Berkuliah Sambil Bekerja di Jerman? Bisa!
5 Juli 2018Ika Setiyawati sedang berkuliah di jurusan Teknik Medis, FH Koblenz, Jerman. Selama ia tinggal di negara ini, ia mandiri secara finansial dengan bekerja paruh waktu sambil berkuliah. Di akhir minggu, ia bekerja di restoran Jerman, Winzerhof Körtgen.
Kenapa kamu tertarik dengan bidang Teknik Medis?
Dari awal saya memang tertarik dengan dunia medis. Apalagi sekarang zaman modern. Bayangkan saja kalau dokter kerja tanpa alat medis seperti CT atau MRI, pasti sulit sekali mengetahui penyakit dalam. Dan sekarang bahkan lebih canggih lagi dengan robot yang sudah masuk dunia kedokteran. Jadi saya sangat tertarik dengan perkembangan kecanggihan alat-alat kedokteran dan itu bisa saya pelajari di jurusan Teknik Medis.
Apa saja yang kamu pelajari di jurusan Teknik Medis?
Yang saya pelajari lebih ke prinsip penggunaan alat-alatnya. Seperti apa alat-alat canggih ini. Misalnya saya dapat pelajaran Signalverarbeitung (pemrosesan sinyal), Qualitätsmanagement (manajemen kualitas), Regelungstechnik (teknik kendali), Digitaltechnik (teknik digital), Programierung (pemrograman) dan robotik.
Apa tantangan terbesar kuliah sambil bekerja?
Membagi waktu antara belajar dan bekerja, terutama ketika musim ujian tiba. Jika saya ada ujian hari Senin, namun hari Minggu harus bekerja, itu sulit sekali untuk membagi waktu karena belajar di akhir minggu adalah hal yang ideal bagi saya. Kalau saya benar-benar tidak bisa masuk kerja karena ujian, saya bisa bicarakan hal ini dengan rekan kerja atau bos untuk menukar hari kerja. Biasanya kalau ada masalah seperti ini pasti selalu saya bicarakan.
Bagaimana proses awal kamu bisa dapat kerja di Restoran Winzerhof Körtgen?
Dari awal saya sudah rajin mencari-cari informasi lowongan kerja. Di kampus mahasiswa bisa dapat informasi lowongan kerja di mading. Selain itu, orang juga bisa mencari informasi lowongan pekerjaan di situs "Agentur für Arbeit", agensi resmi pemerintah Jerman untuk menyalurkan tenaga kerja. Saya lihat informasi lowongan pekerjaan di Restoran Winzerhof Körtgen di kota Ahrweiler dan saya langsung melamar karena lokasinya yang cukup dekat dengan tempat saya tinggal, sekitar 20 menit naik kereta. Sebagai mahasiswa, saya boleh kerja paruh waktu di akhir minggu. Saya bekerja di hari Sabtu dan Minggu, sementara Senin sampai Jumat saya aktif kuliah.
Berapa lama prosesnya hingga kamu dipanggil untuk bekerja?
Sekitar satu minggu kemudian, saya ditelepon untuk datang ke restoran dan melakukan wawancara. Setelah wawancara ada sesi "Probe" atau percobaan bekerja. Saya melakukan percobaan kerja di dapur restoran. Tugas utama saya saat itu adalah mencuci piring, jadi saya harus belajar mengetahui cara kerja mesin cuci piring di sana. Setelah "Probe", satu minggu kemudian saya ditelepon lagi untuk dipanggil bekerja.
Ada kiat tertentu yang kamu lakukan untuk sukses wawancara dan bisa diterima kerja dengan cepat?
Jadi diri sendiri. Ketika saya datang untuk wawancara, saya terkesan dengan kota Ahrweiler yang cantik. Ketika bertemu dengan pemilik restoran, saya langsung bilang "wah ini kotanya cantik sekali ya." Lalu kami berbicara tentang kota ini dan kota tempat saya tinggal, Remagen. Momen itu memberikan kesan pada pemilik restoran yang melakukan wawancara dengan saya. Menurutnya, saya orangnya ceria dan positif.
Berapa besar pendapatan dan pengeluaran kamu dalam sebulan?
Di restoran saya mendapat bayaran per jam 9 euro (sekitar 135 ribu rupiah) dan penghasilan per bulan saya rata-rata 450 euro (kira-kira 6,7 juta rupiah). Ditambah dengan tip dari pengunjung restoran, saya dapat penghasilan bulanan tambahan sekitar 200 euro meskipun ini jumlahnya tidak tetap.
Hal yang harus dibayar adalah biaya kuliah setiap semester, 235 euro. Biaya kuliah per semester ini sudah termasuk tiket transportasi. Mahasiswa di sini dapat tiket transportasi umum gratis, jadi saya tidak perlu pengeluaran untuk ongkos bus atau kereta. Untuk rumah, saya bayar per bulan 240 euro. Besarnya biaya asrama tergantung kota dan ukuran asrama. Makanya saya pilih tempat tinggal yang tipenya "Wohngemeinschaft", yakni dimana penghuni menggunakan dapur, toilet dan kamar mandi bersama-sama, tapi memiliki kamar tidur sendiri-sendiri. Bagi saya ini bagus karena saya masih punya area privat, sementara area bersama seperti dapur bisa digunakan untuk berinteraksi dengan mahasiswa lain.
Selain itu, saya juga harus bayar asuransi 95 euro. Asuransi ini wajib dibayar per bulan.
Untuk biaya makan seminggu saya menghabiskan 20 euro. Ditambah dengan pulsa telepon genggam dan internet, saya menghabiskan kira-kira 100 euro per bulan dengan syarat saya tidak pernah makan di restoran. Saya selalu masak sendiri karena kalau makan di luar, bisa habis 15 euro sekali makan dan kalau masak sendiri itu bisa untuk beberapa hari. Selain itu, saya juga harus mengeluarkan 100 euro per tahun untuk memperpanjang visa mahasiswa saya.
Selain menghindari makan di luar, bagaimana cara kamu agar pengeluaranmu bisa selalu lebih rendah dari pendapatan?
Misalnya untuk belanja baju atau sepatu, saya selalu melihat-lihat situs web yang menjual barang-barang bekas pakai. Di Jerman cukup lumrah untuk berbelanja pakaian bekas dan tentunya barang bekas di sini masih selalu layak pakai. Selain online, di sini juga sering ada pasar barang loak. Saya juga sering berbelanja di sana. Kualitas masih bagus dan harganya terjangkau. Selain itu, di akhir musim dingin atau musim panas, juga sering ada diskon besar-besaran. Momen ini juga saya manfaatkan untuk berbelanja. Intinya mengontrol diri, harus hemat. Dan syukurnya sampai kini saya bisa mengatur keuangan dengan baik dan tidak pernah berhutang atau meminta uang ke orang tua saya. (na/ts)
*Simak serial khusus #DWKampus mengenai warga Indonesia yang menuntut ilmu di Jerman dan Eropa di kanal YouTube DW Indonesia. Kisah putra-putri bangsa di perantauan kami hadirkan untuk menginspirasi Anda.