Diguncang Dugaan Makar, Seberapa Stabil Sebenarnya Yordania?
7 April 2021Selama bertahun-tahun, Yordania dianggap sebagai negara yang stabil dan damai, terutama jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Suriah, Palestina, Israel, dan Irak.
Tetapi dugaan tentang upaya anggota keluarga kerajaan yakni Pangeran Hamzah bin Hussein untuk menggulingkan pemerintah, mengubah persepsi tentang negara Timur Tengah ini.
Apakah pemahaman negara-negara dunia, terutama pemahaman sekutu Barat seperti AS dan Jerman yang memiliki pasukan militer di sana dan merupakan donor keuangan penting, salah tentang Yordania selama ini?
Terlepas dari pandangan Yordania sebagai negara yang stabil, ketidakpuasan publik semakin terlihat dalam beberapa tahun terakhir, kata Adam Coogle, wakil direktur divisi Timur Tengah dan Afrika Utara Human Rights Watch, yang berkantor pusat di ibu kota Yordania, Amman.
"Situasi menjadi semakin tegang di sini dalam beberapa tahun terakhir," kata Coogle kepada DW. "Reputasi negara ini sebagai wilayah yang tenang dan hening telah berubah."
Yordania paling tepat digambarkan sebagai "kediktatoran yang lunak", seperti yang ditulis oleh Yasmina Abouzzohour, peneliti tamu di lembaga pemikir Doha Center Brookings Institution.
Di Yordania, Raja Abdullah II dapat menunjuk atau memberhentikan perdana menteri dan menteri kabinet negara serta anggota majelis tinggi parlemen. Sementara anggota majelis rendah yang dipilih setiap empat tahun tetapi cenderung memiliki pengaruh yang relatif kecil.
Generasi baru para pengunjuk rasa
Sistem ini telah berada di bawah tekanan selama beberapa puluh tahun terakhir. Tetapi sejak Arab Spring pada tahun 2011, yakni aksi demonstrasi besar-besaran di negara-negara Arab untuk menggulingkan rezim otoriter, ketegangan semakin meningkat.
Yordania juga memiliki protes gaya Arab Springnya sendiri. Dimulai pada Januari 2011 dan melibatkan generasi muda Yordania yang lebih kritis, yang dikenal sebagai Hirak atau gerakan populer. Tetapi, seperti yang ditunjukkan Abouzzohour, kebanyakan monarki Arab berhasil menahan protes ini dengan cara yang sama: "Mereka memberikan insentif moneter dan konsesi politik terbatas… dikombinasikan dengan taktik penindasan."
Kesengsaraan ekonomi Yordania
Namun, protes terus berlanjut sepanjang puluhan tahun, sebagian besar didorong oleh situasi ekonomi yang memburuk, standar hidup yang memburuk, dan pemerintah yang melanggar janji.
Demonstrasi para guru Yordania yang dimulai pada 2019 adalah contoh yang signifikan. Pemerintah menjanjikan para guru kenaikan gaji 50% pada tahun 2014. Namun, pemerintah membuat penyesuain kembali terkait janji tersebut, sebelum akhirnya benar-benar menghentikan sepenuhnya saat semua kenaikan gaji sektor publik dibekukan pada tahun 2020 karena pandemi virus corona.
Pada pertengahan 2020, pemerintah Yordania telah menangkap belasan pemimpin serikat guru dan melarang organisasi tersebut.
Tren yang mengkhawatirkan
"Itu masalah besar," ucap Adam Coogle dari Human Rights Watch. “Kelompok ini adalah organisasi independen terbesar di Yordania yang mampu melakukan mobilisasi semacam itu, dan ditutup hampir dalam semalam. Itu menunjukkan jenis tren yang sangat memprihatinkan,” pungkasnya.
Organisasi lain juga mengamati tren ini. Freedom House, sebuah organisasi non-pemerintah (LSM) yang berbasis di AS ini mengukur seberapa "bebas" demokrasi di sebuah negara, dan hasilnya peringkat Yordania turun dari "setengah bebas" pada tahun 2020 menjadi "tidak bebas" pada tahun 2021.
Pengawas kebebasan media, Reporters without Borders, juga mencatat bahwa ratusan situs web lokal telah diblokir sejak Yordania merombak undang-undang medianya pada 2012, dan menggarisbawahi fakta bahwa postingan di media sosial berpotensi hukuman penjara.
Yordania pun kini telah melarang media dan warganet untuk mempublikasikan konten apapun yang berkaitan dengan keluarga kerajaan, terutama soal Pangeran Hamzah.
Kebebasan berekspresi terancam punah
"Pada dasarnya, ada ketidakpuasan dan frustrasi yang meningkat serta persepsi bahwa hak-hak dasar sedang terkikis," kata Coogle kepada DW. "Orang-orang di sini merasa mereka tidak bisa mengekspresikan diri seperti dulu."
Dan dalam konteks ini mencerminkan pula perselisihan publik yang tidak biasa antara anggota keluarga kerajaan Yordania.
Perihal peristiwa akhir pekan itu, Pangeran Hamzah, saudara tiri Raja Abdullah II dan mantan putra mahkota yang populer, diduga hendak melakukan plot jahat untuk mengguncang negara kerjaaan ini. Dia juga pengguna media sosial yang cerdik.
Seorang warga lokal dari Amman yang tidak ingin disebutkan namanya atas alasan keamanan, mengatakan bahwa pesan video yang dirilis Pangeran Hamzah ke media yang mengeluhkan tentang dirinya yang dijadikan tahanan rumah, "mengungkapkan semua hal yang benar. Seolah-olah dia telah mendengarkan orang-orang yang mengeluh tentang pemerintah. Hal-hal yang dia katakan persis seperti yang Anda dengar di jalan di sini. "
Stabilitas adalah prioritas
Situasinya sudah mulai tenang sekarang. Pangeran Hamzah secara terbuka menolak tuduhan bahwa dia mencoba merongrong negara, dan menegaskan kembali kesetiaannya kepada Raja Abdullah, setelah dimediasi keluarga kerajaan.
Bagi warga Yordania biasa, peristiwa itu tetap menjadi misteri. Ada desas-desus tentang konspirasi internasional dan dinas keamanan yang bertindak terlalu jauh untuk menghentikan pangeran yang populer itu. Tapi warga Amman mengatakan, orang tidak akan membicarakannya secara terbuka.
"Semua orang takut berbicara dan takut mengungkapkan perasaan apa pun," kata seorang warga yang tak ingin disebutkan namanya. "Kebanyakan orang di Facebook hanya menuliskan hal-hal seperti 'semoga Tuhan melindungi Yordania.'"
"Tampaknya masalah telah diselesaikan untuk saat ini. Jadi saya tidak yakin ada bahaya bagi stabilitas negara dalam jangka pendek dan menengah," kata Edmund Ratka, kepala kantor Yayasan Konrad Adenauer Jerman di Amman, kepada DW.
"Tetapi fakta bahwa situasi yang meningkat seperti ini menunjukkan kegugupan rezim, batasan untuk gaya pemerintahan saat ini dan suasana tegang di negara ini. Dan dalam jangka panjang, jelas tantangan Yordania harus ditangani dengan cara yang lebih berkelanjutan." (pkp/yf )