Tantangan Ekonomi Pemerintahan Jokowi
16 November 2014Di berbagai ajang internasional, antara lain di KTT APEC (Beijing), KTT ASEAN (Naypyiday, Myanmar) dan terakhir di KTT G20 Brisbane, Australia, Presiden Jokowi terus mempromosikan potensi perekonomian Indonesia. Tujuannya untuk mengundang investor asing dan mendorong kembali investasi dan pertumbuhan.
Perekonomian Indonesia menunjukkan angka pertumbuhan terendah sejak lima tahun terakhir. Dalam triwulan ketiga tahun ini, periode Juli - September, angka pertumbuhan ekonomi hanya 5,01 persen, dibanding periode yang sama tahun lalu.
Pemerintah Indonesia saat ini memang menghadapi berbagai tantangan.
"Perkembangan negatif ini menunjukkan lagi betapa besarnya tantangan yang dihadapi pemerintahan baru", kata ekonom Gareth Leather dari Capital Economics.
"Joko Widodo memang membawa prospek sebuah awal baru setelah tahun-tahun kebuntuan politik, tapi dia masih harus bekerja keras", sambung Leather.
Pemotongan subsidi BBM mendesak
Presiden Jokowi sebelumnya berjanji akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi sampai 7 persen dalam dua tahun mendatang. Antara lain dengan menggalakkan pembangunan infrastruktur dan pemberantasan korupsi untuk menarik kembali para investor asing.
Langkah lain yang sangat mendesak adalah pemotongan subsidi BBM, yang menjadi sumber utama defisit neraca perdagangan Indonesia.
Menurut lembaga riset KATADATA (www.katadata.co.id), neraca perdagangan migas sampai September 2014 mencetak defisit sebesar 9,6 miliar US$.
Tapi langkah itu bukan hal mudah, sebab pemotongan subsidi BBM hampir selalu menyulut protes luas. Itu sebabnya pemerintahan sebelumnya di bawah Susilo Bambang Yudhoyono menolak melakukan langkah mendesak itu.
Selain itu, perekonomian kawasan memang sedang melemah, yang berakibat rendahnya permintaan di pasar ekspor. Hal itu terutama disebabkan oleh melemahnya perekonomian Cina sebagai salah satu aktor ekonomi utama.
Konsumsi rumah tangga penunjang utama
Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat, The "Fed", untuk mengakhiri program stimulus secara bertahap, juga diperkirakan berakibat negatif pada perkembangan pasar dan investasi di kawasan Asia pada bulan-bulan mendatang.
Data-data ekspor terbaru Indonesia menunjukkan penurunan 0,7 persen dibandingkan angka tahun lalu. Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), lemahnya perekonomian terutama karena turunnya permintaan untuk komoditi ekspor penting, seperti minyak sawit dan batubara.
Turunnya ekspor juga merupakan dampak dari peraturan pemerintah tentang larangan ekspor mineral dan batubara, yang diputuskan pemerintahan sebelumnya.
Faktor utama yang menunjang pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah konsumsi rumah tangga, yang terus meningkat dan mencapai pertumbuhan 5,44 persen.
hp/vlz (afp)