SIPRI: Dampak Perubahan Iklim Persulit Penyelesaian Konflik
27 Juni 2019Perubahan iklim mengancam keberhasilan misi perdamaian PBB, kata lembaga penelitian Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) yang berbasis di Swedia. Delapan dari sepuluh negara misi perdamaian PBB "terletak di daerah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim," kata SIPRI dalam laporan terbarunya yang dirilis hari Selasa (25/06).
Karena sifat kompleks perubahan iklim, diperlukan pendekatan holistik baru untuk menjamin keberhasilan jangka panjang dari misi perdamaian PBB, kata Florian Krampe, peneliti perubahan iklim dan keamanan di SIPRI kepada DW.
"Sementara kita mencoba menambal lubang kapal di satu sisi, lima lubang lain terbuka di sisi lainnya," jelasnya. "Respons militer tidak akan mampu mengatasi masalah ini, karena perubahan iklim menciptakan tantangan keamanan yang serius, membuat solusi keamanan jadi makin sulit."
Merusak upaya perdamaian
Penelitian SIPRI menunjukkan, perubahan iklim meningkatkan ketidakstabilan sosial dan politik, misalnya dengan memicu konflik-konflik di daerah yang dilanda kekeringan.
SIPRI mengidentifikasi negara-negara seperti Somalia, Republik Demokratik Kongo, Sudan Selatan dan Afghanistan sebagai negara yang paling terekspos dampak perubahan iklim. Negara-negara itu juga menjadi tuan rumah misi perdamaian multilateral terbesar PBB.
"Perubahan iklim secara langsung mempengaruhi dinamika konflik yang sedang berlangsung dan meningkatkan kemungkinan konflik kekerasan," kata laporan itu. "Selain meningkatkan kemungkinan kekerasan, perubahan iklim menyulitkan bantuan tata kelola dan upaya pembangunan perdamaian multilateral."
Perlu pendekatan baru
Bagi SIPRI, misi perdamaian PBB "kurang siap" menghadapi situasi baru ini, mengingat perubahan iklim "sudah memengaruhi elemen-elemen kunci dari mandat mereka."
SIPRI menyerukan pendekatan baru dengan menentukan bagaimana isu-isu terkait perubahan iklim memengaruhi konflik. SIPRI juga mendesak agar pertukaran pengetahuan antara aktor penjaga perdamaian ditingkatkan, dan lebih banyak investasi dalam proyek-proyek yang menangani masalah perubahan iklim dan pembangunan.
"Kita perlu mengubah cara ketika berurusan dengan pembangunan perdamaian dalam konteks yang semakin kompleks, jika tujuan kita adalah untuk membangun perdamaian, terutama jika perdamaian yang dimaksud itu sesuatu yang lebih dari hanya sekadar tidak adanya kekerasan," kata Krampe kepada DW. (hp/ae)