Sengketa GKI Yasmin Masih Berlanjut
9 Februari 2012Rapat gabungan Rabu (08/02) digelar dengan harapan sangat tinggi. yaitu menyelesaikan sengketa GKI Yasmin Bogor yang berlarut-larut. Namun rapat yang diikuti tiga komisi di DPR, Ombudsman dan pemerintah itu, hanya menghasilkan keputusan yang normatif dan menggantung. Seperti dibacakan Ketua Komisi II, Agun Gunanjar: "Dengan tetap menghormati putusan Mahkamah Agung, rapat ini memutuskan agar pemerintah pusat dan daerah dalam waktu yang secepat mungkin menyelesaikan permasalahan GKI Yasmin Bogor secara tuntas dengan melibatkan seluruh unsur dan elemen masyarakat yang terkait, setelah itu kita pantau bagaimana perkembangannya,”
Pemerintah pusat sejauh ini, masih bertahan dengan mengulang tawaran perundingan, antara GKI Yasmin dan kelompok penentang yang berasal dari kelompok garis keras. Mendagri Gamawan Fauzi menyebut salah satu opsi yang disiapkan pemerintah adalah menyediakan tempat peribadatan baru bagi jemaat GKI Yasmin. Relokasi yang sebelumnya juga diajukan Pemda Bogor itu terletak 300 meter dari lokasi GKI Yasmin.
"Kalau soal beribadah nanti disediakan. Kalau Pemda Bogor tidak menyediakan dana, saya yang menyediakan dananya nanti, itu jaminan pertama. Yang kedua, berunding ini semua pihak harus ikhlas, mau menyerahkan siapa wakil wakil yang bisa mengambil keputusan. Yang ketiga kalau ini masalah ranah hukum, saya tidak akan ikut campur, silahkan hukum menyelesaikan. Mengeksekusi dan sebagainya. Orang kan punya argumentasi hukum masing masing. Kalau saya untuk mendamaikan, mencarikan titik temu itu yang perlu.”
Berawal dari Sengketa IMB dengan Pemda Bogor
Sengketa GKI Yasmin terjadi setelah Walikota Bogor menyegel gereja dengan alasan Izin Pendirian Bangunan IMB serta penolakan warga setempat, meski Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa IMB gereja tersebut sah secara hukum. Keputusan MA juga didukung Komisi Ombudsman, namun hingga kini belum ditaati Walikota Bogor.
Mendagri Gamawan Fauzi Optimis, sengketa ini akan bisa diselesaikan dalam 6 bulan kedepan jika para pihak bersedia berunding. Namun Bonar Tigor Naipospos dari Setara Institute justru memandang, tawaran relokasi itu, semakin menunjukan pemihakan pemerintah kepada kelompok penentang yang melakukan pembangkangan hukum.
“Penyelesaianya masih tetap, lebih memihak kepada mereka yang dianggap memiliki kekuatan besar. Dan pemerintah sangat khawatir betul kelompok kelompok radikal itu akan mencari masalah karena itulah bagi pemerintah yang paling gampang ditekan adalah kelompok GKI Yasmin. Mereka (pemerintah ) sebenarnya berharap GKI Yasmi akan meniru langkah yang pernah diambil HKPP Ciketing Bekasi yang bersedia berpindah ke satu tempat untuk beribadah, tapi kenyataan nya sampai sekarang HKBB Ciketing Bekasi tidak mendapatkan penyelesaian apa-apa”
Sengketa Masih Berlarut-larut
Kekhawatiran serupa juga dinyatakan Juru Bicara GKI Yasmin Bona Sigalingging yang tegas menepis kemungkinan negosiasi itu. Ia menegaskan, akan tetap berpegang pada putusan Mahkamah Agung dan rekomendasi Ombudsman yang memutuskan penyegelan GKI Yasmin melanggar hukum: "Sebenarnya ini bukan titik temu, ini soal eksekusi. Ada masalah hukum sudah diputuskan, bahkan Ombudsman pun sudah bicara. Sekarang masalahnya tinggal eksekusi. Mungkin ada ribuan putusan pengadilan yang berbeda diluar GKI Yasmin, apakah setiap putusan itu kemudian dinegosiasikan para pihak itu? kan bisa gila republik ini nanti kalau setiap putusan sudah berkekuatan hukum tetap ujungnya negosiasi. Mereka selalu menawarkan relokasi, ini ada apa? Apakah karena kami minoritas maka kami dipojokan untuk menerima relokasi dan hak kami sesuai putusan Mahkamah Agung dan rekomendasi Ombudsman diabaikan"
Sengketa GKI Yasmin telah memicu kecaman dunia, setelah serangkaian intimidasi yang dilakukan kelompok-kelompok penentang terhadap jemaat saat akan beribadah. Salah satunya disuarakan LSM Hak Azasi Manusia Amnesty Internasional.
Sejumlah aksi solidaritas dan unjuk rasa termasuk dengan mendatangi Istana presiden telah dilakukan, namun penyelesaian tegas dari pemerintah tak kunjung datang.
Zaki Amrullah
Editor: Dyan Kostermans