Senjata Digital dari Jerman
23 April 2013Houssam Aldeen dulu bertugas dua setengah tahun di militer Suriah dan mempelajari teknologi mata-mata. Jurnalis di Damaskus itu membuat sejumlah alamat e-mail palsu dan hanya menggunakan internet di lokasi untuk publik. Tapi ia tetap ditangkap, dituduh bertukar informasi dengan organisasi asing. Tampaknya dinas rahasia Suriah menyadap pembicaraan Aldeen yang juga bekerja sebagai penerjemah untuk jurnalis asing.
Perusahaan Jerman termasuk penawar utama teknologi mata-mata semacam itu. "Teknik ini membantu memerangi penjahat dan teroris", demikian argumen produsen. Komputer dan telefon diawasi. Piranti lunak khusus memungkinkan "petugas" ikut membaca sms. Melacak lokasi seseorang, memata-matai komunikasi di internet dan mengetahui rahasia Password juga mungkin."Tapi jika jatuh ke tangan yang salah, teknologi semacam itu cepat menjadi senjata digital", kata Christian Mihr, ketua Reporter Tanpa Batas kepada Deutsche Welle. Organisasi jurnalis internasional itu menuduh perusahaan barat memasok teknologi keamanan kepada negara-negara otoriter, yang juga memanfaatkan sarana elektronik memata-matai warga yang kritis dan menangkapnya.
Penetapan Haluan Ekspor
Berbeda dengan bisnis senjata konvensional, untuk bisnis teknologi pengawasan tidak ada pembatasan ekspor di tingkat nasional maupun di Uni Eropa. Dengan sedikit pengecualian, perusahaan Jerman masih harus meminta ijin ekspor. Hanya ekspor ke negara yang kena embargo seperti Suriah atau Iran saat ini dibatasi. Karena itu perusahaan Jerman, kalaupun menarik pertimbangan, lebih secara moral dibanding pembatasan oleh UU.
Ini ditunjukkan misalnyaTrovicor. Perusahaan IT yang dibentuk jaringan kerja Nokia Siemens 2009, dengan kantor pusat di München, meluncurkan apa yang disebut "Monitoring Center". Sistem yang tahun 2000 dipasok Siemens ke Suriah, dimana dengan itu komunikasi internet dan telefon bisa diawasi secara luas.
Atas pertanyaan DW juru bicara perusahaan itu menjawab tertulis, ada ikatan kontrak untuk tidak memberi informasi tentang pelanggan, negara atau volume pasokan. Tapi dalam butir kesepakatan kontrak tercantum, pembeli diwajibkan mengikuti garis haluan OECD untuk perusahaan multinasional. Juga dijamin bahwa dalam pelaksanaan ekspor, semua UU ekspor dan pengiriman internasional dipatuhi dan tidak dikirim ke negara-negara yang dilanda perang saudara.
Syarat Ekspor Lebih Ketat?
Sekali sistemnya dikirimkan hampir tidak bisa dikaji sejauh mana teknologi pengawasan tidak disalahgunakan. Jan van Aken pakar senjata dari Partai Kiri Jerman "Die Linke" menuntut agar pembatasan ekspor untuk teknologi pengawasan dimasukkan dalam UU Ekonomi Luar Negeri AWG dan eskpor diawasi ketat.
Tapi Martin Lindner, jurubicara ekonomi politik Partai Liberal FDP di Fraksi Parlemen Jerman Bundestag menolak pengetatan syarat ekspor bagi teknologi pengawasan digital. "Tidak ada negara di bumi ini yang begitu kritis dan mendasar melakukan pengkajian ekspor seperti Jerman." Teknologi semacam itu tidak dibuat untuk melakukan penindasan. Produk-produk semacam itu yang dipasok, memang bisa disalahgunakan, dipakai melanggar hukum, tapi ini secara umum berlaku bagi setiap barang di dunia, demikian Lindner.
Perubahan peraturan ekspor untuk teknologi pengawasan dari sisi pemerintah Jerman saat ini dipandang tidak penting. Di Bundestag beberapa pekan lalu peraturan yang diputuskan untuk memperbaharui UU ekonomi luar negeri AWG mengenai teknologi pengawasan tidak disebutkan secara eksplisit.