Tersangka Anggota ISIS Diadili di Berlin
4 Januari 2017Terdakwa teroris yang datang ke Jerman bersama arus pengungsi Suriah tahun 2015, didakwa mendata obyek strategis dan potensial untuk dijadikan sasaran serangan teror kelompok jihadis radikal. Antara lain gedung parlemen Jerman, Reichstag dan Gerbang Brandenburg serta kawasan lain yang biasanya dipenuhi wisatawan di ibukota Jerman itu.
Dalam pengadilan khusus di Berlin yang dijaga ketat aparat keamanan, jaksa mendakwa Shaas Al-M dengan pasal keanggotaan dalam organisasi teroris luar negeri dan melanggar aturan kepemilikan senjata. Terdakwa teroris anggota IS itu diancam hukuman penjara maksimal 10 tahun.
Jaksa menyebut, terdakwa diduga ikut aktif berperang bersama Islamic State alias ISIS di Suriah tahun 2013. Shaas Al-M dituding ikut aktif dalam berbagai serangan, membawa senapan serbu AK-47 dan aktif memasok logistik bagi para jihadis. Tahun 2015 silam ia datang ke Jerman untuk memohon suaka seperti ratusan ribu pengungsi Suriah lainnya.
Terdakwa juga dituduh tetap menjalin kontak erat dengan kelompok teror ISIS. Ia berulangkali datang ke ibukota Jerman untuk mendata dan memonitor target potensial untuk serangan teror dan menyuplai data tersebut kepada komplotannya di dalam ISIS.
Shaas Al-M ditangkap bulan Maret tahun 2016 dan ditahan sebagai tersangka. Pengadilan telah melakukan 25 kali sidang pemeriksaan sejak bulan April tahun lalu.
Ancaman serangan teror di Jerman
Jerman terbangun dari mimpi sebagai negara paling aman di Eropa, setelah serangan teror ke pasar Natal di Berlin 19 Desember silam yang menewaskan 12 orang dan melukai 50 lainnya. Pelakunya, Anis Amri pengungsi warga Tunisia berusia 24 tahun diketahui memiliki kontak dengan ISIS.
Karena itu, kementerian dalam negeri Jerman mengajukan reformasi sistem keamana dan aparat keamanan. Walau memicu pro dan kontra, namun banyak pihak menilai, potensi ancaman di era ini amat berbeda dengan 35 tahun silam, dimana konsep keamanan dalam negeri Jerman diputuskan. Juga meningkatnya ancaman serangan teror berkaitan dengan politik pintu terbuka bagi pengungsi dari kiawasan konflik, memicu diperlukannya visi keamanan baru.
Seperti diketahui pelaku teror pasar Natal Berlin, Anis Amri yang ditembak mati polisi di Milan, Italia, adalah pengungsi yang masuk Jerman dengan menyalahgunakan politik pintu terbuka. Laporan intelejen mengindikasikan cukup banyak jihadis yang memanfaatkan celah keamanan, saat puncak arus pengungsi masuk Jerman tahun 2015 silam.
Para penyidik di Jerman hingga kini masih mengusut bagaimana hingga teroris itu bisa lolos melewati perbatasan empat negara. Juga terkait dengan aksi teror pasar Natal di Berlin, polisi melakukan razia dan aksi pengangkapan. Polisi di Berlin merazia sebuah rumah tempat penampungan pengungsi di Berlin dan menginterogasi seorang pengungsi asal Tunisia berusia 26 tahun yang punya kontak erat dengan teroris Anis Amri.
Tim penyidik mencurigai, orang ini mengetahui rencana serangan dan membantu Anis Amri. Sejauh ini polisi menolak mengkonfirmasi, bahwa mereka telah menahan tersangka.
Terkait serangan teror Berlin, ISIS sudah mengklaim mereka bertanggung jawaw sebagai dalan serangan dan Anis Amiri adalah jihadis anggota kelompok teror ini.
as/rzn(afp,rtr,dpa)