Korut Obrak-Abrik Keamanan Internet Global
24 Desember 2014Aksi peretasan Sony Entertainment, perusahaan raksasa bidang hiburan dan elektronika yang memiliki sistem pengaman internet tangguh, oleh para hacker Guardians of Peace menjadi topik sorotan tajam dalam sejumlah harian internasional. Dipertanyakan, seaman dan setangguh apa jejaring pengaman internet global, jika negara dengan infrastruktur internet lemah seperti Korea Utara ternyata bisa meretas Sony Pictures dan membajak data penting dalam jumlah besar.
Terorisme internet kini terbukti bisa menimbulkan kerugian amat besar. Demikian komentar harian Perancis La Croix yang terbit di Paris dalam tajuknya. Masyarakat negara industri maju kini harus mewaspadai, taktik apa yang dilancarkan para pembajak internet dari Korea Utara saat mengobrak-abrik jejaring virtual global. Yang jelas, para peretas itu sukses merampok data penting dalam jumlah besar, material film yang belum dirilis, data bisnis amat peka serta e-mail memalukan dari para petinggi Sony Pictures. Rezim Korea Utara Kim Jong Un kini memaksa dunia, untuk lebih serius mengkaji bahaya dari jejaring virtual global tersebut.
Harian konservatif Inggris Daily Telegraph yang terbit di London juga menulis komentar tentang keamanan internet. Serangan hacker terhadap Sony Pictures menunjukkan kepada kita semua, bahwa keamanan jaringan internet harus jadi prioritas tugas bagi pemerintah dan perusahaan raksasa. Bukan sekedar dicantumkan dalam daftar kerja yang kemudian diabaikan. Kita harus menanggapi serius ancaman seperti yang dilontarkan Korea Utara. Rezim semacam Kim Jong Un sangat berbahaya dan jadi ancaman serius, karena perilakunya sangat sulit diprediksi.
Harian Swiss Tages Anzeiger yang terbit di Zürich dalam komentarnya lebih menyoroti aspek perang siber dalam kasus peretasan Sony Pictures. Serangan siber oleh Korea Utara adalah kasus berat dan sebuah preseden buruk. Komisi internasional harus mengusutnya, walau diketahui sangat sulit menjatuhkan sanksi terhadap negara komunis yang diisolasi itu. Yang lebih penting lagi, harus ada aturan tentang perang siber, seperti aturan perang konvensional. Negara adidaya seperti Amerika Serikat dan Cina mungkin tidak antusias. Tapi risiko jika perang siber tidak diatur hukum, adalah para hacker akan melakukan perusakan bahkan pembunuhan, dan menghilang di dunia maya. Mereka seolah diberi semangat, dan memanfaatkan potensi dunia virtual yang tak ada batasnya itu juga secara tidak terbatas.
Sementara harian konservatif Swedia Svenska Dagbladet yang terbit di Stockholm menulis komentar terkait kebebasan berpendapat lewat film di barat yang ditafsir sebagai penghinaan dan pernyataan perang bagi Korea Utara. Penghinaan terhadap Kim Jong Un dalam film parodi The Interview dianggap kasus berat, karena pimpinan tertinggi ini dalam masyarakat mitologi Korea Utara dianggap bukan manusia biasa yang terdiri dari darah dan daging. Sony harus bertindak tegas, menayangkan The Interview secara luas. Bukan untuk menunjukkan film itu sebagai sebuah mahakarya, karena parodi tentang pimpinan Korea Utara semacam itu sudah kuno dan juga sering gagal. Melainkan untuk menunjukkan, bahwa siapapun yang memaksa agar kebebasan berpendapat bungkam, tidak bisa merasa menang.
as/ml (dpa,afp)