1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ujian Sekularisme di Turki

25 April 2007

Dengan mengajukan menteri luar negeri Abdullah Gül sebagai calon presiden, Erdogan justru hendak mengukuhkan posisinya.

https://p.dw.com/p/CPGn
Erdogan dan Gül dua tokoh politik puncak di Turki
Erdogan dan Gül dua tokoh politik puncak di TurkiFoto: AP

Manuver politik dari PM Turki, Recep Tayyip Erdogan yang menegaskan tidak akan maju sebagai kandidat presiden, dikomentari sejumlah harian Eropa. Harian konservativ Perancis Le Figaro yang terbit di Paris berkomentar : Erdogan melakukan langkah cerdik. Dengan menunjuk orang kepercayaannya, Gül sebagai kandidat presiden, Erdogan mengamankan aksesnya ke istana presiden. Sebab presiden mendatang itu, merupakan tokoh kunci di jajaran puncak partai Islam konservativ-AKP yang memerintah sekarang ini. Gül terkenal lebih terbuka dan tidak terlalu dogmatis dibanding Erdogan. Dengan begitu, ia dapat merangkul dan menenangkan militer serta birokrat. Walaupun begitu, disadari bahwa pencalonan ini tidak akan mampu menciptakan perujukan antara kubu sekuler dengan kubu Islam konservativ.

Harian Perancis lainnya Liberation yang berhaluan liberal kiri menulis dalam tajuknya : Erdogan pantang menyerah. Kedua kubu yang bersaing di Turki, kini mempersiapkan diri untuk pertempuran yang sebenarnya, yakni pemilu parlemen bulan November mendatang. Dengan latar belakang itulah, Erdogan menarik keputusan cepat, untuk mempertahankan jabatannya sebagai PM, dan tetap menjadi ketua partai Islam konservativ-AKP. Sebagian besar kader pimpinan di partai AKP juga menghendaki skenario tsb. Untuk menegaskan, bahwa Erdogan sebetulnya tidak menyerah, ia menetapkan tangan kanannya Abdullah Gül sebagai kandidat presiden tunggal.

Sedangkan harian liberal Austria Der Standard yang terbit di Wina berkomentar : Dengan pencalonan Gül kelompok sekuler di Turki menghadapi ujian berat. Belum pernah sebelumnya, sejak pendirian Republik Turki oleh Kemal Atatürk, sebuah partai Islam dapat meraih kekuasaan sedemikan besar seperti partai AKP. Dalam waktu bersamaan, kader-kader AKP menguasai jabatan PM, ketua parlemen dan sejumlah besar kementrian. Belum pernah sebelumnya, seorang presiden dari partai Islam, menjadi komandan tertinggi militer, yang memandang dirinya sebagai penjaga nilai-nilai Kemalisme. Belum pernah sebelumnya, seorang tokoh politik Islam dapat mempengaruhi secara intensif para pejabat kehakiman dan intelektual. Jika partai AKP kembali memenangkan pemilu mendatang, dipertanyakan sekokoh apa akar sekularisme di Turki?

Dan terakhir harian Jerman Stuttgarter Zeitung berkomentar : Sekarang Abdullah Gül yang harus menggerakan politik. Terpilihnya Gül menjadi presiden sudah dapat dipastikan. Dengan keputusan tsb, Erdogan menunjukan bahwa ia tetap menjalankan taktiknya, dan menyadari batasan yang dimilikinya. Jajak pendapat terbaru menunjukan, dalam pemilu parlemen mendatang, partai AKP pasti unggul lagi. Syaratnya ketua partai harus tetap Erdogan, tokoh politik puncak yang paling disukai di Turki. Jika ia menjadi presiden, maka basis kekuasaan akan goyah. Juga Gül merupakan diplomat kawakan di panggung politik internasional sekaligus pakar ekonomi, yang lebih mudah diterima kelompok Kemalisme, ketimbang Erdogan yang lulusan pesantren.