Legalisasi Pemukiman Israel di Tepi Barat Ditolak
10 Juni 2020Mahkamah Agung Israel hari Selasa (9/6) menolak UU yang ditetapkan pemerintahan Benjamin Netanyahu tahun 2017 yang melegalisasi permukiman Yahudi yang dibangun secara ilegaldi kawasan yang diduduki.
UU tahun 2017 itu memungkinkan perebutan tanah pribadi di wilayah Palestina untuk para pemukim ilegal Yahudi hanya dengan syarat pembayaran kompensasi kepada pemilik tanah warga Palestina. Pemberlakuan UU itu sempat memicu kemarahan warga Palestina, lalu ditangguhkan setelah beberapa kelompok hak asasi Israel mengajukan gugatan ke pengadilan dan menuntut uji metarial secara hukum. Mahkamah Agung sekarang menyatakan UU tahun 2017 itu tidak sah.
Berdasarkan hukum internasional, semua permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, wilayah yang direbut Israel dalam Perang Enam Hari tahun 1967, dianggap ilegal.
Menteri Urusan permukiman Yahudi, Tzipi Hotoveli mengatakan, Mahkamah Agung telah "menyatakan perang terhadap hak orang Yahudi untuk menetap di tanah Israel".
"Respons terbaik terhadap keputusan pengadilan adalah pencaplokan dan pembangunan berkelanjutan," katanya dalam sebuah pernyataan.
Penghambat utama perundingan perdamaian
Salah satu LSM yang membawa kasus ini ke pengadilan, kelompok hak asasi Adala, mengatakan bahwa keputusan Mahkamah Agung itu "sangat penting" karena pemerintah Israel berniat mencaplok bagian-bagian Palestina di Tepi Barat.
"Pengadilan memutuskan bahwa parlemen Israel tidak dapat mengesahkan undang-undang yang melanggar hukum kemanusiaan internasional," kata Adala dalam sebuah pernyataan.
Hukum internasional melarang negara memindahkan penduduk sipilnya ke wilayah pendudukan. Selama puluhan tahun, pembangunan permukiman ilegal Yahudi di kawasan yang diduki Israel menjadi penghambat utama dalam perundingan perdamaian Israel-Palestina.
Menlu Jerman ke Israel untuk Mediasi Konflik Aneksasi Tepi Barat
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas akan berkunjung ke Israel hari Kamis (11/6) untuk menyampaikan pandangan Uni Eropa yang menentang aneksasi Tepi Barat yang dicanangkan pemerintahan Netanyahu. Mewakili Uni Eropa, Heiko Maas juga akan mencoba mencari jalan tengah dalam konflik terbaru Israel-Palestina.
Aneksasi kawasan Palestina yang diduduki Israel di Tepi Barat adalah bagian dari rancangan perdamaian Presiden AS Donald Trump yang didukung PM Israel Benjamin Netanyahu. Rancangan itu mengusulkan pembangunan lebih banyak permukiman ilegal Yahudi di kawasan yang diduduki Israel. Sebagai imbalannya, AS dan Israel bersedia mengakui pembentukan Negara Palestina di kawasan yang lebih kecil dari saat ini. Namun negara itu tidak diizinkan memiliki militer dan akan berada di bawah perlindungan Israel.
Tetapi rancangan itu ditolak oleh Palestina, yang tidak dilibatkan dalam penyusunannya. Uni Eropa juga menentang aneksasi Tepi Barat dan pembangunan lebih banyak permukiman ilegal Yahudi di kawasan itu. Sebagai gantinya, Palestina kini mengusulkan rancangan alternatif ke kuartet diplomatik Timur Tengah, yang terdiri dari AS, PBB, Rusia dan Uni Eropa.
Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan, jika Israel meneruskan rencana pembangunan permukiman ilegal di kawasan yang diduduki, Palestina akan mendeklarasikan negara merdeka di seluruh kawasan Tepi Barat dan Gaza.
Selain berbicara dengan PM Benjamin Netanyahu, Menlu Jerman Heiko Maas juga dijadwalkan bertemu dengan Menlu Israel Gabi Ashkenazi dan Menteri Pertahanan Benny Gantz. Heiko Maas juga akan melakukan percakapan video dengan PM Palestina Mohammad Shtayyeh, namun tidak berkunjung ke Ramallah karena wabah corona, kata Kementerian Luar Negeri Jerman di Berlin. hp/yf (dpa, afp, afp)