Gempa Maroko: Tim Penyelamat Berpacu Melawan Waktu
11 September 2023Tim penyelamat pada hari Senin (11/09) menghadapi tantangan untuk berpacu melawan waktu, menggali korban selamat dari reruntuhan desa-desa yang hancur di Pegunungan Atlas, Maroko, tiga hari setelah gempa terkuat terjadi di negara itu.
Gempa bumi berkekuatan 6,8 magnitudo pada hari Jumat (08/09) malam di barat daya Kota Marrakesh itu telah merenggut lebih dari 2.100 korban jiwa dan melukai lebih dari 2.400 penduduk, yang sebagian besar mengalami luka serius, menurut angka resmi yang diperbarui pada hari Minggu (10/09).
Rabat juga mengumumkan pada hari Minggu (10/09) bahwa pihaknya telah menerima tawaran bantuan dari empat negara, sementara banyak negara lain yang juga telah menyatakan kesediaannya untuk mengirimkan bantuan relawan.
Tawaran bantuan relawan asing
Pihak berwenang juga telah menanggapi dengan baik tawaran dari Spanyol, Inggris, Qatar, dan Uni Emirat Arab, "untuk mengirimkan tim pencari dan penyelamat", kata Kementerian Dalam Negeri Maroko.
Kementerian mencatat bahwa tim-tim relawan asing telah melakukan kontak dengan pihak berwenang Maroko untuk mengoordinasikan upaya-upaya yang ada, dan mengatakan bahwa hanya empat tawaran yang saat ini telah diterima karena "kurangnya koordinasi dapat menjadi kontraproduktif".
Tawaran-tawaran lain mungkin akan diterima nantinya, "jika kebutuhan juga terus berkembang", ungkap kementerian tersebut.
Prancis juga menyatakan bahwa negara itu bersedia memberikan bantuan "yang kedua", jika Maroko meminta, kata Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Sebuah penerbangan bantuan dari Qatar berangkat dari pangkalan udara Al-Udeid di luar Doha pada Minggu (10/09) malam, lapor AFP.
Spanyol juga telah mengirimkan 86 petugas penyelamat dan delapan anjing pelacak ke Maroko untuk "membantu pencarian dan penyelamatan korban gempa bumi dahsyat yang terjadi di negara tetangga kami," ungkap pernyataan Kementerian Pertahanan Spanyol.
"Kami akan mengirimkan apa pun yang dibutuhkan, karena semua orang tahu bahwa jam kuartal pertama adalah kunci, terutama jika ada orang yang terkubur di bawah reruntuhan," kata Menteri Pertahanan Spanyol Margarita Robles.
Desa-desa rata dengan tanah
Gempa bumi dahsyat tersebut telah meluluhlantakkan seluruh desa di Pegunungan Atlas, tempat para petugas penyelamat sipil dan anggota angkatan bersenjata Maroko mencari para korban yang selamat dan para korban yang tewas.
Banyak rumah di desa-desa pegunungan terpencil dibangun dari batu bata lumpur. Seperti halnya di desa terpencil Tafeghaghte, yang berjarak 60 kilometer dari Marrakesh di Provinsi Al-Haouz. Desa itu hampir seluruhnya hancur rata dengan tanah, demikian laporan tim AFP, dengan hanya sedikit bangunan yang masih berdiri.
"Semua orang meninggal dunia! Hati saya hancur. Saya tidak bisa dihibur," tangis Zahra Benbrik, 62 tahun, yang mengatakan bahwa dia telah kehilangan setidaknya 18 orang kerabatnya.
Pihak berwenang mencatat lebih dari 1.300 kematian di Al-Haouz saja. Menurut televisi publik Maroko, "lebih dari 18.000 keluarga terkena dampak" akibat gempa di Al-Haouz, yakni lokasi pusat gempa.
Sekolah-sekolah diliburkan
Kementerian Pendidikan Maroko mengumumkan bahwa sekolah di banyak desa yang terdampak paling parah akibat gempa di Al-Haouz, terpaksa "diliburkan", dan sekolah-sekolah tidak akan dibuka pada hari Senin (11/09).
Beberapa warga juga bergegas memadati rumah sakit di Marrakesh pada hari Minggu (10/09), untuk mendonorkan darah mereka guna membantu para korban yang terluka, sementara banyak juga warga yang bergerak untuk membantu sesama yang tengah terkena dampak gempa.
Beberapa bagian dari kota bersejarah Marrakesh dan lorong-lorongnya, juga mengalami kerusakan yang signifikan, di mana terlihat gundukan reruntuhan dan bangunan di sekitar area.
Kerajaan Maroko juga telah mengumumkan tiga hari berkabung nasional. Palang Merah Maroko bahkan memperingatkan bahwa dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh gempa tersebut.
"Ini tidak akan selesai dalam satu atau dua minggu... Kami mengandalkan respons yang akan memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun," ujar Hossam Elsharkawi, Direktur Wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara.
Gempa tersebut merupakan yang paling mematikan di Maroko sejak gempa bumi tahun 1960 yang menghancurkan Agadir dan menewaskan lebih dari 12.000 orang.
kp/ha (AFP)