Saat Curah Hujan Berubah Menjadi Bencana Banjir Mematikan
4 Juni 2024Jerman selatan saat ini sedang dilanda bencana banjir. Sungai meluap, bendungan dan sistem pembuangan limbah rusak, ruang bawah tanah terendam air. Ratusan orang dievakuasi, seorang petugas pemadam kebakaran tewas, dan lainnya masih hilang.
Berkali-kali, alam menunjukkan kekuatannya yang luar biasa, dan kita ada di bawah hukum alam. Banjir beberapa waktu belakangan ini juga melanda negara Eropa lainnya, Slovenia, Kroasia dan Austria.
Tapi bagaimana air bisa menjadi kekuatan yang sangat dahsyat? Michael Dietze, peneliti lingkungan di Pusat Penelitian Geosains Jerman, dan bagian dari Helmholtz Center Potsdam, menulis tentang sifat banjir.
Dietze mengatakan, penting untuk diingat bahwa satu meter kubik air memiliki berat satu metrik ton, sehingga membuat air sangat berat.
"Air dapat memberikan tekanan yang luar biasa pada objek yang dilaluinya. Dan air yang bergerak sangatlah kuat – cukup kuat untuk menyapu mobil atau bahkan kontainer yang belum dilabuhkan."
Namun faktor lain juga ikut berperan, termasuk erosi. Permukaan tanah yang terdegradasi tapi tampak stabil dapat dengan mudah tersapu oleh air yang bergerak cepat.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Di Pusat Penelitian Geosains Jerman di Potsdam, para peneliti mempelajari dengan tepat cara air menggerus dan membawa sedimen, rambatan gelombang banjir dan besaran kekuatan saat air banjir menyapu suatu lanskap.
Dinas Cuaca Jerman melaporkan, curah hujan tinggi adalah risiko lingkungan yang diremehkan. Padahal hujan deras sulit diprediksi dan relatif jarang terjadi di sebagian besar wilayah. Ahli meteorologi dapat memperkirakan turunnya hujan, tapi tidak dapat mengetahui secara pasti kapan atau seberapa banyak volume air hujan akan turun di suatu wilayah tertentu.
Akibatnya, hujan deras dapat menyebabkan kerusakan lebih besar daripada yang diperkirakan. Seperti yang dijelaskan Dietze, "hujan deras menumpahkan sejumlah besar air ke tanah yang dalam banyak kasus sudah menjadi jenuh, ini berarti tanah tidak dapat menyerap air lagi."
Beda jenis tanah, beda cara menyerap air
Volume air bukanlah satu-satunya faktor. Komposisi tanah, atau kemampuannya dalam menyerap, menyimpan dan melepaskan air, juga berperan utama.
Di sinilah ukuran pori partikel tanah berperan. Koloid adalah partikel kecil berdiameter di bawah 2 mikrometer, terlalu kecil untuk terlihat dengan mata telanjang. Namun, dimensinya yang kecil berarti bahwa dalam jumlah besar mereka dapat membentuk luas permukaan yang sangat besar yang bisa mengikat molekul air.
Tanah liat dan lempung mengandung banyak koloid ini, sehingga air yang secara alami berada di antara pori-pori itu tidak dapat mengalir. Dengan pori-pori lebih sedikit, walaupun sudah amat jenuh, jenis tanah ini dapat menyimpan lebih banyak air dibandingkan pasir.
Namun butiran pasir lebih besar, dan terdapat lebih banyak lagi pori-pori besar berisi udara dan hanya sejumlah kecil koloid di tanah berpasir. Tanah berpasir bisa disebutkan hampir tidak mampu menahan air di antara pori-porinya, sehingga air dengan cepat mengalir.
Faktor penting lainnya adalah kondisi tanah sebelum curah hujan. Jika terjadi hujan deras yang tiba-tiba setelah periode kemarau berkepanjangan, tanah tidak mampu menyerap air dalam jumlah besar sekaligus.
Tanah yang kering memiliki apa yang disebut dengan sifat "anti-air". Artinya, air tidak merembes ke dalam tanah, tapi malah mengalir keluar dari permukaan. Residu tanaman juga merupakan faktor yang berkontribusi terhadap hal ini, karena zat lemak dan lilin dilepaskan selama kondisi kering.
Air membentuk jalannya sendiri
Ketika tanah menjadi jenuh setelah hujan dalam waktu lama, air tidak punya tempat lain selain mengalir di permukaan dan mengalir ke aliran sungai.
"Sesampainya di sana, kecepatannya bisa sangat tinggi," kata Dietze. Di stasiun penelitian ekologi Universitas Köln di tepi Sungai Rhein, misalnya, air biasanya mengalir dengan kecepatan 1-2 meter per detik.
"Semakin tinggi kecepatan dan semakin curam kemiringannya, terutama pada tanggul dan punggung bukit, serta semakin dalam sungai, maka semakin besar pula tenaga yang dapat diambil air di dasar sungai. Daya tarikan air ini setara dengan beberapa kilogram, yang cukup untuk menyapu pasir, batu, dan bahkan puing-puing," jelas Dietze.
Air dan partikel: kombinasi mematikan
Namun kekuatan air saja tidak cukup untuk menghanyutkan rumah-rumah dan jalan-jalan. Ada peran partikel-partikel yang terbawa oleh air. Bahan-bahan ini kemudian terdorong ke dalam tanah, jalan-jalan dan dinding-dinding bangunan, dan menghasilkan kekuatan erosi yang sangat besar.
Dietze mengatakan lebih jauh, banjir seperti ini dapat terjadi di mana pun saat terjadi hujan deras dan curah hujan ekstrem. Ini sangat berbahaya terutama di daerah pegunungan tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan secara tiba-tiba yang dapat menyebabkan seluruh danau meluap, atau di lokasi dan wilayah di mana es mencair dalam jumlah besar, itu dapat memicu tanah longsor dan gelombang banjir di lembah-lembah di bawahnya.
Bisakah banjir diprediksi?
"Peringatan cuaca dapat diperoleh dari prakiraan cuaca," kata Dietze. "Misalnya, prakiraan cuaca dapat dimasukkan ke dalam model hidrologi, untuk bisa membuat prediksi mengenai kemungkinan dan perkembangan banjir."
Sebaliknya, proses erosi lebih sulit diprediksi. Karena kejadian seperti ini terjadi sangat cepat, intensitasnya sulit diukur secara tepat.
Dengan bantuan citra satelit dan, yang terpenting, seismometer, para peneliti berupaya mengikuti gelombang banjir secara real-time dan menghitung intensitasnya. (ae/as)