Tiga Kasus Doping di Olimpiade
30 Juli 2012Atlet lari Tameka Williams dari St. Kitts dan Nevis, pesenam Luisa Galiulina dari Uzbekistan dan atlet angkat berat Albania Hysen Pulaku dinyatakan positif menggunakan substansi terlarang. Komite olimpiade internasional (IOC) menyambut sistem pengawasannya sendiri. "Pesannya jelas. Kalau kalian melakukan doping, kami akan mengetahuinya!", ujar direktur media IOC Mark Adams. Bukti efisiensi pengujian doping baru tidak berlaku disini, karena substansi yang ditemukan cukup ringan dan telah terbukti penggunaannya sejak lama. Pulaku positif memakai streoid Stanozol. Bukan obat doping baru. Begitu juga Galiulina. Hasil tes menunjukkan Diuretikum Furosemid, bahan yang digunakan untuk menutupi pemakaian doping jenis lain. Ini juga mudah dilacak.
Lebih banyak kasus doping diperkirakan akan terungkap di London. 2008 di Beijing ada 20 atlet yang diketahui menggunakan zat terlarang. 2004 di Athena ada 26 orang. Lebih menarik diskusi tentang apakah para peneliti doping juga bisa menemukan bahan yang selama ini sulit untuk dilacak. Tidak lama sebelum Olimpiade London dimulai, pimpinan WADA John Fahey memperkenalkan tes baru bagi penyalahgunaan hormon pertumbuhan. Hormon pertumbuhan (HGH) diakui para pelaku doping kerap dipakai sebagai bahan doping standar. Proses analisa baru HGH dikembangkan Peter Sönksen setelah menelitinya selama 13 tahun.
Beberapa atlet Olimpiade juga dipertanyakan. Pakar doping ARD, stasiun televisi Jerman, Hajo Seppelt menyelidiki dua kasus doping Kenya. Rael Kiyara, juara marathon Hamburg dan Jemima Sumgong, juara dua marathon Boston. "Menurut saya, kasus doping yang terungkap di Kenya selama ini baru sebagian kecil saja. Kami tidak menangkap kesan, bahwa perhimpunan atletik Kenya benar-benar bermaksud mengungkapnya."
Joscha Weber / Vidi Legowo-Zipperer
Editor : Hendra Pasuhuk