Siapa Eks Tim Mawar yang Diduga Dalangi Rusuh 22 Mei?
10 Juni 2019Dua kali nama Kolonel Fauka Noor Farid mencuat dalam catatan sejarah Indonesia. Pertama ketika dia dipecat lantaran terlibat penculikan aktivis pro-Demokrasi pada 1998, dan yang kedua ketika kerusuhan pascapemilu mendekap ibukota Jakarta pada 21-22 Mei.
Fauka termasuk 11 anggota tim Mawar yang divonis bersalah oleh Mahkamah Militer Tinggi 1999 silam. Meski vonis tersebut tidak banyak mencederai karirnya, mantan perwira Badan Intelijen Strategis (BAIS) itu pensiun dini dengan jabatan Letnan Kolonel. Setelah lenyap bak ditelan Bumi dia lalu kembali mengabdi pada bekas atasannya di Kopassus untuk Pemilu 2014 dan 2019, Prabowo Subianto.
Baca juga: Senjata Gelap Makan Tuan Dalam Kerusuhan Mei 2019
Pada 21 Mei dia ditengarai ikut merencanakan kerusuhan berdarah menolak hasil penghitungan suara. Dalam laporan khusus Majalah Tempo (10/6), Polisi membeberkan transkrip pembicaraan antara bekas anggota Kopassus itu dengan Dahlia Zein, Ketua Umum Baladhika Indonesia Jaya yang merupakan pendukung Prabowo dan sekaligus putri bekas Kepala Staf Kostrad Kivlan Zein .
Di dalamnya Fauka dikisahkan bertugas sebagai konduktor aksi demonstrasi di lapangan. Sementara Dahlia mengirimkan massa dan membantu menyediakan akomodasi di sebuah hotel di Cikini. Dalam edisi teranyar Majalah Tempo, Fauka dikutip menyambut baik terjadi kerusuhan dalam aksi protes, lebih baik jika jatuh korban, begitu kata dia seperti ditulis Tempo.
Keduanya membantah tuduhan tersebut meski nomer telepon di dalam catatan transkrip milik mereka berdua. Fauka mengaku berada di tempat lain saat kejadian. Sementara Dahlia mengklaim tindak tanduknya selama 21-22 Mei hanya untuk mengkoordinasikan aksi damai simpatisannya sendiri.
Selama 21 tahun nama tim Mawar menjelma menjadi hantu reformasi. Komisi Nasional HAM mencatat kiprah satuan siluman Kopassus itu menyebabkan seorang korban tewas, 11 mengalami penyiksaan, 12 lain dianiaya, 23 orang dihilangkan secara paksa, dan 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya secara sewenang-wenang.
Baca juga:Siapa Sel Teror Baru yang Rencanakan Pembunuhan Empat Tokoh Nasional?
Namun begitu hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku tergolong ringan. Vonis Mahkamah Militer Tinggi hanya berkisar antara pemecatan dan penjara selama beberapa bulan.
Empat perwira yang ikut divonis akibat penculikan aktivis bahkan menikmati jenjang karir yang pesat seusai dipecat. Kolonel Inf. Fausani Syahrial Multhazar (Wakil Komandan Tim Mawar), Kolonel Inf. Drs. Nugroho Sulistyo Budi, Kolonel Inf. Yulius Selvanus dan Kolonel Inf. Dadang Hendra Yuda sejak 2016 silam menjadi perwira tinggi dengan bintang di pundak.
Menurut penelusuran wartawan senior, Made Supriatma, nasib baik tidak hanya menghampiri ke-empat perwira, tetapi hampir semua anggota tim Mawar. Satu-satunya yang dipecat, Bambang Kristiono, kemudian menggantungkan hidup pada Prabowo dan bergabung dengan Partai Gerindra.
Adapun sisanya banyak diangkat menjadi komandan daerah militer atau berkecimpung di bidang intelijen usai dari Kopassus, termasuk Chairawan Kadarsyah Nusyirwan, perwira tertinggi di balik tim Mawar yang bergabung dengan BAIS sebelum kemudian menjadi anggota Dewan Pembina Gerindra setelah pensiun.
Polri saat ini menahan dua tersangka dari purnawirawan TNI terkait aksi rusuh 22 Mei. Keduanya adalah Mayor Jenderal (Purn) Soenarko, mantan Danjen Kopassus yang diciduk terkait kasus kepemilikan senjata ilegal dan Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zen atas tuduhan makar dan rencana pembunuhan empat tokoh politik.
Baca juga: Bagaimana Kisruh 22 Mei Mengingatkan Minoritas Tionghoa Pada Tragedi 98
Kivlan mengenal Prabowo sejak duduk di akademi perwira di Magelang, Jawa Tengah. Usai pensiun 2001 silam dia malang melintang sebelum bergabung dengan Prabowo dalam Pilpres 2014.
Sementara itu Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto berjanji akan mengungkap nama-nama yang terlibat menggalang aksi kerusuhan 22 Mei. Selain nama Soenarko dan Kivlan Zein, Polisi mengaku sudah mengantongi semua tersangka, lengkap dengan BAP-nya. Kepada Kompas Wiranto menilai langkah itu diperlukan agar masyarakat mengetahui perkembangan kasus secara jernih dan komperhensif.
rzn/hp (tempo, detiknews, kompas, tirto.id)