Dunia Masuki Zona Bahaya Baru
14 Mei 2013Saat melampaui ambang batas karbon dioksida yakni 400 ppm pekan lalu, dunia telah “melewati sebuah batas bersejarah dan memasuki zona bahaya baru,” kata Christiana Figueres, Kepala Sekretariat Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Tingkat itu diukur dengan sistem pemantau Amerika, yang belum ada di bumi tiga atau lima juta tahun -- saat temperatur bumi beberapa derajat lebih hangat dan permukaan air laut masih 20 hingga 40 meter lebih tinggi dibanding hari ini, kata para pengamat.
Bahaya Baru
Sebelum revolusi industri, saat manusia pertama kali memompakan karbon ke atmosfer dengan membakar bahan bakar fosil, tingkat CO2 masih sekitar 280 ppm -- terus meningkat sejak pencatatan dimulai pada tahun 1950-an.
400 ppm adalah batas simbolik yang memang diperkirakan akan terlampaui, namun para aktivis lingkungan mengatakan bahwa itu adalah sebuah peringatan dalam upaya untuk mengekang emisi rumah kaca melalui penggunaan bahan bakar fosil.
“Dunia harus tersadar dan mencatat apa artinya ini bagi keselamatan dan kesejahteraan manusia serta perkembangan ekonomi,” kata Figueres, yang mengwasi perundingan global yang bertujuan membatasi pemanasan yang disebabkan oleh perubahan iklim.
“Dalam menghadapi bahaya yang jelas dan hadir di depan mata, kita membutuhkan respon kebijakan yang benar-benar bisa menghadapi tantangan itu.”
Para perunding di bawah naungan PBB berharap tahun 2015 akan bisa mengembangkan sebuah perjanjian iklim global baru yang akan mulai berlaku pada tahun 2020.
Cari solusi jangka pendek
Badan dunia itu secara simultan berisaha menemukan solusi jangka pandek sebelum tahun 2020 untuk memperkecil kesenjangan yang tumbuh antara target emisi karbon yang disepakati dan pemanasan yang sebetulnya dibutuhkan untuk mencegah pemanasan global.
PBB menargetkan, peningkatan suhu maksimal 2 derajat celcius di atas tingkat pra industri yang bagi para ilmuwan dipercaya sebagai tingkat perubahan iklim yang masih bisa ditangani.
Panel Antar Negara Tentang Perubahan Iklim IPCC, yang memberi masukan kepada para pengambil kebijakan, telah mengatakan bahwa jumlah CO2 di atmosfer harus dibatasi hingga 400 ppm agar temperatur bumi hanya naik 2 sampai 2,4 derajat celcius.
Namun, Jumat pekan lalu, pusat pemantauan National Oceanic and Atmospheric Administration di Mauna Loa, Hawaii, mengeluarkan data yang menunjukkan bahwa rata-rata jumlah CO2 di atas Samudera Pasifik berada pada tingkat 400,33 ppm.
Sebuah pusat pemantauan di Scripps Institution of Oceanography di San Diego, California, mencatat jumlah CO2 adalah 400,08 ppm.
“Kita masih punya kesempatan untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim, tapi ini akan membutuhkan langkah respon yang sangat besar,” kata Figueres.
Perundingan yang lambat
Negosiasi iklim dunia sejauh ini hanya membuat kemajuan yang sangat sedikit dan kenaikan emisi tahunan telah membuat para ilmuwan menyimpulkan bahwa pemanasan 3 atau 4 derajat celcius kemungkinan akan terjadi pada akhir abad ini.
Putaran selanjutnya mengenai pembicaraan tingkat tinggi akan mengambil tempat di Warsawa, Polandia pada Desember mendatang, dengan diawali dengan pertemuan awal yang dijadwalkan bakal berlangsung di Bonn, Jerman pada Juni mendatang.
Tahun lalu, pertemuan di Doha, Qatar, yang dihadiri 27 negara Uni Eropa, Australia, Swiss dan delapan negara industri maju lainnya telah menandatangani sebuah kesepakatan pengurangan emisi gas rumah kaca yang bersifat mengikat hingga 2020 di bawah perpanjangan Protokol Kyoto.
Seluruh negara yang ikut dalam kesepakatan itu hanya mewakili 15 persen dari total emisi global. Amerika Serikat, Cina dan India, yang dikenal sebagai penghasil CO2 enggan diikat oleh perjanjian bersama mengenai pengurangan emisi gas rumah kaca, sehingga tidak memiliki target pengurangan yang bersifat mengikat.
ab/ap (afp/dpa/ap)