Telepon Pintar Untuk Negara Berkembang
5 September 2011Pasar bagi telepon pintar di negara berkembang dan negara ambang industri berkembang pesat. Manajer Produk perusahaan elektronik Samsung Lars Rabach memperkirakan, dalam empat tahun terakhir, separuh dari jumlah total telepon pintar yang terjual berharga di bawah 200 dolar.
"Telepon yang banyak digunakan memiliki layanan seperti facebook, twitter, sms dan sebagainya. Layanan itu terintegrasi, baik pada telepon pintar ataupun telepon genggam biasa. Konsumen tidak begitu membedakannya", kata Rabach.
Di Afrika, selain komunikasi, fungsi utama telepon genggam yang dikedepankan adalah sebagai sarana pembayaran. Nilai nominal pulsa yang ada pada telepon genggam bisa digunakan untuk membayar sewa rumah atau mengirim gaji.
Pasar yang berkembang cepat di Afrika, juga Asia, dilirik para pemain besar. Perusahaan komputer raksasa Amerika Serikat Apple dalam waktu dekat akan meluncurkan versi murah iPhone 4.
Di Kenya, Nokia akhir Agustus lalu memperkenalkan dua model telepon genggam yang dirancang khusus untuk kawasan itu, dengan dua kartu SIM sekaligus. Telepon mengatur kartu mana yang akan digunakan sesuai biaya percakapan atau kualitas jaringan.
80 persen telefon genggam yang beroperasi di negara berkembang Afrika, seperti Kenya, Ghana, Nigeria, Tanzania atau Uganda, sudah dapat digunakan untuk berinternet. Hanya saja, kecepatannya tidak dapat dibandingkan dengan jaringan di Eropa. Karena itu, aplikasi yang ditawarkan tidak bisa menuntut transfer data dalam jumlah besar.
Produsen piranti lunak Jerman SAP juga menyibukkan diri dengan pasar di negara berkembang dan ambang industri. Untuk Ghana misalnya, dikembangkan aplikasi bagi petani kacang mente. Mereka dapat mencari tahu pedagang mana yang menawarkan harga beli terbaik bagi hasil panen. Sementara pedagang, dengan bantuan program sederhana, dapat mendata produk dan melacak petani penghasilnya.
Christian Merz dari produsen piranti lunak SAP mengatakan, "Ini upaya serius bagi SAP untuk memanfaatkan pasar di lapisan bawah piramida, yang menggambarkan mayoritas ekonomi informal di negara berkembang dan ambang industri. Hal ini menuntut cara berpikir baru dan radikal."
Bagi pihak perusahaan, itu berarti cara pikir baru dalam pengembangan piranti lunak, pemasaran dan pelatihan. Bagi negara dan kawasan yang dituju, teknologi baru berarti kemudahan bagi hidup keseharian dan bisnis.
Di Afrika Selatan misalnya, ditawarkan aplikasi telepon genggam yang dapat digunakan pemilik warung kecil untuk memesan barang pada pedagang grosir yang memberikan potongan harga dan pengiriman barang. Sebelumnya, para pemilik warung harus berbelanja sendiri ke kota terdekat dan mengeluarkan uang untuk ongkos perjalanan.
Sabine Kinkartz/ Renata Permadi
Editor: Hendra Pasuhuk