Temuan Limbah Medis Sungai Cisadane yang Mengkhawatirkan
2 Oktober 2020Komunitas pecinta lingkungan Bank Sampah Sungai Cisadane (Banksasuci) baru-baru ini melaporkan temuan limbah medis yang terjebak di antara aliran-aliran sampah di Sungai Cisadene, Tangerang.
Di tengah pandemi COVID-19 saat ini, temuan semacam ini sangat mengkhawatirkan banyak pihak. Limbah medis tersebut tidak hanya mencemari lingkungan, tapi juga membuat masyarakat yang tinggal di sekitar sungai menjadi lebih ketakutan akan bahaya COVID-19.
Dari jarum suntik hingga APD rusak
Ketua Banksasuci Foundation Ade Yunus melaporkan, para relawan awalnya banyak menemukan sampah yang tidak biasa, dua hari setelah longsornya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang di Tangerang Selatan pada Mei lalu. “Salah satunya adalah alat infus, selang infus, dsb”, ujar Ade saat diwawancara DW baru-baru ini.
Berhari-hari setelahnya, limbah medis yang ditemukan semakin banyak dan semakin beragam. “Ada alat suntikan, bahkan ada jarum suntik yang masih ada darahnya juga, juga ada sarung tangan lateks, terus juga ada beberapa APD yang sudah rusak, yang rusak parah begitu,” ujar Ade.
Menyusul adanya temuan limbah medis yang sejatinya masuk kategori limbah berbahaya (B3), para relawan yang biasanya mengumpulkan sampah dengan tangan tanpa pelindung, akhirnya diwajibkan menggunakan sarung tangan pelindung, tambah Ade.
Beruntung Banksasuci Foundation yang Ade pimpin telah memiliki sebuah insinerator yang dapat digunakan untuk pembakaran temuan limbah medis tersebut. Insinerator milik komunitas ini kata Ade memiliki kapasitas 1 ton per hari.
“Kebetulan di Banksasuci kita punya insinerator, dan memang standar temperatur untuk pembakaran limbah medis ini 800 derajat celcius,” ujarnya lebih lanjut.
Warga manfaatkan Sungai Cisadane untuk keseharian
Ade mengatakan aliran Sungai Cisadane masih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di sepanjang tepian sungai, meski di saat pandemi seperti sekarang aktivitas tersebut sudah mulai berkurang. Seperti misalnya, mencuci pakaian di pinggir sungai dan tempat berenang untuk anak-anak.
“Juga masih banyak masyarakat yang mengambil air sungai untuk sekadar misalkan menyiram tanaman yang mereka tanam di pinggir sungai. Lalu juga para nelayan itu biasa mengambil cacing sutra itu rutin, terus juga ada nelayan yang ‘ngegogoh’ ikan, itu masih banyak masyarakat yang melakukan aktivitas itu,” kata Ade melanjutkan.
Namun, lebih daripada itu, Sungai Cisadane juga menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Tangerang Raya. Pasalnya, air baku untuk PDAM Tirta Banteng Kota Tangerang bersumber dari Sungai Cisadane. “Jadi memang sangat urgen sekali kalau Sungai Cisadane ini harus betul-betul dijaga dan seluruh pihak harus terlibat di dalamnya,” kata Ade menegaskan.
Solusi jangka pendek
Ade menyebutkan, Banksasuci sudah menyerukan sejak awal TPA Cipeucang mengalami longsor, agar sisa-sisa longsoran yang menyebabkan pendangkalan sungai untuk segera dikeruk. Ini jadi salah satu solusi jangka pendek yang menurutnya dapat segera dilakukan.
“Bisa pakai beko yang amfibi gitu kan? Itu dikeruk sampai benar-benar bersihlah karena kalau ga dikeruk itu masih mengendap di bawah terjadi banjir ya naik lagi kedorong lagi sampah-sampah yang masih tersisa disitu,” ujar ketua Banksasuci itu.
Selain itu, Banksasuci juga ia sebut bekerja sama dengan para nelayan di sekitar sungai, untuk sama-sama berpatroli melakukan pembersihan sampah. Jika masyarakat menemukan limbah medis, diimbau untuk dikumpulkan, dipilah dan dilaporkan ke Banksasuci. “Jangan asal ambil, jangan asal buang, tapi bisa dilaporkan ke Banksasuci yang punya insinerator untuk pembakarannya,” kata Ade.
Seperti negara-negara lain di dunia, Indonesia mengalami peningkatan volume limbah medis akibat pandemi corona. Kementerian Kesehatan RI seperti dikutip dari Reuters melaporkan, sekitar 1.480 Ton limbah medis COVID-19 dihasilkan di seantero negeri dari Maret hingga Juni. Kemenkes juga mengakui bahwa Indonesia masih kurang dalam hal fasilitas pengelolaan, meski sedang bekerja mencari solusinya.
“Sebuah peraturan baru saja disahkan yang mencakup pedoman seputar pengolahan limbah medis di setiap fasilitas kesehatan,” kata pejabat kementerian, Imran Agus Nurali seperti dilansir dari Reuters.
Sebagian besar fasilitas kesehatan di Indonesia, termasuk rumah sakit, saat ini masih mengandalkan pihak ketiga untuk membakar limbah medisnya.
gtp/as