Sekjen PBB Desak Myanmar Akui Hak Rohingya
11 Juli 2013Kekerasan sektarian terhadap muslim Rohingya di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. telah menelan korban ratusan jiwa pada tahun lalu. Sekitar 140.000 diperkirakan telah mengungsi akibat konflik tersebut. Hal ini dinilai menjadi ancaman terhadap kredibilitas upaya reformasi politik Myanmar.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon mengatakan: "Adalah penting bagi pemerintah Myanmar untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk menanggapi keluhan sah dari warga minoritas, termasuk tuntutan kewarganegaraan Rohingya." Selanjutnya dikatakan bahwa bila tidak berhasil, "ini akan mengganggu proses reformasi dan memicu dampak negatif di daerah-daerah." Demikian dikatakan Ban, Rabu (10/7) pada pertemuan dengan para wakil "Group of Friends on Myanmar" terdiri dari Australia, China, Perancis, India, Indonesia, Jepang, Norwegia, Rusia, Singapura, Thailand, Inggris, AS, Vietnam dan Lithuania, negara pemimpin Uni Eropa saat ini.
1982 Myanmar mengesahkan undang-undang kewarganegaraan yang mengakui delapan ras dan 130 kelompok minoritas, tetapi mengabaikan sekitar 800.000 warga Rohingya. Myanmar berpenduduk sekitar 60 juta jiwa. Banyak penganut agama Buddha melihat warga Rohingya sebagai penyusup bawaan kolonialis Inggris ketika negara itu dikenal dengan nama Burma.
Awal tahun ini Myanmar mengesahkan sebuah UU yang membatasi Rohingya di dua wilayah perbatasan dengan Bangladesh untuk tidak mempunyai lebih dari dua anak. Namun, UU ini tidak berlaku bagi warga Buddha. Penerima Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi dan juga kaum Buddha di Myanmar secara luas mengkritik UU tersebut. Tapi Suu Kyi yang diduga akan terpilih sebagai presiden Myanmar mendatang, tidak banyak berbicara mengenai hak-hak Rohingya,
Myanmar yang akibat kudeta menerapkan hukum militer, telah dikucilkan sejumlah besar negara selama 50 tahun, namun pada tahun-tahun terakhir diterima kembali oleh komunitas internasional setelah pembebasan banyak tahanan politik dan mengakhiri penahanan rumah Suu Kyi serta mulai melakukan reformasi.
Sementara itu wakil Organization of Islamic Cooperation (OIC) di PBB hari Rabu mendesak PBB untuk menekan pemerintahan Myanmar agar menyelesaikan konflik Rohingya.
Myanmar tidak dapat bergabung dengan komunitas demokratis negara-negara lain jika tidak melindungi hak-hak minoritas di negerinya ujar para wakil OIC. Dubes Arab Saudi di PBB, Abdallah Yahya al-Mouallemi mengatakan, "Tidak cukup dengan hanya menggelar pemilu. Pembunuhan dan perburuan harus diakhiri."
Maret lalu, sedikitnya 44 orang, kebanyakan di antaranya muslim, tewas dalam kerusuhan sektarian di Myanmar Tengah. Tahun lalu tercatat sekitar 200 korban tewas dalam konflik komunal di sebelah barat negara bagian Rakhine. Lebih 140.000 orang terpaksa mengungsi, kebanyakan di antaranya Rohingya.
Jurubicara Sekjen PBB mengatakan bahwa Ban mengungkapkan keyakinannya, Myanmar akan melanjutkan kemajuan dalam upaya konsolidasi demokrasi pada aparat pemerintahannya.
csf/hp (afp, ap, rtr)