Tim Hukum Prabowo Pertanyakan Aliran Dana Kampanye Jokowi
14 Juni 2019Jumat pagi (14/6) Mahkamah Konstitusi gelar sidang perdana kasus sengketa hasil pemilihan presiden 2019. Sidang dipimpin langsung oleh Ketua MK Anwar Usman. Dalam sidang ini hadir juga pemohon dari pihak Prabowo-Sandi, termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, dan pihak terkait yakni pihak Jokowi-Ma'ruf dan Bawaslu.
Sebelum sidang dimulai, Anwar pun menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tunduk dan takut terhadap pihak-pihak yang mencoba mengintervensi MK. Menurutnya hakim-hakim MK hanya akan tunduk pada konstitusi dan peraturan perudang-undangan yang sesuai berdasarkan sumpah mereka.
"Kami memang dari tiga lembaga yaitu presiden, DPR, dan Mahkamah Agung. Tetapi sejak kami mengucapkan sumpah maka kami independen, kami merdeka, tidak bisa dipengaruhi siapa pun, dan hanya takut pada Allah," tegas Anwar.
Baca juga:Pakar Hukum Tata Negara: Gugatan Hasil Pilpres 2019 Bergantung Pada Paradigma MK
Prabowo dan Sandi diketahui tidak ikut mengahadiri gelaran sidang perdana ini. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto.
"Kami ingin menyampaikan salam dari pemohon principal, bahwa beliau Pak Prabowo dan Pak Sandi tidak hadir di Mahkamah Konstitusi ini bukan tidak menghargai Mahkamah Konstitusi, tapi beliau ingin menjaga marwah Mahkamah Konstitusi dan hatinya ada di ruangan ini,” ujar pria yang kerap disapa BW ini.
Selain BW tampak hadir tim kuasa hukum lainnya yaitu Denny Indrayana, Luthfi Yazid, Iwan Satriawan, Teuku Nasrullah, Iskandar, Dorel Almir, dan Zulfadli. Untuk pihak termohon yakni KPU, dihadiri oleh Ketua KPU Arif Budiman, komisioner KPU Evi Novida, Hasyim Asy'ari, Wahyu Setiawan, Ilham Saputra, Viryan Aziz, dan Pramono.
Sedangkan untuk pihak terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 diwakili oleh 20 orang antara lain Yusril Ihza Mahendra selaku ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Taufik Basari, I Wayan Sudirta, Trimedia Panjaitan, Ade Irfan Pulungan, dan Asrul Sani.
"Mohon maaf atas ketidakhadiran ketua dan anggota Bawaslu yang lain karena pada saat yang bersamaan kami juga sedang melakukan proses persidangan penanganan pelanggaran administrasi,” ujar anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar saat memperkanalkan diri.
Aliran dana kampanye Jokowi dipertanyakan
Sidang hari ini beragendakan pembacaan berkas permohonan oleh pihak pemohon. Mantan wakil ketua KPK, Bambang Widjojanto pun menjadi yang pertama dari kubu pasangan capres-cawapres 02 yang memulai membacakan permohonan. Dengan tegas ia meminta MK membatalkan penetapan hasil pemilihan presiden 2019 yang menetapkan pasangan Jokowi-Ma'ruf sebagai pemenang kontestasi lima tahunan tersebut.
Baca juga:Jelang Sidang, Inilah Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Sengketa Pilpres di MK
"Objek sengketanya yaitu yang kami ajukan untuk dibatalkan adalah keputusan KPU nomor 987/ PL.01.08-KeputusanKpt/06/KPU/V/2019 tentang penetapan hasil pemilhan umum presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPRD, dan DPRD Kabupaten dalam lampiran 1, lebih jauh karena terkait perlu dimintakan pembatalan atas berita acara KPU RI nomor 135-PL.01.0-BA/06/KPU/V/2019,” tutur BW di atas mimbar MK.
Menurutnya keputusan tersebut tidak sah menurut hukum karena Jokowi diduga menyalahgunakan kekuasaannya sebagai presiden dalam proses pemilu silam. BW mengungkapkan berdasarkan perhitungan tim internal, Prabowo – Sandi lah yang seharusnya unggul dalam perolehan suara. Pihaknya mengklaim Prabowo-Sandi meraih 68.650.329 suara sedangkan Jokowi-Ma'ruf hanya meraih 63.573.169 suara.
Lebih lanjut Bambang menyampaikan dua perkara yang menjadi landasan permohonan timnya. Yang pertama calon wakil presiden Ma'aruf Amin diketahui masih belum mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pejabat BUMN di Bank Mandiri Syariah dan Bank BNI Syariah selaku Ketua Dewan Pengawas Syariah. Menurutnya itu merupakan pelanggaran dan bertentangan dengan Pasal 27 huruf P UU Pemilu nomor 7 tahun 2007.
Bambang Widjojanto juga mempertanyakan sumbangan pribadi dana kampanye Jokowi yang menurutnya tidak wajar. Ia menjelaskan, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Joko Widodo yang diumumkan KPU pada 12 April 2019 silam, tercatat total harta kekayaannya mencapai Rp 50 miliar dengan kas setara Rp 6 miliar.
Baca juga: Prabowo: Apa Pun Keputusan MK, Sikapi Dengan Dewasa
Kemudian, dalam Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye 25 April 2019 menunjukkan sumbangan pribadi Jokowi berbentuk uang mencapai Rp 19.508.272.030 dan berupa barang senilai Rp 25 juta.
"Menjadi janggal ketika kas dan setara kas di dalam harta kekayaan pribadi Joko Widodo berdasarkan LHKPN hanya berjumlah Rp 6 Miliar, tertanggal 12 April 2019, mampu menyumbang ke rekening kampanye Rp 19 Miliar pada 25 April 2019. Dalam waktu 13 hari bertambah Rp 13 Miliar," ujar BW.
Ia juga menyoroti tiga kelompok penyumbang dana kampanye Jokowi-Ma'ruf, yaitu Wanita Tangguh Pertiwi, Arisan Wanita Sari Jateng, dan Pengusaha Muda Semarang. "Ada sumbangan sebesar 33 miliar yang terdiri dari nama-nama kelompok tertentu, begitu dilacak nama-nama itu mempunyai NPWP pemimpin kelompok itu sama dan identitasnya sama. Bukanakah itu penyamaran?” ungkapnya.
Nantinya pihak termohon KPU RI dapat menjawab permohonan pihak pemohon dalam sidang pemeriksaan yang diagendakan pada Senin (17/06) pekan depan. MK sendiri menjadwalkan pemeriksaan pada tanggal 17-24 Juni dan sidang putusan akan digelar pada 28 Juni 2019.
Masyarakat tetap tenang
Polri pun memperketat kemanan untuk menjaga jalannya sidang yang berlangsung di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat. Kepada Kompas.com Karopenmas Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo sampaikan hal tersebut. "Untuk pola pengamanan dibagi 4 ring," ujar Dedi.
Ring pertama berada di dalam Gedung MK, ring kedua adalah sekitar Gedung MK, ring ketiga adalah halaman parkir Gedung MK, dan ring keempat adalah di luar gedung termasuk rekayasa lalu lintas.
Sementara itu Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan pihaknya telah mempersiapkan langkah-langkah antisipasi berkaca dari aksi massa pada 12-22 Mei 2019 silam demi menjaga keamanan tetap kondusif selama sidang berlangsung.
"Polri dan TNI selalu antisipasi skenario terburuk sehingga pasukan yang ada dari Polri sekitar 17.000, termasuk dari daerah, tidak dipulangkan walaupun sudah 1,5 bulan di sini, baik Brimob maupun Sabhara. Mereka bergabung dari Mabes dan Polda Metro,” ujar Tito.
rap/rzn