Ramadan Dimulai di Tengah Kecamuk Corona
24 April 2020Ibadah suci bagi umat muslim selama Ramadan tahun ini dijalankan dengan cara yang jauh lebih pribadi, di mana masjid-masjid ditutup. Ibadah diadakan secara pribadi.
Di Timur Tengah, pemimpin tertinggi Kerajaan Arab Saudi, Raja Salman bersedih karena umat muslim tak bisa beribadah bersama di masjid selama bulan Ramadan akibat pandemi virus corona. "Saya sedih karena bulan suci Ramadan datang dalam situasi saat ini ketika kita tidak bisa menjalankan ibadah dan tarawih di masjid demi melindungi kehidupan dan kesehatan masyarakat sebagai bagian dari perang melawan virus corona," kata Raja Salman, seperti dilansir AFP.
Ditambahkannya: “Kita memasuki bulan Ramadhan tahun ini ketika hidup dalam keadaan luar biasa yang telah memengaruhi seluruh umat manusia, dan ini merupakan tahap kritis dan sensitif dalam sejarah dunia karena wabah baru corona,” papar Raja Salman, dilansir dari Saudi Press Agency.
Dikutip dari Al Arabiya, ia juga berterima kasih kepada petugas keamanan di perbatasan kerajaan, serta praktisi kesehatan, para petugas sektor keamanan dan militer, semua orang yang bekerja di sektor pemerintah, dan semua relawan atas upaya mereka dalam membantu mengendalikan wabah corona.
Perubahan aturan pembatasan
Sementara itu, dikutip dari Guardian, beberapa negara telah mengubah jam malam untuk mempermudah orang berbelanja makanan. Mesir akan memungkinkan lebih banyak bisnis untuk dibuka kembali dan akan mempersingkat jam malam. Pusat perbelanjaan dan bisnis akan diizinkan untuk buka pada akhir pekan sampai jam lima sore.
Pengumuman oleh Perdana Menteri Mesir, Mostafa Madbouly disampaikan ketika negara itu mengkonfirmasi jumlah infeksi tertinggi dalam satu hari, dengan 232 kasus baru dilaporkan pada hari Kamis (23/04). Madbouly mengatakan pelonggaran pembatasan akan ditinjau dalam dua minggu.
Aljazair dan Uni Emirat Arab juga mengumumkan mereka akan memperingan aturan jam malam untuk bulan Ramadan.
Di Indonesia, menteri agama Fachrul Rozi mengatakan Ramadan tahun ini berbeda dari sebelumnya akibat merebaknya wabah corona: “Meski tidak bisa berbuka puasa bersama, tadarus, tarwih dan iktikaf bersama, namun hal itu tidak boleh mengurangi semangat dan tekad kita,” uajarnya seperti dilansir dari CNBC. Semua perjalanan tidak penting antarprovinsi telah dilarang, dengan beberapa pengecualian.
Di Pakistan, pemerintah telah mengizinkan ulama untuk melakukan sholat massal selama bulan Ramadan. Kebijakan itu dikecam komunitas medis. Para ahli mengatakan virus dapat menyebar secara eksponensial selama bulan suci, jika orang dibiarkan berdekatan di rumah ibadah.
Pada hari Jumat (24/04), Pakistan mencatat lebih dari 11.000 kasus positif COVID-19, meskipun pengujian masih terbatas untuk penyakit ini. Sekitar 237 orang sejauh ini meninggal dunia di Pakistan karena virus tersebut.
Banyak orang berharap bahwa pemerintah Perdana Menteri Imran Khan akan memberlakukan larangan ketat pada ibadah massal - termasuk di masjid-masjid - untuk memperlambat penyebaran COVID-19. Tetapi Khan, seorang politisi konservatif yang menikmati dukungan sayap kanan, memutuskan untuk tidak menutup masjid. Namun, pemerintah mendesak ulama Islam untuk memastikanaturan jarak sosial selama salat Ramadan.
Di Jerman, perwakilan agama lain dan pemerintah menyampaikan salam
Di Jerman, pada awal bulan puasa Ramadan, pemerintah dan perwakilan dari gereja mengirimkan salam kepada umat Islam. Ketua Konferensi Waligereja Jerman menyerukan solidaritas antaragama. Dalam pesan sambutannya kepada umat muslim di Jerman yang Uskup Georg Bätzing menyerukan tindakan bersama melawan ekstremisme dan rasisme.
Bätzing turut prihatin, bahwa banyak muslim akan mengalami perubahan dalam menjalankan ritual dan tradisi puasa karena pandemi Corona. Tulis Bätzin sebagaimana dikutip dari KNA: "Bagi kami kaum Kristiani, pembatasan yang disebabkan oleh krisis corona selama masa Paskah menjadi pengorbanan yang menyakitkan. Sekarang umat muslim yang terkasih, harus menghadapi situasiyang tidak biasa dan penuh tekanan selama Ramadan.”
Dalam pesannya, ia pun mengecam gangguan dalam kehidupan beragama melalui serangan dan permusuhan. Masjid, sinagog, dan gereja telah menjadi sasaran teror di seluruh dunia. Di Jerman, para ekstremis dan rasis telah menyerang tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan ketakutan dan teror dan untuk merusak hidup berdampingan secara damai dari para penganut agama yang berbeda. "Solidaritas kami ditujukan kepada para korban kejahatan ini dan kerabat mereka," demikian ditekankan Bätzing: "Kita harus secara tajam mengutuk tindakan kekerasan ini bersama-sama…..."
Sementara itu Kanselir Jerman Angela Merkel menyampaikan pesan di situs pemerintahan: “Ramadan adalah waktu bagi kaum muslim untuk berkumpul bersama. Pada saat bersamaan, berbuka puasa di malam hari selalu berarti bertemu orang-orang dari agama lain, sebuah tanda penting yang mengekspresikan keeratan dan kebersamaan kita sebagai masyarakat dengan cara yang istimewa. Namun tahun ini, semua ini tidak mungkin. Karena pandemi corona memaksa kita untuk meninggalkan tradisi, perayaan dan pertemuan, bentuk umum dari praktik keagamaan di masyarakat. Saya berharap bahwa bahkan dalam situasi yang luar biasa ini Anda akan menemukan cara untuk menghayati iman dan solidaritas kebersamaan,” demikian dalam pesan yang ditulis Merkel. Ditambahkannya, “Muslim di negara ini, seperti tempat lain di dunia, sekarang menghadapi Ramadan dalam keadaan luar biasa. Itulah sebabnya saya ingin Anda dan keluarga Anda menikmati suasana damai, terberkati, dan sehat.”
Perhimpunan masyarakat Jerman-Israel (Deutsch-Israelische Gesellschaft) juga mengirim harapan terbaik bagi kaum muslim dalam menjalankan ibadah Ramadan. "Di dunia kita yang serba cepat, kali ini dunia menawarkan kesempatan untuk memperhatikan diri dan juga sesama manusia, dengan cara yang hampir tidak mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari," kata Presiden Masyarakat Jerman-Israel, Uwe Becker.
ap/vlz (berbagai sumber)