Swedia Berencana De-digitalisasi Kaum Muda
17 September 2024Kilas balik ke tahun 2017, di mana strategi digitalisasi lima tahun Swedia untuk sekolah-sekolah menyatakan tujuan utamanya adalah, untuk "menciptakan peluang lebih lanjut untuk digitalisasi, mencapai tingkat kompetensi digital yang tinggi (terutama dalam konteks anak-anak, siswa, dan generasi muda), dan mempromosikan pengembangan pengetahuan dan kesempatan yang sama serta akses ke teknologi.”
Saat ini Swedia memiliki pengguna internet tertinggi kedua di Uni Eropa, setelah Denmark. Dan pemerintah di Stockholm khawatir akan ada terlalu banyak kesempatan bagi anak muda untuk bermain gawai di dalam kelas. Menteri Urusan Sosial dan Kesehatan Masyarakat Swedia, Jakob Forssmed, memimpin upaya untuk membuat para siswa menyeimbangkan kembali kehidupan nyata dan permainan TikTok.
Tak ada smartphone selama di sekolah
"Sekolah memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan [anak-anak] menghadapi dunia,” tegas Forssmed. "Tapi ya Tuhan,” katanya, sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, ”apa yang kita lihat sekarang adalah sesuatu yang lain.” Forssmed mengatakan lebih lanjut, para pelajar di Swedia mengalami gangguan yang meluas berupa penurunan kemampuan fisik dan intelektual, karena berjam-jam menghabiskan waktu online.
"Mereka tidak bisa memotong dengan gunting. Mereka tidak bisa memanjat pohon. Mereka tidak bisa berjalan mundur karena mereka duduk dengan ponsel mereka,” katanya kepada DW dalam sebuah wawancara di gedung kementerian di Ibu Kota Stockholm. "Kami juga melihat hal-hal seperti penyakit yang biasanya terjadi pada orang tua dan paruh baya sekarang menghantui kaum muda” karena kurangnya aktivitas fisik.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Itulah mengapa Forssmed mendorong agar pembatasan perangkat digital pribadi di sekolah dikukuhkan dalam undang-undang nasional dan diwajibkan, bukan hanya direkomendasikan, seperti yang terjadi saat ini.
Usulan pemerintah untuk undang-undang baru ini, akan memungkinkan siswa hingga kelas 9 untuk tidak memiliki akses ke smartphone mereka selama di sekolah, termasuk waktu istirahat.
Kasus mereka didukung oleh pedoman baru yang dikeluarkan awal bulan ini oleh Badan Kesehatan Masyarakat Swedia, yang menyarankan agar tidak ada waktu di depan layar sama sekali untuk balita di bawah usia dua tahun, total satu jam untuk mereka yang berusia dua hingga lima tahun, maksimal dua jam untuk mereka yang berusia enam hingga 12 tahun, dan untuk remaja maksimal tiga jam.
Forssmed meyakini masalah kurang tidur di kalangan remaja juga diremehkan. Ia mengatakan, penelitian terbaru menunjukkan bahwa remaja Swedia hanya tidur kurang dari enam jam per malam, sebagian besar disebabkan oleh gawai mereka, padahal mereka seharusnya tidur selama delapan hingga sembilan jam. "Hal ini membuat mereka kurang tangguh dalam menghadapi stres,” ujarnya, ”lebih berisiko mengalami depresi, keinginan untuk bunuh diri, dan kecemasan.” Anak perempuan sangat terpengaruh, katanya, dengan bukti ilmiah yang membuktikan bahwa media sosial "membuat Anda mengalami gangguan makan pada usia dini, merasa kurang percaya diri dengan tubuh Anda.”
Ketergantungan ponsel
Patrik Sander, seorang wakil kepala sekolah di kota Malmo, Swedia selatan, mengatakan kepada DW bahwa sekolah menengah tempat dia bekerja, selama bertahun-tahun mengumpulkan ponsel para siswa sebelum proses pembelejaran dimulai, meskipun mengembalikannya saat para siswa makan siang. Ia mengatakan, kebijakan itu diterapkan karena ada tanda-tanda "penyalahgunaan dan kecanduan” dan bahwa ketika ponsel disita saat pelajaran berlangsung, Anda masih bisa melihat "tangan-tangan murid yang mencari-cari ponsel.” "Jadi saya agak takut ketika melihat hal ini,” katanya, ”dan bukan untuk kepentingan saya sendiri, tetapi untuk mereka.”
Perilaku lain yang mengganggu yang diharapkan Sander dapat diatasi dengan penyitaan adalah perundungan. Dia mengatakan bahwa siswa perempuan di sekolahnya pernah memiliki teman sekelas yang mengambil foto secara diam-diam di ruang ganti saat berolahraga, misalnya, dan menyebarkannya.
Anak berusia 11 tahun: "Kami jadi ketagihan”
Meningkatkan kesadaran tentang risiko kecanduan, tampaknya berhasil di kalangan murid sekolah dasar di Arsta, pinggiran kota Stockholm, di mana para murid menyimpan gawai mereka di pagi hari di dalam tas buatan tangan yang mereka buat sendiri dan baru mengambilnya kembali di penghujung hari. Keempat murid berusia 10 dan 11 tahun yang diwawancarai DW secara mandiri tanpa didampingi oleh guru mengakui, mereka akan kesulitan berkonsentrasi tanpa sistem ini.
"Kami sering menggunakan Snapchat dan TikTok dan terkadang kami kecanduan,” kata Emma, ”jadi kami tidak mau meletakkan ponsel kami.” "Jika Anda meletakkannya di samping Anda, Anda selalu ingin memeriksanya,” tambah teman sekelasnya, Livia.
Teman sekelas mereka, Lucas, mengatakan, meskipun ia dapat mengambil ponselnya saat istirahat makan siang, ia lebih suka bermain sepak bola dengan teman-temannya, namun saat pelajaran berlangsung, ia sering tergoda untuk menggunakannya.
Sementara itu, Esia, mengakui dengan tegas bahwa dia tidak akan memperhatikan pelajaran. "Kemungkinan besar saya hanya akan sibuk dengan ponsel saya,” katanya, dan menambahkan bahwa hal ini karena sekolah ‘sangat membosankan' jika dibandingkan dengan bermain gawai.
Dia mengatakan, menghabiskan tiga atau empat jam per hari untuk online di luar sekolah, sementara tiga siswa lainnya mengatakan ponsel mereka akan terkunci secara otomatis setelah dua atau dua setengah jam.
Inilah salah satu alasan mengapa guru Asa Lind ingin melihat sekolah-sekolah menambahkan pembatasan lebih lanjut. Menurutnya, rekomendasi satu hingga dua jam dari Badan Kesehatan Masyarakat Swedia sudah cukup banyak, dan itu tidak termasuk waktu yang mungkin dihabiskan untuk online sebagai bagian dari kurikulum sekolah. "Saya pikir kita bisa melihat bagaimana kita menggunakan hari-hari sekolah kita, dan benar-benar membatasi dan melarang anak-anak yang lebih muda menggunakan layar gawainya selama pelajaran,” ujarnya, ”karena menurut saya, banyak waktu yang mereka habiskan untuk duduk sendiri dengan headphone di depan komputer untuk mengerjakan tugas sekolah.”
Dilema sistem penjadwalan digital
Namun, untuk beberapa siswa yang berusia lebih tua, tidak ada jalan keluar untuk terus menggunakan ponsel mereka, meskipun mereka menginginkannya. Lovisa Hedelin dan Nils Conning adalah siswa musik di Sodra Latins Gymnasium, di mana jadwal sekolah terus diposting dan diperbarui di Microsoft Teams. Conning mengatakan, dia bahkan pernah dihukum karena tidak memeriksa detail di ponselnya sebelum kelas dimulai.
"Namun, kasus mereka mungkin merupakan kasus yang tidak biasa, karena tidak mungkin memainkan alat musik dan menggulir ponsel pada saat yang bersamaan," kata Hedelin. "Jika ada lebih banyak orang yang benar-benar menggunakan ponsel mereka selama pelajaran, mungkin akan lebih banyak guru yang meminta mereka menyerahkannya,” katanya. Tidak jelas apa dampak dari undang-undang yang tertunda terhadap kurikulum khusus seperti kurikulum mereka.
Pada saat yang sama, Conning mengatakan, dia benar-benar harus bersikap tegas terhadap dirinya sendiri di waktu senggang, karena pada suatu waktu, dia mendapati dirinya menggulir gawai hingga pukul 3 pagi. "Saya menyadari bahwa hal itu tidak ada gunanya,” kata dia.
Guru biola Linda Toivola mengatakan, meskipun ia tidak pernah mengambil ponsel dari murid-muridnya yang sedang belajar musik, ia memiliki tiga anak yang bersekolah di sekolah lain dan ia menantikan peraturan yang lebih ketat dari Menteri Forssmed mengenai penggunaan gawai. "Saya akan menyukainya!” katanya. "Dan itulah yang saya harapkan sebagai orang tua.”
Artikel ini diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris