1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Serangan Militer Turki ke Posisi PKK di Utara Irak

as19 Desember 2007

Irak kini menghadapi front pertempuran baru di utara dan selatan.

https://p.dw.com/p/Cdjt
Militer Turki disiapkan di sepanjang perbatasan utara Irak.Foto: AP

Situasi keamanan di Irak, terutama berkaitan dengan serbuan militer Turki ke utara Irak, untuk menghancurkan kubu pemberontak Kurdi-PKK, serta hengkangnya pasukan Inggris dari Basra, dikomentari dalam tajuk sejumlah harian Eropa.

Harian liberal kiri Spanyol El Pais dalam tajuknya berkomentar :

Di saat situasi keamanan Irak kelihatannya membaik, kini muncul sejumlah ancaman baru. Turki mulai melancarkan invasi militernya ke posisi pemberontak Kurdi-PKK di utara Irak. Dengan itu dibuka front pertempuran baru yang tidak diperlukan di Irak. Serangan militer ini, juga melanggar hukum internasional. Sementara di selatan Irak, ditarik mundurnya pasukan Inggris secara memalukan, membuka peluang bagi kelompok perlawanan dan Al Qaida untuk memenangkan perang. Pasukan Inggris ditarik, tanpa pernah terbukti berhasil membebaskan kawasan selatan Irak.

Harian liberal Austria Der Standard yang terbit di Wina berkomentar :

Serangan 300 pasukan angkatan darat Turki ke kawasan pegunungan di utara Irak, diduga lebih dari sekedar demonstrasi kekuatan. Di latar belakangnya juga menyangkut referendum di Kirkuk kota yang kaya minyak bumi. Ankara hendak mencegah jangan sampai Kirkuk masuk ke wilayah pemerintahan regional Kurdi. Karena dengan itu kawasan otonomi Kurdistan akan semakin kuat, baik secara ekonomi maupun politik, yang dapat memicu kepercayaan diri warga Kurdi di Turki, untuk mewujudkan impiannya menciptakan sebuah negara Kurdistan bersatu.

Harian Jerman Berliner Zeitung yang terbit di Berlin dalam tajuknya menulis :

Jika PKK meyakini, dapat mengadu domba negara-negara di kawasan itu dengan AS, mereka keliru. Tapi apakah Ankara akan merasa bangga dapat memenangkan perang, juga belum diketahui pasti. Sebab selama Turki tidak menghormati hak minoritas Kurdi, setiap kemenangan ibaratnya hanya jeda pendek dan bukannya pemecahan konflik.

Tema lain yang disoroti harian-harian Eropa dalam tajuknya adalah terpilihnya tokoh oposisi Ukraina, Julia Tymoschenko menjadi PM baru.

Harian Inggris Financial Times yang terbit di London berkomentar :

Pemerintahan baru Ukraina amat ringkih. PM Julia Tymoschenko yang pro-barat harus berjuang keras untuk menegakkan kekuasaannya. Tapi bagi barat, pemerintahan baru Ukraina itu bagaimanapun juga merupakan mitra yang lebih kooperativ, dibanding pemerintahan pro-Rusia dari Viktor Janukovitsch. Tapi menimbang di Kiev masih terasa guncangan susulan dari revolusi oranye, Uni Eropa dan AS untuk sementara jangan memberi dukungan terlalu besar.

Terakhir harian Belanda Trouw yang terbit di Den Haag berkomentar :

Sekarang Ukraina paling tidak kembali menjalankan politik yang benar. Uni Eropa harus memanfaatkan peluang ini, dengan menawarkan bantuan keuangan dan tenaga ahli, akses ke pasar serta dalam spektrum luas kemungkinan hubungan semakin erat dengan Uni Eropa. Dengan itu, posisi koalisi pemerintahan yang goyah dapat diperkokoh.