1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sikap Eropa Terhadap Hamas

15 Februari 2006

Proses menuju perundingan dengan kelompok garis keras Hamas merupakan tema komentar sejumlah harian di Eropa.

https://p.dw.com/p/CPLH
Presiden Abbas dan Presiden Putin
Presiden Abbas dan Presiden PutinFoto: AP

Harian berhaluan konservatif Austria, DIE PRESSE yang terbit di Wina, mengkritik kebijakan politik negara-negara Uni Eropa dalam menghadapi situasi terbaru di timur tengah.

"Eropa telah bertekuk lutut, bahkan sebelum ia dapat bangkit. Kuartet Timur Tengah sebelumnya menuntut agar HAMAS menghentikan aksi kekerasan sebagai syarat dimulainya perundingan. Akan tetapi belum lama ini, presiden Rusia Wladimir Putin, mengundang kelompok garis keras HAMAS ke Moskow untuk berdialog. Di tempat lain, komisaris urusan luar negeri Uni Eropa Benita Ferrero-Waldner, yang diharapkan menentang langkah tersebut, malah memberikan lampu hijau kepada pemerintah Kremlin atas inisiatif yang ia anggap dapat menghasilkan dampak yang lebih baik itu. Walaupun para pemimpin HAMAS secara resmi tetap berpegang pada sasaran utamanya untuk menghancurkan Israel, hal ini tidak mempengaruhi tokoh toleran Eropa tersebut. Ia tetap mendorong Israel agar mau berunding dengan kelompok radikal Hamas. Memang tidak tertutup kemungkinan, suatu hari nanti dilakukan perundingan dengan Hamas. Namun sebelumnya Hamas harus melakukan reformasi total. Dan Hamas akan melakukannya, jika dunia internasional terus menekan mereka."

Harian Denmark berhaluan liberal POLITIKEN yang terbit di Kopenhagen menurunkan komentar, penilaian terhadap Hamas harus mengacu kepada tindakannya, bukan kata-katanya.

"Secara tradisional, politik barat untuk Timur Tengah beranggapan, pemerintah yang ada sebagai satu-satunya jaminan bagi stabilitas di kawasan tersebut. Dan kelompok keagamaan hanya akan menimbulkan kekacauan. Anggapan itu ternyata keliru, sekarang Hamas harus dapat menunjukkannya di Palestina. Jika Hamas berhasil menarik kepercayaan masyarakat internasional, hal itu akan menjadi faktor penentu bagi masa depan Palestina dan pembangunan negara tersebut. Di dunia Arab, hal ini dipandang sebagai uji coba, apakah gerakan keagamaan hanya akan menimbulkan kerusakan atau malah memicu pembangunan. Yang jelas, dalam proses perdamaian, Hamas sebagaimana juga pemerintahan Israel memiliki tanggung jawab yang sama untuk menunjukkan kesungguhan mereka untuk memulai perundingan damai."

Tema lainnya yang menjadi ulasan dan topik komentar beberapa harian di Eropa adalah konflik atom Iran. Langkah Rusia untuk mendorong dibukanya jalur diplomasi dalam penyelesaian konflik yang terjadi di Timur Tengah dan Iran mendapat sambutan baik. Rusia telah memainkan peran sebagai juru runding yang dapat dipercaya. Demikian komentar harian Austria DER STANDARD yang terbit di Wina.

"Rusia telah menyatakan kesiapannya untuk memulai dialog dengan kelompok garis keras Hamas. Tidak hanya itu, pemerintah di Moskow telah pula menawarkan solusi damai kepada Iran, sehubungan dengan rencana negara tersebut untuk memulai kembali kegiatan pengayaan Uranium. Dalam kedua kasus ini, Rusia telah memainkan perannya sebagai juru runding yang dapat dipercaya. Di satu sisi, hal ini disebabkan oleh anggapan para pengambil keputusan di Timur Tengah yang menilai bahwa Rusia merupakan pengimbang terhadap dominasi Amerika Serikat. Namun di sisi lain, mereka juga sadar bahwa Rusia hanya mengejar kepentingannya sendiri. Dan apa alternatif yang lain, selain dialog dengan para pemimpin di Teheran maupun di Jalur Gaza? Jika tidak memanfaatkan peluang ini, maka situasi di kawasan tersebut akan meruncing dan tidak ada yang dapat membayangkan konsekuensinya."

Sementara harian Jerman, BERLINER MORGENPOST berkomentar, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad memaksa dunia internasional untuk memberikan sanksi terhadap negaranya.

"Sangat mengherankan bahwa Presiden Ahmadinejad bersikeras menolak satu-satunya kompromi terakhir yang dapat ditawarkan oleh dunia internasional. Sampai saat ini Rusia telah berusaha mendorong Iran menuju kompromi yang dapat diterima semua kalangan. Namun pemerintah di Teheran tampaknya tidak memiliki keinginan untuk melakukan hal tersebut. Presiden Ahmadinejad bahkan memandang perundingan itu sebagai hal yang belum diperlukan. Jika sikap keras kepala ini tetap dipertahankan, maka Presiden Wladimir Putin pun akan merasa dikelabui. Ahmadinejad telah menyudutkan posisi Rusia ke arah negara-negara yang menyetujui pemberian sanksi terhadap Iran."