1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Emisi Karbon Global Capai Rekor Tertinggi pada 2024

14 November 2024

Meski ada kebutuhan mendesak untuk mengurangi karbon di atmosfer guna memperlambat perubahan iklim, emisi dari bahan bakar fosil masih terus meningkat, kata para ilmuwan.

https://p.dw.com/p/4mxZT
Asap membubung keluar dari pabrik baja raksasa di Inner Mongolia, Cina, pada 4 November 2016.
Emisi bahan bakar fosil terus meningkat, meski ada upaya global untuk beralih ke energi bersihFoto: Kevin Frayer/Getty Images

Emisi karbon global dari bahan bakar fosil telah mencapai rekor tertinggi pada tahun 2024, demikian menurut laporan terbaru dari tim ilmuwan Global Carbon Project yang berbasis di Inggris.

Laporan bertajuk "Anggaran Karbon Global 2024" itu memproyeksikan emisi karbon dioksida (CO2) dari pembakaran dan penggunaan bahan bakar fosil sebesar 37,4 miliar ton, naik 0,8% dari tahun 2023.

Selain emisi dari penggunaan bahan bakar fosil, laporan tersebut juga mengungkap proyeksi emisi dari perubahan penggunaan lahan (seperti deforestasi) sebesar 4,2 miliar ton, sehingga total emisi CO2 diproyeksikan mencapai 41,6 miliar ton pada tahun 2024, meningkat dari 40,6 miliar ton pada tahun lalu.

Laporan ini muncul di tengah berlangsungnya KTT Iklim PBB COP29 di Baku, Azerbaijan, di mana negara-negara menegosiasikan cara untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015 dan mempercepat pengurangan emisi menuju "net zero” atau nol emisi karbon guna membatasi kenaikan suhu global.

"Waktu hampir habis untuk memenuhi target Perjanjian Paris - dan para pemimpin dunia yang bertemu di COP29 harus melakukan pengurangan emisi bahan bakar fosil secara cepat dan mendalam, agar kita memiliki peluang untuk tetap berada di bawah 2 derajat Celsius, dari tingkat pemanasan pra-industri,” ujar Pierre Friedlingstein dari Exeter's Global Systems Institute, yang memimpin penelitian tersebut.

Emisi kembali meningkat setelah satu dekade stagnan

Sementara emisi CO2 dari bahan bakar fosil meningkat dalam 10 tahun terakhir, emisi CO2 dari perubahan penggunaan lahan justru rata-rata mengalami penurunan, sehingga menjaga total emisi relatif stabil selama periode itu, kata laporan tersebut.

Namun tahun ini, emisi karbon dari bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan diperkirakan akan meningkat. Hal ini sebagian disebabkan oleh kekeringan, dan emisi dari deforestasi serta kebakaran hutan yang dipicu oleh pola cuaca El Nino pada 2023-2024.

Dengan lebih dari 40 miliar ton CO2 yang dilepaskan setiap tahunnya, tingkat karbon di atmosfer terus meningkat, dan itu mendorong pemanasan global yang berbahaya.

Tahun 2024 juga diprediksi akan jadi tahun terpanas yang pernah tercatat, siap melampaui rekor suhu panas pada 2023, dengan beberapa bulan berturut-turut mencatatkan suhu lebih dari 1,5 derajat Celsius.

Dengan tingkat emisi saat ini, 120 ilmuwan yang berkontribusi dalam laporan Anggaran Karbon Global tersebut memperkirakan kemungkinan kenaikan suhu global melebihi 1,5 derajat Celsius dalam waktu sekitar enam tahun.

Pada 2024, peristiwa cuaca ekstrem terkait pemanasan global, termasuk gelombang panas yang mematikan, banjir besar, badai tropis, kebakaran hutan, dan kekeringan ekstrem, telah menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi manusia.

"Dampak perubahan iklim menjadi semakin dramatis, tapi kami masih belum melihat tanda-tanda bahwa pembakaran bahan bakar fosil ini telah mencapai puncaknya,” kata Friedlingstein.

Meski emisi meningkat, upaya iklim membuahkan hasil

Corinne Le Quéré, Royal Society Research Professor di Exeter University's School of Environmental Sciences, mengatakan data terbaru juga menunjukkan bukti adanya "aksi iklim yang efektif dan meluas.” 

"Penetrasi energi terbarukan dan mobil listrik yang terus meningkat dalam menggantikan bahan bakar fosil, serta penurunan emisi deforestasi dalam beberapa dekade terakhir” telah terkonfirmasi untuk pertama kalinya, ujarnya. 

"Ada banyak tanda-tanda kemajuan positif di tingkat negara, dan ada keyakinan bahwa puncak emisi fosil CO2 global semakin dekat, tetapi puncak global itu masih tetap sulit dipahami,” kata Glen Peters, dari Pusat Penelitian Iklim Internasional CICERO di Oslo.

Para peneliti merujuk pada 22 negara, termasuk banyak negara di Eropa, Amerika Serikat dan Inggris, di mana emisi bahan bakar fosil di wilayah itu telah menurun selama satu dekade terakhir, bahkan ekonomi mereka semakin tumbuh. 

"Kemajuan di semua negara itu perlu dipercepat untuk menurunkan emisi global menuju nol emisi karbon,” kata Peters. 

Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris