Menambang Mata Uang Kripto Hijau
17 Maret 2023Mata uang kripto jadi bahan pembicaraan hangat di dunia keuangan. Banyak investor baru sudah meraup keuntungan sangat besar lewat sensasi ini. Tapi ini bukan jaminan hidup mewah dan berkelimpahan.
Menambang mata uang kripto, dan terutama bitcoin - sejatinya ibarat mimpi buruk bagi lingkungan hidup. Dalam prosesnya, energi listrik yang diperlukan sangat banyak, dan sampah elektronik yang dihasilkan sampai ratusan ton.
Tapi sebagian pemain baru dalam komunitas kripto berusaha mengubah semua dampak itu. Penambangan bitcoin pada tahun 2021 melahap lebih banyak listrik daripada yang digunakan di seluruh Thailand dalam setahun. Dan sebagian besar listrik itu sekarang berasal dari bahan bakar fosil yang murah. Ini sangat tidak hijau dan sangat kotor.
Sebagi referensi, saat ini jika melakukan satu transaksi bitcoin saja, orang melepas lebih banyak karbon dioksida ke atmosfer, dibanding dengan terbang selama enam jam dari New York ke Amsterdam. Itu artinya, sekitar dua juta kali lipat emisi CO2 dibanding satu pembayaran dengan kartu kredit Visa.
Di samping itu tentu ada juga "e-waste" atau limbah elektronik. Komputer yang digunakan untuk menambang mata uang kripto biasanya sudah kepayahan, atau perlu dimodernisasi setiap 12 hingga 18 bulan sekali.
Saat energi terbarukan menjadi semakin murah, model suplai energi hibrida semakin populer di kalangan penambang bitcoin. Tahun 2020, sekitar 39% penggunaan energi untuk transaksi bitcoin global berasal dari sumber yang terbarukan.
Mengubah investasi kripto menjadi investasi "hijau"
Kalau ingin menggunakan bitcoin tapi khawatir soal emisi karbon dioksida, sistem perekam transaksi blockchain kemungkinan bisa berpotensi membantu.
Sekarang orang bisa mengimbangi jejak CO2 dengan membeli token untuk kredit karbon yang bisa digunakan dalam sistem blockchain. Uang yang diinvestasikan segera disalurkan lewat blockchain untuk membiayai upaya konservasi.
Kakak beradik Tyler dan Cameron Winklevoss yang populer di bidang kripto, belum lama ini menginvestasikan 4 juta dolar untuk mengimbangi emisi perusahaan "holding" bitcoin mereka, yang dibentuk bagi bisnis pertukaran mata uang kripto gemini.
Tapi apakah orang masih bisa melakukan semua ini, jika mereka tidak punya uang beberapa juta dolar di bank atau dalam dompet kripto? Sebuah perusahaan teknologi lingkungan hidup asal Brasil bernama Moss.Earth kini semakin jadi opsi populer bagi penggemar mata uang kripto yang sadar lingkungan.
Luis Felipe Adaime, pendiri dan manajer perusahaan Moss.Earth mengatakan, "Yang kami lakukan adalah, mengubah investasi kripto menjadi investasi hijau.” Siapa pun bisa membeli kredit karbon, dengan mengklik sebuah tombol. Ini disebutnya: token MCO2.
Adaime menjelaskan, orang bisa menghitung sendiri di rumah, polusi yang dihasilkan dengan mengendarai mobil dengan listrik, dan orang bisa membeli kredit karbon yang sesuai dengan polusi yang dihasilkan.
Dengan menggunakan token blockchain, orang mendapat rekaman data transaksi investasi hijau, serta uang yang disalurkan langsung ke proyek konservasi hutan di Amazon, Brasil. Perusahaan ini menyatakan, penjualan MCO2 token sudah menjadi kompensasi proyek hutan dengan lebih dari 15 juta dolar dan membantu menjaga sekitar 500 juta pohon.
Jadi mungkin di masa depan, kompensasi emisi karbon akan bisa diperhitungkan ke dalam transaksi berpolusi yang kita lakukan. "Kami misalnya sudah membuat bitcoin hijau dengan wrapped.com," kata Adaime. Dengan demikian, kalau orang membeli sebuah bitcoin, jumlah kredit karbonnya sudah sekaligus dialokasikan.
Jadi ada sejumlah pionir yang berusaha membersihkan transaksi kripto. Tapi saat ini jumlahnya belum banyak. Bitcoin dan mata uang digital sudah datang. Dan jika kita ingin menjadikannya pemain yang bersifat berkelanjutan, maka investor, perusahahaan dan pemerintah harus mulai mengubah aturan permainannya. (ml/as)