Resesi Mengancam Ketahanan Ekonomi Jerman
18 Oktober 2022Ekonomi Jerman kini menghadapi serangkaian ujian yang sangat berat. Pertama, hantaman pandemi virus corona yang memakan banyak korban jiwa maupun finansial, dan kini dampak perang di Ukraina yang mulai mendorong ekonomi negara itu ke jurang resesi.
Dalam laporan terbaru Outlook Ekonomi Dunia (WEO), Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan, sejumlah ekonomi utama Eropa terancam akan jatuh ke dalam "resesi teknis" tahun depan, termasuk Jerman dan Italia.
Pemerintah Jerman kini mengantisipasi indikator buruk itu, dengan memangkas proyeksi pertumbuhan untuk tahun ini dan memperkirakan ekonominya akan mengalami kontraksi menciut pada tahun 2023 mendatang.
Kementerian ekonomi memprediksi, Produk Domestik Bruto (PDB) Jerman tahun ini masih akan tumbuh sekitar 1,4%, tai kemudian menyusut pada kisaran 0,4% tahun depan. Prediksi ekonomi itu sangat jauh dari proyeksi pada akhir April lalu, yang memperkirakan pertumbuhan Jerman pada kisaran 2,2% pada tahun 2022 ini, dan sekitar 2,5% pada tahun depan.
Dipengaruhi Inflasi dan naiknya harga energi
Inflasi yang cukup tinggi, kenaikan harga energi dan juga krisis pasokan energi menjadi faktor tambahan yang memperparah badai yang menghantam pertahanan perekonomian Jerman. Menurut teori dari para ahli ekonomi, hal itu ibarat gelombang yang naik dan turun. Biasanya para ahli eknomi membaginya ke dalam empat siklus fase ekonomi:
- Kenaikan, atau disebut ekspansi atau kemakmuran
- Kontraksi
- Resesi
- Depresi
Resesi menjadi penanda titik balik penurunan pertumbuhan, ketika kapasitas produksi tidak lagi diserap pasar, karena tingkat ekspor perdagangan luar negeri menurun serta permintaan barang dan jasa di dalam negeri juga menyusut.
Skenario inilah yang diramalkan akan segera terjadi di Jerman dan di sebagian besar negara Eropa lainnya, karena harga energi yang melambung tinggi menghabiskan terlalu banyak daya beli, di saat konsumen mengalami kekurangan uang.
PDB adalah tolak ukur utama
Tolak ukur utama dalam hal ini adalah PDB, yakni nilai atau angka dari semua jasa dan barang yang diproduksi dalam beberapa periode tertentu.
Jika PDB menyusut dalam dua kuartal berturut-turut, itu akan menyebabkan apa yang ahli ekonom sebut sebagai "resesi teknis", yang sudah membayangi Jerman pada akhir 2021 lalu, di mana PDB negara itu menyusut 0,3% pada kuartal terakhir pada tahun ini sebagai akibat dari pandemi virus corona.
Dalam tiga bulan pertama tahun 2022, output ekonomi Jerman meningkat sebesar 0,2%. Namun, Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck mengatakan, PDB negaranya diyakini telah menyusut pada kuartal ketiga, dan diperkirakan akan kembali menyusut pada kuartal keempat tahun ini, dan menyusut lagi pada kuartal pertama pada tahun 2023 mendatang.
Jika resesi terjadi dalam perioden cukup panjang, hal ini dapat berubah menjadi krisis ekonomi yang nyata. Angka pengangguran dan jumlah kebangkrutan akan meningkat, pasokan barang akan menumpuk di gudang, mengakibatkan krisis keuangan, kehancuran pasar saham, serta kegagalan bank, semua itu akan melengkapi skenario mimpi terburuk dunia.
Penangkal resesi: bantuan pemerintah
Oleh karena itu, tugas pemerintah adalah mencegah perekonomian negaranya tergelincir ke dalam depresi, yakni fase terendah dalam siklus ekonomi. Pemerintah biasanya mencoba untuk mencegah secara dini munculnya resesi atau mengupayakan agar resesi terjadi dalam periode sesingkat mungkin.
Perangkat yang tersedia untuk menghadapi ancaman resesi tersebut, salah satunya adalah paket bantuan untuk perusahaan dan warga negara, misalnya bantuan dari pemerintah atau pemotongan pajak, seperti yang telah diproyeksikan pemerintah Jerman dalam mengatasi dampak dari krisis energi beberapa waktu lalu.
(kp/as)