'Rakyat Tak Boleh Kelaparan' Tetapi Beda Kondisi di Lapangan
19 Juli 2021Pemerintah terus menegaskan bahwa 'rakyat tak boleh kelaparan' di tengah pemberlakuan PPKM Darurat. Namun, harapan ini berbeda dengan kondisi yang ada di lapangan.
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Disebutkan, pemerintah tidak ingin ada rakyat yang kelaparan.
"Presiden memerintahkan bantuan beras kepada masyarakat. Ini penting di samping bansos yang sudah dilayani oleh Ibu Menteri Sosial. TNI-Polri bergerak sampai ke kantong kemiskinan yang ada," kata Luhut dalam konferensi pers di akun YouTube Kemenko Marves, Kamis (15/07).
"Tidak boleh ada rakyat sampai kelaparan. Saya ulangi, tidak boleh ada rakyat sampai kelaparan. Itu perintah dan kami laksanakan," sambung Luhut.
Luhut menampilkan poin pemaparan soal program bantuan beras kepada masyarakat. Ditulis, akan dibagikan 11 ton beras, 1 kepala keluarga dapat 10 kilogram, untuk bantuan se-Jawa-Bali selama PPKM darurat. Penyaluran dilakukan secepatnya, paling lambat 11 Juli.
Berikut data soal penyaluran bansos beras kepada masyarakat yang ditampilkan dalam pemaparan Luhut. Per September 2020, terdapat 14.948.960 orang miskin di Pulau Jawa dan Bali. Target coverage orang miskin 30 persen. Jumlah orang ter-cover 4.484.688 orang. Jumlah KK ter-cover sebanyak 1.121.172. Kebutuhan beras sebanyak 11.211.720 kilogram atau 11.211 ton. Kebutuhan biaya Rp 117,7 miliar.
Kemudian, target penerima bantuan adalah pekerja harian dan pekerja informal di daerah padat penduduk yang terkena PPKM darurat. Kriteria penerima bantuan dapat ditentukan lebih lanjut sesuai situasi di lapangan. TNI/Polri mengatur distribusi bantuan jangan sampai menimbulkan kerumunan.
Lantas, apakah bansos sudah terealisasi dengan baik?
Suara kelompok marjinal
Namun, harapan pemerintah ini masih belum terealisasi dengan baik. Menurut survei yang dilakukan oleh Trade Union Right Center (TURC), masih banyak pekerja di beberapa daerah tidak mendapatkan bansos.
TURC mengatakan survei ini dilakukan bekerja sama dengan Homenet Indonesia, yaitu jaringan pekerja rumah di Indonesia. TURC mengumpulkan data bekerja sama dengan 10 daerah di Indonesia. Namun, mereka tidak menjelaskan tentang metode survei dilakukan dan berapa responden yang diteliti.
"Ada kesulitan untuk mendapat program bansos pemerintah. Melalui survei kami, ada sekitar 94% dari responden belum mendapat bansos," kata perwakilan dari TURC Indri Mahardika dalam Konferensi Pers Suara Kelompok Marjinal Terhimpit Pandemi, Minggu (18/7).
Melalui survei itu, dia menyebut pekerja rumahan cenderung tidak mendapat akses. Bahkan, beberapa dari mereka sudah mengajukan tapi tidak masuk kriteria.
"Alasan responden belum mendapat bansos ini cukup macam-macam. Ada yang tidak tahu bagaimana mendapatkannya, tidak terdaftar, dan banyak juga yang mengajukan tapi tidak mendapatkan akses, tidak termasuk kriteria," lanjutnya.
Padahal, sambung Indri, sejak PPKM darurat diberlakukan, mayoritas pekerja rumahan ikut terimbas. Hal itu dibuktikan dengan merosotnya pendapatan.
Mengacu pada hasil survei internal, 96% dari ibu-ibu pekerja rumahan mengalami penurunan pendapatan. Sementara sebelum PPKM darurat pendapatan mereka berkisar Rp 1-1,5 juta per bulan, kini hanya Rp 500.000
"Paling banyak Rp 500.000-1.000.000. Ini menyedihkan karena hampir semua penghasilan utama dari ibu-ibu ini adalah untuk keluarganya," tuturnya.
Hal senada dilayangkan co-founder Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (YAPESDI) Dewi Tjakrawinata. Ia menyebut sampai saat ini program pemerintah dalam memberikan bantuan tidak sampai ke tangan masyarakat. Menurutnya, saat ini masyarakat bawah masih sulit mengakses bantuan.
"Omong kosong bantuan-bantuan sosial, bantuan sosial itu tidak nyampai. Yang miskin tetap dikebelakangkan," kata dia.
Bansos belum tepat sasaran
Sementara itu, perwakilan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyayangkan bansos corona yang belum tepat sasaran. Buruh bernama Sumiyati yakin ada 50 persen buruh belum menerima bansos sejak awal pandemi.
"Dan ini saya amati di Tangerang, Subang dan Sukabumi," ujar Sumiyati dalam Konferensi Pers Suara Kelompok Marjinal Terhimpit Pandemi, Minggu (18/07).
Dia melanjutkan, sejak di-PHK masih banyak buruh yang tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Hal itu berdampak pada kebutuhan sehari-hari yang tidak terpenuhi.
"Lebih dari 50% buruh yang masih belum menerima bansos sampai sekarang," kata dia. (Ed: pkp/rap)
Baca selengkapnya di: detiknews
'Rakyat Tak Boleh Kelaparan' tapi Berbeda Kondisi di Lapangan