Jalan Panjang Seorang WNI Buka Salon di Berlin
3 April 2021Berlokasi tak jauh dari Istana Charlottenburg, salah satu ikon bersejarah di Kota Berlin, Jumino Kristrinanto membangun bisnis salonnya sejak lima tahun lalu. “Herzliche Willkomen! Wie geht es dir?” (red. “Selamat datang! Apa kabar?”) sapa ramah pria yang akrab dipanggil Jumino sembari mengambil jaket tamunya.
Untuk mengunjungi salon Jumino, pengunjung perlu membuat janji temu sebelumnya karena Jumino tidak menjual jasa “cut and go” atau layanan potong rambut kering. Jumino biasanya meluangkan waktu satu hingga tiga jam untuk setiap pelanggannya, bergantung jenis gaya rambut yang mereka inginkan.
Harga potongan rambut untuk orang dewasa di Salon Jumino dibandrol mulai 36€ atau setara Rp 620.000, harga yang cukup premium jika dibandingkan jaringan salon lainnya di Berlin.
Lantas apa yang spesial? “Layanannya tidak seperti salon lain, dari depan pintu kita sudah disambut, dia benar-benar menyediakan layanan penuh totalitas dan tahu gaya rambut yang pas untuk pelanggannya,” jelas Jeane Woond yang sudah sering mengunjungi salon Jumino.
Perjalanan membuka salon di negeri orang
Gaya penduduk Berlin memang jauh berbeda dibandingkan gaya penduduk Jakarta. Mereka cenderung “cuek” dengan penampilannya. Jika dibandingkan dengan kota besar lainnya di Jerman seperti Hamburg, Dusseldorf, dan München perbedaan penampilan ini akan sangat terlihat.
“Kalau orang di kota besar di Indonesia seperti Jakarta, sebelum hangout sempat pergi ke salon dulu, itu hal yang tidak terjadi di Berlin. Ini yang kadang buat kangen Indonesia. Kalau di Berlin, bahkan ke pernikahan tidak pakai make-up rambut pun apa adanya saja, aduh,” kisah Jumino.
Lantas apa motivasi Jumino tetap membuka salon di Berlin? “Saya senang membuat orang merasa percaya diri, merasa dirinya cantik,” jawabnya semangat.
Di kota berpenduduk 3.6 juta inilah Jumino memulai karirnya di bidang kecantikan 14 tahun silam. “Awalnya saya datang sebagai turis saja di tahun 2006,” ingat Jumino, “Bosan… saya pun iseng datang ke salah salon besar di Berlin Friedrichstr., ternyata mereka sedang membuka lowongan pekerjaan saat itu, pemiliknya mengetahui Indonesia dan saat tahu saya orang Indonesia seperti connected gitu ya, saya coba tesnya dan lulus.”
Sebelumnya, Jumino menempuh pendidikan maritim di Jogja dan bercita-cita menjadi tentara. Namun, perjalanan hidup membawa kisah lain, sembari melamar pekerjaan tetap, Jumino mengikuti pelatihan memotong rambut di salah satu salon temannya di Jogja. Tak menyangka dunia styling kian digemari Jumino. Di Jogja ia pun menjadi hair stylist dan make-up artist profesional. Kecekatan Jumino membuatnya mendapat pekerjaan pertamanya di Berlin dan mulai menetap di sana sejak 2007.
Salon pertama Jumino saat bekerja di Jerman membuka peluang Jumino mengikuti program Ausbildung, satu hari kelas teori dan empat hari praktik di Salon. Di salon pertama inilah ia belajar dari para koleganya menangani ragam klien, dari artis hingga politikus.
Bagi Jumino tak ada perbedaan dalam menata rambut orang Jerman atau Indonesia, “Bedanya hanya orang Jerman itu, usai potong pasti sudah langsung buat Termin potong selanjutnya, teratur banget!” jelas Jumino disambut tawa.
Di samping kerja salon Jumino juga rajin membuat karya-karya kreasi rambut dan make up bersama fotografer Jerman, mengunjungi ragam acara, membangun relasi sebelum ia membulatkan tekat membuka usahanya sendiri.
“Klienku semua tanya, kenapa enggak buka salon sendiri aja?” ingat Jumino. Tahun 2015 Jumino pun keluar dari salon tempatnya bekerja lalu membuka usahnya sendiri “Jumino Kristrinanto Salon”.
Menjadikan pelanggan teman
Jumino rajin mengunjungi ragam salon untuk tahu apa layanan terbaik yang salon bisa berikan. Sayang di Berlin banyak salon yang “kurang peduli” terhadap pelanggannya. Sekedar datang, bayar, gunting, dan selesai tanpa kontak. Itulah mengapa Jumino tidak menyukai gunting kering, ia memilih mencuci dan memberi sedikit pijatan untuk pelanggannya, sembari bertanya bagaimana hari mereka. Dari sekedar menanyakan bagaimana kabar, ia membuat banyak klien menjadi teman.
“Banyak orang Jerman yang kesepian juga, saat saya tanya kabar mereka, mereka senang sekali, saya pun dengar banyak cerita. Satu kepala punya satu cerita, setelah seharian saya punya banyak cerita, kadang bisa bikin kepala penuh, tapi show must go on, ini seperti sesi terapi mereka kalau mereka merasa lebih baik saya pun senang,” ujar Jumino dengan senyuman.
Terkena dampak pandemi
Saat lockdown diberlakukan di Berlin, bisnis Salon Jumino Kristrinanto pun terkena imbasnya. Salon terpaksa tutup beberapa bulan. Setelah pembatasan berakhir dan salon kembali buka, Jumino gencar bekerja.
“Pokoknya kalau ada kesempatan salon bisa buka, pagi hingga malam saya kerja. Harus terkejar ini yang tertinggal karena kan kita tidak tahu, bisa-bisa minggu depan sudah ada pembatasan sosial lagi. Kerja keras, selagi permintaan tinggi dan jangan lupa untuk selalu punya simpanan,” jelas Jumino saat ditanya bagaimana menghidupkan kembali bisnis salonnya masa Pandemi. Selain itu Pemerintah Berlin juga memberikan bantuan bagi bisnis yang terimbas Pandemi, Bisnis Jumino pun dapat terbantu.
Salon menjadi bisnis pertama yang kembali dibuka saat lockdown kedua diberlakukan dari 16 Desember 2020 hingga akhir Februari 2021. Bisnis bisa kembali mengajukan permohonan bantuan finansial kepada pemerintah melalui Steuerberater atau konsultan pajak masing-masin. Kini salon-salon, termasuk salon Jumino sibuk menerima order sebelum kemungkinan pembatasan sosial ketiga kembali dilakukan akibat meningkatnya jumlah kasus harian Covid-19, akibat mutasi Virus Corona B.1.1.7 dari Inggris. (sc/rp)