Serangan Israel ke Libanon Terus Berlanjut
8 Agustus 2006Penduduk Israel Utara hampir tidak pernah meninggalkan tempat perlindungan lagi. Sirene kerap terdengar dan Senin (07/08) kemarin roket Hisbullah kembali menghujam kota dan tanah pertanian. Terutama di sekitar Nahariya dan Safed. Menurut laporan sejumlah orang luka-luka.
Angkatan Udara Israel membom sasaran di Beirut Selatan, di Libanon Barat dan di dekat kota Baalbeck, yang menjadi markas Hisbullah. Sementara pasukan artileri melepaskan tembakan ke sasaran yang diduga tempat persembunyian Hisbullah, dan Angkatan Darat Israel terus bergerak memasuki negara tetangga Libanon.
Konflik antara Hisbullah dan Israel diawali dengan penculikan dua tentara Israel. Hisbullah menuntut diadakannya perundingan untuk pembebasan mereka. Israel menolak dan bereaksi dengan serangan. Awalnya dengan alasan untuk membebaskan tentara yang diculik dan untuk menghentikan serangan roket Hisbullah ke Israel Utara. Tetapi itu ternyata tidak berhasil. Padahal Perdana Menteri Israel, Edhud Olmert, menyatakan pekan lalu, kekuatan Hisbullah sudah sangat melemah.
Wakil Perdana Menteri, Shimon Peres membela pernyataan Olmert dan mengatakan, senjata jarak jauh Hisbullah memang sebagian besar berhasil dihancurkan. Tetapi roket jarak dekat masih ada dan mereka tidak akan berhenti menembakkannya. Namun di pihak Israel juga tidak ada tanda-tanda akhir krisis. Akhir pekan lalu sejumlah tentara cadangan mulai ditugaskan. Tiap kubu tampaknya berusaha menang dengan kekuatan militer, sebelum jalan keluar diplomatis berhasil ditemukan. Dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) belum dapat mengeluarkan resolusi.
Pemerintah Jerman menyambut baik rancangan resolusi yang diajukan AS dan Perancis di DK PBB. Jurubicara pemerintah Thomas Steg mengatakan di Berlin:
"Bagi pemerintah Jerman, yang penting adalah rancangan resolusi harus memungkinkan diakhirinya konflik baik dalam jangka menengah maupun panjang. Itu akan kami perjuangkan."
Steg mengatakan, Senin (07/08) kemarin Kanselir Angela Merkel sudah mengadakan pembicaraan telefon dengan Perdana Menteri Libanon, Fuad Siniora, tentang teks resolusi. Kedua pihak sependapat, DK PBB harus secepat mungkin mengeluarkan resolusi, dan itu juga harus didukung negara-negara yang bukan anggota DK PBB.
Walaupun Libanon menuntut perubahan teks resolusi, pemerintah Jerman menilai, resolusi mengakui kedaulatan Libanon. Seperti dikatakan jurubicara Departemen Luar Negeri Jens Plötner:
"Pemerintah Jerman yakin, Timur Tengah akan memperoleh dampak positif dari Libanon yang kuat. Jadi kita akan berupaya, agar Libanon mendapat keuntungan dari proses ini."
Itu juga akan diusahakan Menteri Luar Negeri Frank-Walter Steinmeier dalam kunjungannya ke Timur Tengah dalam waktu dekat. (ml)