1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rindu Bau Bensin dan Belanja di Supermarket

Feby Indirani, indonesische Autorin
Feby Indirani
17 Agustus 2018

Apakah para terpidana seumur hidup nasibnya hanya akan berakhir mati di dalam penjara, selamanya jauh dari keluarga dan tanah kelahiran mereka? Simak kisah yang dipaparkan Feby Indirani berikut ini.

https://p.dw.com/p/32cfM
Indonesien Bali 4 ausländische Häftlinge ausgebrochen
Foto: picture-alliance/AP Photo/F. Lisnawati

Matthew Norman dan Si Yi Chen, lolos dari hukuman mati dan mendapat hukuman seumur hidup.  Mereka adalah anggota Bali Nine, julukan bagi  grup pengedar narkoba yang terdiri dari sembilan warga negara Australia.

Mereka tertangkap di Bali dengan membawa total lebih dari 8 kilogram heroin. Dua dari sembilan, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan telah dieksekusi mati. 

Sisanya mendapat hukuman seumur hidup di Lapas Kerobokan, sebelum lima napi dipindahkan ke Lapas Madiun. Kini tinggal Norman dan Chen yang masih berada di Kerobokan.

Norman adalah anggota Bali Nine paling muda. Usianya belum genap 19 tahun saat tertangkap di Melasti Hotel Kuta bersama tiga orang lainnya termasuk Chen. Norman divonis hukuman seumur hidup. Kini ia sudah berusia 30 tahun dan memperlihatkan kematangan dalam berpikir dan bersikap.

Penulis: Feby Indirani
Penulis: Feby IndiraniFoto: Feby Indirani

Selama mendekam di penjara, Norman telah mengadakan kegiatan kursus bahasa Inggris bagi ratusan warga binaan. Ketika ditemui pada Oktober 2016, Norman baru akan memulai program pendidikan dasar-dasar komputer untuk warga binaan. 

Norman  memanfaatkan dukungan dana yang ia peroleh dari jejaringnya di Australia untuk melaksanakan program tersebut. Ia merasa bahagia bisa membantu banyak warga binaan untuk memiliki keahlian sebagai bekal hidup di luar penjara.

"Salah satu saat sedih di sini  adalah ketika harus berpisah dengan teman-teman yang sudah menyelesaikan masa hukuman. Karena kami berada di sini sudah lebih lama dari siapapun, jadi sering mengalami harus melepaskan orang pergi. Tapi saya tentu juga senang karena mereka keluar,” ujarnya.

Menghabiskan 12 tahun usianya di dalam penjara, Norman mengatakan hal yang paling dirindukannya adalah keluarganya. Yang kedua adalah kesempatan dan kebebasan untuk berbelanja.

"Kesenangan dan kebebasan untuk melihat, memilih dan mengambil barang ke dalam keranjang. Saya tidak suka merepotkan orang lain. Tapi  sekarang saya harus tergantung sepenuhnya kepada orang lain dalam urusan membeli barang,” kata Norman.

Bagaimanapun, Norman berusaha menjalani hari-harinya di penjara dengan sikap positif. Selain mengadakan pelatihan bagi warga binaan lain, ia juga rajin berolahraga dan aktif di kegiatan gereja. 

Akhir dari kehidupan?

Hidup memang tidak lantas berakhir bagi Norman.  Ia bahkan menikahi janda sahabatnya, seorang pendeta yang sering melakukan pelayanan di dalam penjara dan kemudian meninggal karena sakit. Meskipun tidak bisa leluasa berhubungan secara fisik, ia justru merasa semua itu ada hikmahnya.

"Banyak pasangan yang berhubungan fisik sebelum kedekatan psikologis mereka terbangun dengan baik. Dalam konteks hubungan kami, kami sudah memiliki kedekatan psikologis yang kuat dan itu adalah modal untuk menjadi pasangan yang baik,” ujarnya.

Ia kini menjadi ayah tiri seorang anak perempuan berusia 7 tahun yang kerap menjenguknya di penjara.

Ayah Norman, warga negara Australia memutuskan untuk menetap di Bali selepas pensiun agar bisa lebih mudah menjenguk putranya itu.

Setiap minggu mereka bisa bertemu dan berbincang. Matthew juga masih dapat mengambil sertifikasi di bidang Business Management and Sales Marketing dari lembaga di Australia. Program itu ia jalani selama enam bulan dengan bantuan staf kedutaan Australia yang membawakan materi-materi pelajaran maupun ujian dan mengirimkan jawaban yang dikerjakannya.

"Orang lain di luar bisa menyelesaikan program ini selama setahun atau satu setengah tahun, saya bisa lebih cepat karena di dalam sini saya bisa lebih fokus,” ujarnya.

Sementara Chen  memulai bengkel kerja kerajinan perak dengan brand Mule Jewels pada 2010,   bekerjasama dengan perusahaan perhiasan lokal Yin Jewellery yang dimiliki Joanna, warga negara Kanada yang tinggal di Bali.

Mule Jewels memfasilitasi program pelatihan pembuatan kerajinan perak kepada narapidana, agar mereka memiliki bekal keterampilan yang dapat dimanfaatkan setelah menyelesaikan masa hukuman.

"Nama itu saya pilih karena panggilan untuk kami kan drug mule, " kata Chen. Dalam bahasa Indonesia, drug mule biasa diartikan sebagai kurir narkoba. Pembuatan kerajinan perak ini diyakini dapat sekaligus menjadi terapi bagi warga binaan.

Keputusan Chen menekuni kerajinan perak dan merintis Mule Jewels ini ternyata  dipengaruhi oleh diskusinya dengan Myuran Sukumaran, yang mendapatkan vonis mati namun sangat aktif mengembangkan berbagai kegiatan seni di lapas sebelum kematiannya.

"Myu adalah orang yang berjasa mengubah cara berpikir saya. Pertama dia memberikan teladan dengan memulai program melukisnya. Kemudian kami banyak ngobrol dan membuat saya berpikir mesti melakukan sesuatu yang berbeda untuk mengisi waktu saya di dalam penjara. Tidak bisa lagi hanya tidur dan membaca buku saja,” cerita Chen.

Chen seorang yang mencintai filsafat dan rajin membaca buku. Karenanya setiap desain yang ia lahirkan tidak hanya memperhatikan aspek keindahan, tapi juga selalu memiliki simbol dari pesan yang ingin diperjuangkannya.

Makna sebuah lotus

Salah satu desain yang menjadi signature  adalah lotus yang juga merupakan desain favorit bagi Chen.

"Lotus bagi saya adalah representasi dari narapidana yang mampu berubah.  Ia bunga yang tumbuh di lumpur, bahkan semakin pekat lumpurnya semakin besar dan indah pula bunganya. Meskipun berasal dari tempat yang kotor, namun yang muncul tetap saja murni dan putih. Sebenarnya pada dasarnya sama juga dengan masyarakat secara keseluruhan yang merupakan lumpur, sebagian orang membusuk di dalamnya tapi tetap ada yang muncul sebagai lotus,” Chen menjelaskan. 

Ada pula desain yang khusus ia dedikasikan untuk dua anggota Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yaitu orange ribbon bertuliskan stand for mercy.

Keduanya dieksekusi mati pada April 2015. Kematian Myu adalah momen yang sempat membuat Chen jatuh.   

"Saya menyaksikan bagaimana Myu melakukan begitu banyak hal positif selama berada di penjara. Ia juga berhasil mengajak banyak orang lain untuk berubah. Eksekusi hukuman mati kepadanya seperti ingin mengatakan ‘tidak ada harapan.' 

Padahal yang penting dimiliki para napi adalah harapan. Jadi untuk apa semua upaya untuk berubah kalau toh tidak ada harapan?” ujar Chen masygul.   

Bagi Chen saat ini kerap sulit memelihara rasa optimismenya, bahwa apa yang dikerjakannya di penjara dianggap cukup bermakna untuk mengatasi stigma negatif yang terlanjur melekat pada dirinya. Di hari-harinya yang terasa panjang dan jenuh, ia kerap merindukan bau bensin dan air panas untuk mandi, sesuatu yang telah belasan tahun tak pernah ditemuinya lagi.

Norman  dan  Chen masih mengajukan permohonan pengurangan hukuman kepada pemerintah. Meskipun belum mendapatkan jawaban, Norman masih tetap optimistis. "Buat saya yang penting melakukan hal bermanfaat saja. Saya masih percaya jalan akan terbuka dan saya akan keluar dari sini,” kata Norman.

Kita tidak tahu apakah harapan itu akan terwujud, ataukah mereka hanya akan berakhir mati di dalam penjara, selamanya jauh dari keluarga dan tanah kelahiran mereka. 

Ketika menuliskan kembali kisah-kisah mereka, para terpidana seumur hidup ini, saya kembali diingatkan untuk mensyukuri nikmat-nikmat sederhana dalam hidup.  Lalu saya teringat pada putihnya bunga lotus, dan berharap para terpidana mati dan seumur hidup ini bisa tumbuh dengan indah meski berlumuran lumpur pekat.

@FebyIndirani adalah penulis sejumlah buku fiksi dan nonfiksi. Ia menginisiasi gerakan Relaksasi Beragama (Relax, It's Just Religion).Buku terbarunya adalah Bukan Perawan Maria (Pabrikultur, 2017), 69 things to be Grateful about being Single (GPU, 2017) dan Made in Prison (KPG, 2017)

*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis

Bagaimana  komentar Anda atas opini di atas? Silakan tulis dalam  kolom komentar di bawah ini.