Uni Eropa Dukung Pemerintah Libanon
24 Oktober 2012Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk urusan Luar Negeri dan Kebijakan Politik, Catherine Ashton mengekspresikan kecemasannya hari Selasa (23/10) atas situasi politik Libanon yang kembali bergolak, setelah para penentang pemerintah mendesak agar Perdana Menteri mundur terkait serangan bom yang dituduh didalangi Suriah.
“Serangan ini adalah sesuatu yang mengerikan: kami prihatin atas stabilitas Libanon,” kata Ashton usai pertemuan dengan Perdana Menteri Najib Mikati.
Kerusuhan dan Ketidakpastian
Situasi di Libanon masih shock tiga hari setelah Kepala Intelijen Dalam Negeri Jenderal Wissam Hassan tewas terbunuh dalam sebuah serangan bom. Kerusuhan berlanjut seiring tuntutan oposisi agar Perdana Menteri mundur.
Ashton juga mengatakan, tanpa memberikan keterangan lebih detail, bahwa “Ada yang sedang mencoba untuk mengalihkan perhatian dari situasi di wilayah ini dengan membuat masalah di Libanon,“ demikian dikutip dari kantor berita lokal National News Agency (NNA).
Ashton yang merupakan pejabat tertinggi politik luar negeri Uni Eropa, berada di Libanon untuk menggelar pembicaraan dengan Perdana Menteri Najib Mikati dan Presiden Michel Suleiman. Dia menyampaikan dukungan kuat kepada Perdana Menteri negara itu. Kantor berita lokal juga menyampaikan bahwa Ashton memuji cara para pemimpin Libanon dalam mengatasi situasi genting ini.
“Kami memuji pendirian Mikati yang ingin menjaga kekokohan persatuan Libanon di tengah situasi sulit ini,” kata Ashton
Beberapa kelompok oposisi Lebanon telah menyerukan kepada Mikati untuk mengundurkan diri terkait kematian Kepala Intelijen Dalam Negeri.
Presiden Lebanon Michel Suleiman, selama pembicaraan dengan Ashton juga menyerukan kepada Uni Eropa agar membantu negaranya untuk mengurus ribuan pengungsi asal Suriah yang meninggalkan negaranya menuju Libanon. Lembaga pengungsi PBB memperkirakan pengungsi Suriah ke Libanon berjumlah lebih dari 100 ribu orang.
Kecurigaan dan Kekerasan
Situasi politik di Libanon terjerumus ke dalam kekacauan pekan lalu setelah sebuah bom mobil meledak di ibukota Beirut dan membunuh delapan orang pada hari Jumat lalu. Diantara korban tewas termasuk Kepala Intelijen Polisi Jenderal Wissam Hassan. Serangan pembunuhan itu diduga melibatkan rezim di Suriah.
Dugaan terkait dalang pembunuhan Hassan itu muncul dari seorang anggota parlemen Libanon, Ammar Houry, yang merupakan seorang anggota blok politik Libanon yang menentang rezim Assad di Suriah.
”Pada malam serangan, kami menerima sebuah SMS dari nomor Suriah yang mengatakan: “Anak keparat, kami akan mengejar kalian satu persatu,“ kata Houry hari Senin. Setelah kematian Hassan, Houry mengatakan ada pesan lain yang masuk. ”Kami menerima SMS kedua yang berisi:”Selamat, hitung mundur sudah dimulai. Satu dari sepuluh sudah dilenyapkan.”
Pembunuhan atas Kepala Intelijen Libanon telah memicu gelombang kekerasan di negara itu. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kekerasan sektarian akan kembali meluas.
Sedikitnya 11 orang tewas dalam pertempuran antara kelompok yang mendukung dan anti rezim Suriah di Tripoli, sebuah kota di utara Libanon pekan lalu. Kota itu menjadi kubu kelompok Alawi, yang mengikuti Imam yang sama dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
ab/ as (DPA, AFP)