepada Penjaga Pantai Filipina dan meminta Cina untuk mematuhi hukum internasional dan menghentikan kebijakan ekspansionisnya. Cina segera bereaksi dengan meminta agar negara-negara lain tidak ikut campur dalam urusan regionalnya.
Di Filipina, Baerbock tidak perlu menjelaskan posisi Jerman dalam konflik di Gaza, karena Filipina sudah dengan cepat mengutuk serangan Hamas dan mendukung hak Israel untuk membela diri.
Perdagangan adalah yang utama
Felix Heiduk mengatakan, perbedaan pandangan antara Jerman dan beberapa negara Asia Tenggara dalam menilai konflik di Gaza hanya berada pada "tingkat retorika” saja, tanpa mempengaruhi hubungan ekonomi yang sudah baik.
Namun, anggota parlemen Jürgen Hardt dari partai oposisi Uni Kristendemokrat CDU, mengatakan kepada DW bahwa Baerbock seharusnya lebih tegas lagi menjelaskan "bahwa Israel adalah sekutu terdekat Jerman di Timur Tengah.”
Jürgen Hardt menilai hasil perjalanan Baerbock "tidak memuaskan” dalam membangun hubungan perdagangan yang lebih baik. "Masalah paling penting, yaitu mengenai perjanjian perdagangan bebas, hanya jadi catatan tambahan dalam kunjungan itu,” katanya.
Felix Heiduk mengatakan, untuk membangun hubungan baik dengan negara-negara Asia Tenggara, diplomat dan pejabat Jerman harus lebih sering menampakkan diri di kawasan itu. "Ini adalah bagian dari dunia, di mana, seperti kata pepatah, bertemu berarti setengah dari pekerjaan sudah dilakukan,” katanya. Politik luar negeri kawasan ini, kata Heiduk, "memiliki pandangan yang sangat realistis dan pragmatis mengenai bagaimana mereka menangani urusan internasional."
Israel, Rusia dan Ukraina bukan isu terlalu penting bagi Asia Tenggara. Yang terutama bagi mereka adalah perdagangan dan investasi, jelas Heiduk. Itu juga berarti, pejabat Jerman harus lebih sering berkunjung ke kawasan, tidak hanya setiap 10 tahun sekali. (hp/yf)
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!