1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Cina & Korsel Mau Bangun Pabrik Baterai Mobil Listrik di RI

27 November 2020

Pembangunan dilakukan tahun depan dan targetnya pada 2023 pabrik yang digarap Korsel dan Cina tersebut bisa berproduksi.

https://p.dw.com/p/3ltTY
Foto ilustrasi mobil listrik
Foto ilustrasi mobil listrikFoto: picture-alliance/dpa/empics/PA Wire/Y. Mok

LG Chem Ltd asal Korea Selatan (Korsel) dan Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) asal Cina mulai membangun pabrik baterai kendaraan listrik di Indonesia pada 2021.

"Bahwa sudah ada 2 perusahaan besar yang sudah tanda tangan kontrak dari hulu sampai hilir, satu dari Cina, satu dari Korea," kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam diskusi virtual di saluran YouTube DPMPTSP Jatim, Kamis (26/11).

Pembangunan dilakukan tahun depan dan targetnya pada 2023 pabrik yang digarap Korsel dan Cina tersebut bisa berproduksi.

"Mulai 2021 kita sudah mulai jalan, 2023 kita produksi," sebutnya.

Lanjut dia, saat ini ada lagi produsen dari Jepang dan Amerika Serikat (AS) yang akan berinvestasi di Indonesia. Namun, Bahlil belum menjelaskan siapa perusahaan yang dimaksud. Selain itu, saat ini pemerintah RI sedang melakukan pendekatan dengan produsen kendaraan listrik, Tesla untuk berinvestasi di Indonesia.

"Kemungkinan besar kita rayu lagi Tesla untuk bisa masuk," sebutnya.

Kerja sama dengan perusahaan Rusia

Pada kesempatan yang sama, Bahlil juga memaparkan progres pembangunan kilang yang dikerjasamakan dengan perusahaan Rusia, Rosneft.

Proyek kompleks kilang minyak dan petrokimia di Tuban, Jawa Timur semakin menemui titik terang pasca terganjal urusan lahan yang membelit.

Pembangunan proyek tersebut tertunda lama sejak kerja sama antara Pertamina dan Rosneft terbentuk di tahun 2017. Namun, Bahlil menjelaskan Desember akan mulai berjalan pembangunannya.

"Semuanya on going mulai bulan Desember ini. Kita mulai masuk reklamasinya Desember ini berdasarkan data dari JO (Joint Operation) antara Rosneft dan Pertamina," kata dia.

Bahlil menjelaskan proyek investasi Rosneft sekitar Rp 211,9 triliun, persoalan lahannya sangat alot.

"Itu persoalan pembebasan tanah 800 hektare lebih itu minta ampun ribetnya. Dua hari saya tidur di Tuban ini, saya turun ke tokoh-tokoh masyarakat, saya selesaikan dan sekarang tinggal 30 hektare yang belum terselesaikan. 30 hektare itu sudah diukur tinggal mereka mau diselesaikan tapi belum mau dibayar. Tapi oke saya pikir itu bertahap," paparnya.

Proyek yang digarap Rosneft ini menjadi salah satu investasi mangkrak. Nilai investasi yang mangkrak di Indonesia mencapai Rp 708 triliun, dan kini telah dieksekusi Rp 474,9 triliun. (Ed: gtp/ha)

Baca artikel selengkapnya di: DetikNews

China & Korsel Mau Bangun Pabrik Baterai Mobil Listrik di RI