Kenapa Garam Bisa Berbahaya?
26 Juli 2013Selama tiga minggu, astronot Jerman Reinhold Ewald berada di antariksa pada tahun 1997. Tidak hanya sebagai ilmuwan, tapi juga sebagai kelinci percobaan. "Saat penerbangan saya berupaya makan dan minum secara terkontrol dan mendokumentasi semuanya", kisah Ewald.
Metabolisme manusia saat sedang berada di ruang tanpa gravitasi diteliti secara seksama. Selama penerbangan hingga dua minggu setelah kembali ke bumi, ia harus menuliskan semua yang ia makan. "Setelah itu, kami memastikan ada yang berbeda dengan kandungan garam dalam tubuh saya, dibanding saat di bumi atau yang kami ketahui dari buku-buku kedokteran."
Semua Harus Keluar Lagi
Sekresi yang dikeluarkan astronot dicatat dan dibandingkan dengan apa yang ia makan. Hasilnya mengejutkan. Saat penerbangan ke antariksa, garam dalam jumlah yang cukup banyak menumpuk di dalam tubuh Reinhold Ewald. Jumlahnya mencapai enam liter cairan tubuh pada manusia sehat. Tapi bobot Ewald tidak bertambah enam kilogram.
Selama ini, para dokter mengira garam akan terurai seluruhnya di dalam tubuh. Garam yang berlebihan, seharusnya dikeluarkan dalam urin melalui ginjal. Usai eksperimen Ewald, baru diketahui bahwa tubuh manusia tidak berfungsi seperti itu.
Tekanan Darah Tinggi
Agar lebih jelas lagi, giliran para mahasiswa yang menjadi kelinci percobaan. Para peneliti mengkarantina mereka dan memberikan lebih banyak garam dalam makanan dan minuman. Ewald bercerita, "Kami memastikan, garam tidak hanya berhubungan dengan regulasi cairan tubuh dan tekanan darah tinggi, tetapi juga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan pertumbuhan tulang.
Para mahasiswa yang diberi garam berlebihan mengalami hal yang sama seperti para astronot di ruang tanpa gravitasi. Garam terus berada di dalam tubuh dan tekanan darah bertambah tinggi.
Pertentangan Sel Darah
Profesor Jens Titze dari Universitas Erlangen mampu menjelaskan bagaimana garam terus tersimpan di dalam tubuh. Peran penting dimainkan oleh makrofagen, "Ini sel darah putih yang 'baik' terhadap garam", jelas Titze. Makrofagen bisa mengukur kandungan garam dan natrium di bawah kulit. "Jika natrium terlalu banyak tersimpan di kulit, maka makrofagen akan memastikan natrium dikeluarkan melalui pembuluh getah bening kulit." Tapi tidak semua sel darah putih bereaksi secara sama. "Ada populasi sel darah putih lain, yakni sel T yang merusak jaringan tubuh sendiri jika melihat garam. Ini tentu bencana", kata Titze.
Efek ini disebut autoimunitas. Jadi, siapa yang makan dengan banyak garam tidak hanya meningkatkan tekanan darah, tetapi juga terancam lebih sering mengalami penyakit autoimunitas yang sudah diderita sebelumnya, seperti misalnya mutilple sclerosis (MS).