Saat Makanan Menyiratkan Ragam Kisah
Seniman asal Jogjakarta, Elia Nurvista, melanglang buana lewat metafora makanan di setiap karyanya yang menyiratkan ragam pesan, dari pesan eksotis buah impor hingga pesan kolonial pada sajian makan malam Indonesia.
Früchtlinge
Karya penutup residensi Elia di tahun 2019 ditampilkan di Künstlerhaus Bethanien Berlin, Jerman. Lewat buah-buahan, ia berkisah tentang migran di Uni Eropa. Seringkali buah-buahan dari negara asing dianggap eksotis atau berdaya tarik khas, namun seringkali didiskriminasi. Pesan disampaikan lewat lukisan Still life buah-buahan dengan stiker bertuliskan “Latin Pride” atau “Touch of France”.
“Selamat datang di Eropa….”
Terdapat patung gerbang dari tepung dan garam. Gerbang menjadi logo seluruh mata uang Euro yang seolah membuka tangan terhadap migran. Dalam instalasi video, migran digambarkan layaknya buah dalam mesin pindai. Buah yang masuk ke wilayah Uni Eropa harus memenuhi syarat agar bisa berintegrasi dengan pasar, demikian pula para migran yang menghadapi kebijakan migrasi, contohnya pembuatan visa.
Dapur Umum "Adiboga Wonosari"
Saat kembali ke tanah air, Elia pun mengunjungi pasar di Wonosari dan menemukan makanan unik yang terbuat dari sisa-sisa makanan. Lantas sebuah ide pun terlintas, Elia membuka dapur umum “Adiboga Wonosari”. Di dapur ini ia mengajak setiap orang untuk memasak makanan ala restoran mewah dengan bahan sisa-sisa makanan. Pengunjung pun begitu antusias mendaftarkan diri sebagai juru masak.
Jamuan Rijstafel
Elia menggelar sajian bertema Rijstafel tahun 2014 di London. Rijstafel dalam bahasa Belanda berarti nasi di atas meja. Rijstafel sendiri adalah tradisi penjajah Belanda untuk menunjukkan kekuasaan di Indonesia dengan mendayagunakan orang Indonesia untuk melayani mereka. Masa itu, ada banyak nasi di atas meja dan sekitar 40 lauk yang disajikan tanpa henti oleh pelayan orang Indonesia.
Berkolaborasi dengan Bakudapan
Bakudapan atau “bertemu dengan makanan” adalah sebuah studi grup yang meneliti makanan dari segi politik, sosial, gender, ekonomi, filosofi, seni, dan kultur. Tak hanya lewat penelitian akademis, Bakudapan pun mengeksplorasi penelitiannya lewat ragam cara seperti tur makanan dengan riset sensori, diskusi, pagelaran seni, hingga praktik keseharian seperti memasak atau berkebun. (ck)