Kemiskinan di Jerman Meningkat, Bank Makanan Kewalahan
19 Oktober 2022Ketika inflasi melonjak hingga lebih dari 10% dan pemerintah Jerman menerapkan langkah-langkah yang semakin ketat untuk mencegah krisis energi, situasi di bank makanan negara itu kian memburuk.
Surat kabar lokal melaporkan banyaknya warga yang membutuhkan makanan, tetapi kemudian ditolak oleh sukarelawan di bank makanan. Saat ini persediaan makanan mereka semakin berkurang.
Kapasitas bank makanan yang terbatas
"Permintaan keanggotaan telah meningkat secara signifikan," sejak awal 2022, dikonfirmasi Günter Giesa, yang sering menjadi sukarelawan untuk Tafel, sebutan bank makanan di Jerman, di kota Bonn.
"Saat ini, kami hanya dapat menerima klien baru jika orang lain membatalkan keanggotaan mereka," kata Giesa, seraya menambahkan bahwa kondisi itu memalukan, karena "orang-orang semakin cemas akan keuangan mereka dan membutuhkan bantuan kami."
Sekitar 13,8 juta orang di Jerman tercatat sudah hidup hampir atau di bawah garis kemiskinan. Mengingat bahwa jumlah rumah tangga miskin energi diperkirakan akan berlipat ganda dari tahun 2021 hingga 2022, para ahli khawatir jumlah warga miskin juga akan meningkat secara drastis.
Perang dan inflasi sebabkan kebutuhan meningkat
Menurut angka terbaru dari Tafel Deutschland, induk organisasi bank makanan Jerman, sekitar 61% dari 60.000 lokasi di seluruh negeri telah mencatat peningkatan permintaan untuk keanggotaan baru setidaknya 50% dibandingkan tahun sebelumnya. Sekitar 30% bank makanan memiliki klien dua kali lebih banyak, sementara sisanya terpaksa harus menolak permintaan keanggotaan.
Kondisi tersebut sebagian disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina. Menurut Giesa, "minggu-minggu pertama bulan Maret sangat sulit. Banyak orang yang datang kepada kami tidak punya uang sama sekali, hanya pakaian yang menempel di tubuh mereka."
Pengalaman ini dialami oleh Kat, 45 tahun, yang menggambarkan kekacauan sejak awal musim semi: "Mereka memiliki antrean terpisah untuk pendatang baru, dalam beberapa kasus terjadi pertengkaran antara yang baru dan pelanggan lama, yang berharap mereka diberi perlakuan khusus."
Semakin banyak yang ditolak
Sekarang, karena pengungsi Ukraina telah diintegrasikan ke dalam sistem, sebagian besar pendatang baru di Tafel adalah keluarga dan individu yang terkena dampak krisis biaya hidup.
"Situasinya suram," kata Kat. "Orang-orang harus berdiri di tengah hujan selama berjam-jam, menunggu. Sumbangan datang dan para sukarelawan terlebih dahulu memilih apa yang bisa dibutuhkan. Pelanggan dipanggil secara acak dan menerima barang-barang juga secara acak - kebanyakan buah dan sayuran, serta roti.." Adapun kebutuhan lain termasuk kertas toilet, tampon, dan popok, tidak ada.
"Keadaan memang menjadi drastis dalam beberapa minggu terakhir," kata Günter Giesa tentang jumlah orang yang ditolak. Dia juga menekankan perlunya orang untuk menyumbangkan "barang-barang yang bisa disimpan lama seperti pasta, beras, dan makanan kaleng."
Dia mengatakan bahwa Bonn Tafel sudah harus memberi orang makanan dalam jumlah yang lebih sedikit untuk membantu orang lebih banyak.
Seruan solidaritas
Data statistik dari Tafel Deutschland menunjukkan gambaran yang sama suramnya. Setidaknya 62% bank makanan melaporkan pada bulan Agustus lalu bahwa mereka memberikan lebih sedikit barang ke setiap rumah tangga. Sekitar setengah dari bank makanan telah menambah jam kerja mereka untuk mengatasi krisis, yang memengaruhi kesehatan fisik dan mental para pekerja sukarela. Organisasi itu juga melaporkan "penurunan yang signifikan" dalam donasi karena semakin banyak orang yang memperketat anggaran mereka.
Tafel Deutschland baru-baru ini meluncurkan seruan, meminta solidaritas karena "lebih banyak orang membutuhkan bantuan pada musim gugur ini dan di bulan-bulan yang lebih dingin ... hubungi bank makanan lokal Anda dan tanyakan apa yang paling mereka butuhkan." (ha/yf)