Tajuk: Hamas Hentikan Gencatan Senjata
25 April 2007
Komentar dari Peter Philipp
Serangan roket Palestina ke Israel baru-baru ini mungkin hanya merupakan semacam hadiah khusus dari Hamas untuk negara Israel yang merayakan 59 tahun kedaulatannya. Tetapi serangan di Jalur Gaza dan ancaman kelompok sempalan bersenjata Hamas sudah tentu dapat dilihat sebagai peringatan bahwa konflik Palestina-Israel bisa kapan saja kembali meruncing, meskipun pemerintahan koalisi besar Palestina sudah terbentuk dan upaya politik dari Ryad, Brussel hingga Washington, telah dilaksanakan.
Namun , masih harus dilihat apakah gencatan senjata yang dimulai bulan November 2006 dan diberlakukan di Jalur Gaza memang benar-benar telah berakhir seperti yang dinyatakan pejuang Hamas. Para politisi Hamas memang tampaknya tidak mendukung penghentian gencatan senjata tersebut, walaupun Perdana Menteri Palestina Ismail Haniyeh menyatakan bahwa serangan roket dari orang-orangnya baru-baru ini merupakan aksi balasan atas provokasi Israel. Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang kini sedang berada di luar negeri menyatakan bahwa tembakan roket itu hanya merupakan suatu insiden terpisah.
Dalam hal ini, keputusan Israel untuk tidak segera membalas serangan, sudah merupakan suatu yang positif, padahal negara itu sedang merayakan hari kedaulatannya di mana orang-orang di Jerusalem biasanya merasa sangat peka terhadap serangan semacam itu. Sikap menahan diri Israel ini tentu tidak disebabkan oleh akal sehat ketimbang karena pemerintahan Ehud Olmert yang masih lemah akibat konflik milter di Jalur Gaza dan Lebanon. Kedua konflik tersebut membawa dampak sebaliknya dari yang diharapkan pemerintahan Olmert. Yang pasti, konflik militer itu tidak berhasil membebaskan tentara Israel yang diculik, melainkan hanya mengakibatkan kematian warga sipil dan kerusakan yang tidak terhitung besarnya di Gaza dan Lebanon.
Mesipun demikian, di Israel terdapat kelompok yang melihat sikap menahan diri pemerintahannya belakangan ini, terutama setelah serangan roket Selasa lalu, salah. Namun mereka tidak dapat menawarkan pilihan lain. Masuk ke Gaza tidak pelak lagi akan mengulangi peristiwa tahun lalu. Selain itu Israel akan kembali menjadi tentara pendudukan dan reputasinya di luar negeri semakin memburuk.
Pemerintah Olmert hingga kini tidak ingin mendengarkan pengikut garis keras. Tetapi bersamaan dengan itu, aksi militer melawan aktivis Hamas di Tepi Barat ditingkatkan. Gencatan senjata tidak diterapkan di wilayah sebelah barat Yordania yang diduduki oleh Israel. Dan di wilayah itu sejak beberapa hari ini semakin sering warga Palestina tewas dalam aksi militer Israel. Hal itu serta perluasan pemukiman Israel di wilayah tersebut, pencaplokan lahan milik Palestina dan tindak semena-mena tentara pendudukan, meningkatkan tekanan kelompok radikal terhadap kelompok moderat di Palestina. Jika masalah ini tidak terselesaikan, misalnya melalui bantuan Mesir, maka tidak hanya konflik baru dengan Israel yang tidak terhindarkan lagi, tetapi juga konflik di Palestina sendiri.